Inilah harinya. Hari dimana Junka akan mendapatkan diplomanya dan lulus dari tahap SMA.
"Junka Akihabara."
Ia naik ke atas panggung, menerima diplomanya, dan bersalaman dengan kepala sekolahnya. Setelah itu, ia turun dari panggung dan kembali duduk di tempat duduknya.
"Baiklah... itu adalah semua siswa dan siswi dari angkatan ke-15. Dan sekarang, aku meminta kepada seluruh peserta wisuda untuk naik ke atas panggung sekarang," ujar sang kepala sekolah.
Semua murid berdiri dari tempatnya, naik ke atas panggung, dan melemparkan topi wisuda mereka ke atas sembari bersorak-sorak.
"Hahaha... sekian dari kami semua, kami mengucapkan selamat kepada seluruh siswa siswi angkatan ke-15 yang telah lulus di tahun ini!"
Lalu, semuanya bertepuk tangan dan turun dari panggung. Setelah itu, mereka semua berfoto-foto bersama dengan teman-teman mereka.
"Junka!" teriak Mia dan Rachel.
"Hai!"
"Kita bakal kangen sama kamu..." ujar Mia sembari memeluk Junka erat. "Terima kasih banyak untuk tiga tahun ini, Junka."
"Iya, sama-sama," jawab Junka. "Dan terima kasih juga untuk segala kebaikan dan kesetiaan kalian kepadaku."
"Aww... sama-sama," jawab Rachel.
"Hei! Apa kabar dengan adik kelasku tercinta?"
Mereka bertiga melirik untuk melihat Harry dan Elara yang muncul dari pintu depan Function Hall.
"Kak Harry! Kak Elara!" teriak Junka sambil lari ke arah mereka dan memeluk mereka.
"Aww... selamat ya kalian semua," ujar Elara.
"Terima kasih kak," jawab mereka semua.
"Hahaha... hei Junka. Ada sesuatu yang ingin kuberikan kepadamu," ujar Harry sambil memberikan Junka sebuah kotak kecil berwarna pink dan biru muda.
Junka membuka kotak kecil tersebut, untuk melihat sebuah gelang dengan pola yang berwarna pink dan biru muda. Di tengah-tengahnya, terdapat huruf-huruf acak yang menuliskan,
HEMRJRRRM
"Uh..... apa yang huruf-huruf ini maksud?" tanya Junka.
"Hahaha... huruf-huruf ini mengsimbolkan sahabat-sahabatmu yang ada di sekolah ini. Dan huruf 'J' mengsimbolkan namamu sendiri."
"Aww... thanks kak," ujar Junka sembari mengenakan gelang itu. "Aku sangat menyukainya."
"Aku senang kamu menyukainya."
"Yo! Selfie yuk!" ujar Matthew dari belakang yang disusuli oleh yang lainnya.
Lalu, Matthew menyiapkan kamera ponselnya dan memegangnya setinggi mungkin
"1, 2, 3."
Cekrek!
"Nice," gumam Ruby.
"Junka, kita harus pulang sekarang," ujar Vincent dari belakangnya. Junka mendongak untuk melihat ekspresi wajah kakaknya yang terlihat khawatir.
"Ada apa kak?" tanya Junka.
"Papa meninggal."
Sahabatnya sekaligus Junka terpaku di dalam posisi mereka. Junka terkesiap dan terjatuh ke dalam lututnya. Dia tidak percaya bahwa Ayah kesayangannya sudah tiada. Ayahnya meninggal di saat putri satu-satunya sudah wisuda dan lulus dari SMA. Momen berharga ini telah menjadi momen terburuk seumur hidup Junka.
"Kakak, aku ingin pergi ke pemakaman Papa sekarang."
"Oke," jawab Vincent.
"Aku ikut denganmu," ujar Ronald dan Richard secara bersamaan
Junka tersenyum kecil dan melihat kakaknya untuk melihat sebuah ekspresi setuju.
"Baiklah, ayo kita pergi," ujar Vincent.
Lalu, mereka berempat keluar dari ruang function hall, dan lari menuju ke arah keluar sekolah. Setelah itu, mereka menaiki mobil Junka, keluar dari parkiran sekolah, dan melaju cepat menuju ke tempar pemakaman Ayahnya
Saat mereka sudah sampai di sana, Vincent. memarkirkan mobil Junka di samping pintu masuk dan keluar dari mobil. Mereka masuk ke dalam pemakaman itu dan melihat satu makam yang sedang diramai oleh banyak orang.
Mereka menghampiri orang-orang itu untuk melihat bahwa mereka sedang berada di sekeliling makam Ayahnya Junka. Dan di situ lah Ava sedang menangis histeris.
Vincent hanya bisa meneteskan air matanya sedikit demi sedikit sembari menenangkan Ibunya. Sedangkan Junka hanya bisa berdiri di depan makam Ayahnya. Diam dan tidak beremosi.
"Aku ingin pulang sekarang," gumam Junka.
"Oke, ayo kita pergi," bisik Ronald.
"Mama, apakah aku boleh pulang ke rumah sekarang?" tanya Junka.
"Boleh," jawab Ava.
"Terima kasih," ujar Junka.
Junka, Richard, dan Ronald keluar dari pemakaman itu, masuk ke dalam mobil, dan berlaju menuju ke rumah Junka.
Sesampainya mereka di sana, Ronald memarkirkan mobil Junka di depan garasi dan mereka bertiga turun dari mobil. Junka membuka pintunya dan mereka bertiga masuk ke dalam.
Mereka naik ke lantai atas menuju ke kamar Junka dan duduk di atas kasurnya. Tak sepatah kata pun mereka lontarkan dari mulut mereka. Lalu, Junka mengambil bingkai foto dirinya bersama Ayahnya, dan memeluknya dengan erat. Namun, ada sesuatu yang menonjol dari belakang foto tersebut. Ia membuka bingkainya untuk menemukan sebuah lipatan surat.
Halo Junka sayang,
Papa hanya ingin memberitahukan kepadamu sesuatu. Setelah kamu berpacaran dengan Ronald selama 3 tahun ini, Papa rasa bahwa dia adalah cowok yang cocok denganmu.
Dan jika Papa sudah meninggal, aku ingin kau melakukan satu hal ini. Kumohon, nikahilah dirimu bersama dengan Ronald. Jika kamu melakukan itu, Papa akan merasa sangat senang di surga nanti.
—Papa
KAMU SEDANG MEMBACA
Common Fate ✔️
Teen Fiction[ B O O K 1; PROSES EDITING] Junka Akihabara dan sahabatnya telah bersatu selama 3 tahun berturut-turut. Mereka semua dipertemukan di Tokyo dimana mereka bersekolah di sekolah yang sama. Semua orang mengenal mereka sebagai sekumpulan sahabat yang s...