Votenya yaa, Thanks
----------------------------
"Sendiri itu bukan masalah, yang masalah itu adalah kita sendiri dan kita mempermasalahkannya (Panji Ramdana)"
Fath menoleh, ia menatap sayang istrinya yang sekarang tengah tertidur di bahunya. Pagi ini adalah hari pertama dirinya masuk sekolah di sebuah sekolah asing. Mentari menyingsing begitu cepat, hingga cahaya merahnya merekah indah di ufuk timur.
Kanya, istrinya itu begitu kekeh untuk mengantarnya sampai di Stasiun Gambir. Padahal, ia tahu, semalam Kanya terlalu excited dengan hari pertamanya masuk di sekolah baru. Siapa yang akan sekolah, siapa ang ribet.
"Al, udah disiapin belum sepatunya?" teriak Kanya melengking, mengganggu Fath yang sedang bermain ps.
"Belum. Besok aja, gampang." Fath masih setia dengan stik ps di tangannya.
Samar samar, Fath mendengar suara sautan antara kaki dan lantai. Ia mem-paused game-nya, dan melihat Kanya yang berjalan cepat ke arah dirinya. Kedua alisnya ia picingkan. "Kenapa?"
Bukannya menjawab, Kanya justru menjewer kuping kirinya. "Ahhh, sakit, Ya Allah Ka. Lepasin!" pekik Fath.
Istrinya itu, bukannya melepas jeweran di telinganya, justru lebih kencang menarik telinganya hingga memerah. "Salah sendiri! Ayo siapin dulu buat sekolah besok."
Tangan Kanya berpindah dari telinga menuju kaos yang Fath kenakan. Tarikan yang awalnya pelan, lama-lama berubah menjadi tarikan kencang, ketika Fath tak mau beranjak dari posisi nyamannya.
"Ka, stop it! Kamu mau bikin kaosku sobek?"
Kanya menggeleng, namun detik berikutnya, bibir tipis miliknya kembali membeo. "Udahan main psnya. Sekarang siapin buat sekolah besok."
Fath lagi-lagi tak mengacuhkan dirinya. Bibir suami Kanya ini justru komat-kamit mengikuti gerakan bibir Kanya yang mengomel. "Al, ihh! Aku nggak bercanda."
"Aku juga nggak bercanda. Apa gunanya punya istri, kalau cuma nyiapin perlengkapan sekolahku aja nggak bisa," sindir Fath membuat Kanya mendelik.
"Terus, apa gunanya punya suami, kalau apa-apa aku lakuin sendiri," balas Kanya.
Ingatan tentang pertengkaran kecil mereka semalam kembali berputar di ingatan Fath. Ia tersenyum sendiri jika mengingat bagaimana hebohnya Kanya mempersiapkan hari pertamanya pergi ke sekolah.
Fath mengusap kepala Kanya yang masih menempel di bahu bidangnya. Ia tersenyum sembari terus mengusap. "Makasih ya sayang," bisiknya.
Merasa tidurnya terusik, perlahan kelopak mata Kanya terbuka. Ia mengangkat kepalanya perlahan dan mendapati Fath yang tersenyum.
"Kenapa senyum-senyum gitu?" ujar Kanya, lantas ia megucek mata ngantuknya.
"Keinget sama kamu yang heboh semalem, mirip emak-emak rempong." Ucapan Fath membuatnya dihadiahi sebuah cubitan ganas di pinggangnya.
"Kamu tuh suka banget KDRT sama aku." Fath mengusap bekas cubitan Kanya yang terasa panas.
"Heeeee." Hanya cengiran yang Kanya tunjukkan. Fath yang gemas dengan istrinya, langsung saja mengusap kasar puncak kepala Kanya, merusak hijab yang ia kenakan.
Sebelum mendapat omelan panjang istrinya, Fath terlebih dahulu memasang kuda-kuda. Secepat kilat ia membawa tubuh mungil Kanya ke dalam dekapannya.
"Jangan ngomel mulu, nikmatin aja pelukanku, sebelum nanti kangen," bisik Fath di tengah acara peluk-pelukan mereka.
Hati Kanya bergetar mendengar ucapan suaminya. Benar, sangat benar apa yang dikatakan Fath. Bagaimana mungkin ia bisa berpisah seharian penuh dengan Fath, sementara biasanya setiap hari wajah Fath lah yang menemani harinya. Bahkan di sekolah pun, masih selalu sosok Fath yang berada di sekelilingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIMI
Spiritual#SEQUEL ALKA# (Private) Layaknya sebuah hijrah yang harus diuji agar dapat dikatakan beriman dan bertawa. Cinta juga begitu, ada ribuan barisan ujian di balik pintu rumah tangga setelah terucap kata cinta. Laki-laki, masih dengan harta, tahta, wanit...