Keep Voting yaa :)
------------------------------------
"Astaghfirullahaladzim. Ya Allah," ujar Fath sembari mengusap kasar wajahnya.
Ia keluar dari ruangan kerja papa masih dengan emosi yang meledak-ledak. Akan tetapi, mama berada di luar ruangan lalu memberikan senyuman kepada dirinya.
Emosi yang sedari tadi menguasai dirinya perlahan pergi. Ia ikut tersenyum melihat perempuan yang mengandung dan melahirkannya menyambut dirinya dengan seulas senyuman.
"Kamu nggak papa kan, Nak?"
Alisnya ia satukan. Apa mungkin tadi sang mama mendengar semua pembicaraan penuh emosi antara dirinya dan papa? Entahlah. Fath hanya bisa mengangguk sebagai jawaban.
"Mama dengar?"
"Iya. Bukannya mau nguping, tapi nggak sengaja tadi lewat terus dengar kalian bicara sambil main urat gitu, jadinya mama berhenti," jelas mama.
Mama mengambil tangan kirinya lalu menarik tubuhnya untuk duduk di sofa. "Mama juga mau bicara sama kamu."
Fath menurut ke mana mama akan membawa dirinya. Mereka berdua berhenti di teras rumah. Duduk di dua bangku dengan sebuah meja yang berada di antara keduanya.
"Tadi papa maksa kamu sekolah di Bogor, Fath?" tanya mama membuka obrolan.
Fath mengangguk mantap. "Iya, Mah. Fath nggak habis pikir, kenapa papa selalu seperti itu. Selalu seenaknya sendiri dalam bertindak, nggak pernah lihat dari sudut pandang orang lain."
Punggung tangannya yang berada di atas meja kecil berwarna silver disentuh dengan lembut oleh telapak tangan mama. Ia mendongak kemudian mereka saling bertatapan.
"Sudahlah papamu memang seperti itu. Mungkin benar yang beliau ucapkan, semua ini demi kebaikan kamu."
"Kenapa? Kenapa mama masih membela papa, setelah semua yang terjadi di dalam rumah tangga kalian?" pertanyaan yang selama ini menganggu benaknya akhirnya dapat ia sampaikan.
Kekehan yang disertai dengan kikikan lolos begitu saja dari bibir perempuan yang berada di sampingnya ini.
"Fath serius Mah."
"Iya mama tahu. Mama saja juga tidak mengerti, Nak. Mama nggak mengerti kenapa mama masih mau saja membela lelaki itu."
"Rasa suka itu masih ada ya, Ma? Mama masih memendam rasa cinta kepada papa?" tanya Fath dengan serius.
Ia menelisik masuk ke dalam iris hitam mama. Beliau menghela napas namun tak memberikan jawaban apapaun.
Fath mengangguk-angguk. "Diamnya Mama, Fath anggap sebuah persetujuan."
"Nak,--" ucap beliau terpotong oleh gerakan tangan Fath yang menggenggam tangan mama.
"Kenapa kalian nggak mencoba untuk memulai semua dari awal, dan melupakan kejadian masa lalu. Memaafkan kenangan kelam itu," saran Fath.
Mama memutus tatapan mereka, beliau memejamkan matanyanya erat. Fath dapat merasakan bahwa tangan yang berada di dalam genggamannya menegang.
"Kamu mau mama dan papa baikan?"
"Pertanyaan retoris," batin Fath.
Anak mana yang tak menginginkan kedua orang tuanya kembali bersama dan menjadi keluarga harmonis. Semua anak korban broken home selalu memimpikan hari di mana kedua orang tuanya saling bertukar tatap penuh cinta dan hidup harmonis.
"Tentu Fath mau, Mah. Tapi jika hal itu membuat Mama merasa tertekan, lebih baik nggak usah. Fath nggak mau jadi anak egois. Udah cukup selama ini Mama mengalami goncangan mental menanggung segala rasa stres di rumah ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
BIMI
Spirituelles#SEQUEL ALKA# (Private) Layaknya sebuah hijrah yang harus diuji agar dapat dikatakan beriman dan bertawa. Cinta juga begitu, ada ribuan barisan ujian di balik pintu rumah tangga setelah terucap kata cinta. Laki-laki, masih dengan harta, tahta, wanit...