CHAPTER 27

4.4K 407 183
                                    

Vote comment jangan lupa ya

Kanya melipat mukenah yang telah usai ia gunakan, kemudian mengembalikannya ke rak tempat menyimpan mukenah di masjid ini. Tak lama setelahnya, bunda menyusul dirinya.

"Udah selesai Bun?" Tanya Kanya mengamati sang bunda yang sedang sibuk menata mukena hyang terlihat bertumpuk tak teratur.

"Udah, yuk, keburu tambah siang." Bunda menggandeng tangan Kanya untuk masuk ke dalam mal.

Di siang yang terik, pendingin ruangan dalam mal cukup membantu pengunjung merasa lega dan nyaman. Alunan irama nada pun menyerebak mengisi rongga ruang berukuran luas ini. Bunda yang berjalan berdampingan dengan Kanya, menatap anaknya begitu dalam.

Sadar dengan tatapan tajam bunda, ia mengerutkan dahi. "Kenapa Bun?"

Bunda yang gelagapan tak menyangka putrinya menangkap tatapan retinanya, mencoba mengukirkan seulas senyum. "Kamu sama Fath baik-baik aja kan?" bukannya menjawab, bunda justru balik bertanya.

"Alhamdulillah baik, bahkan semakin baik semenjak kehadiran calon anak kami." Senyum merekah seindah bunga mawar tak bisa Kanya nihilkan.

Bunda pun ikut tersenyum mendengarnya, pasalnya kemarin malam ia merasa ada yang megganjal dan perasaannya digelayuti bayang-bayang hal buruk.

"Soalnya kemarin setelah kalian pulang dari rumah, perasaan bunda nggak tenang Nak."

"Mungkin itu cuma kekhawatiran bunda aja, InsyaaAllah Kanya dan Fath baik-baik saja dan akan selalu seperti itu. Bunda kan tau sendiri kalau Kanya ada masalah pasti mood Kanya bakal jelek banget. Sekarang apa kelihatan kalau Kanya badmood?" Kanya memajukan wajahnya supaya bunda dapat melihat garis wajahnya lebih leluasa.

Bunda berlagak memicingkan matanya dan mengabsen setiap inci wajah sang anak. Setelah puas, bunda tersenyum lega karena ia tak menemukan satu titik pun yang menggambarkan kesedihan di wajah Kanya.

"Enggak, bunda justru lihat kamu seneng banget. Yang lagi kasmaran beda ya, glowing-glowing gimana gitu wajahnya."

"Bunda jailnya kambuh. Fath sama Kanya udah nikah lama juga, masih aja diledekin."

"Hahahaha, nikahnya sih lama tapi jatuh cintanya baru aja."

Merasa tertampar dengan ucapan bunda, Kanya memilih bungkam dan memasang wajah datar.

"Duh duh iya bunda minta maaf, bumil ini benar-benar sensitif sekali. Semoga calon cucu bunda sehat terus ya." Sebelah tangan bunda telah bergeser menyentuh perut Kanya.

Setelah hamil Kanya memang jauh lebih sensitif, seperti saat ini. Baru saja dia kesal dengan bunda. Namun, ketika bunda memberikan doa kepada calon anaknya, kekesalan Kanya kabur terbawa angin.

"Hehehe iya Bun, aamiin. Terus kita belanja apa aja ya Bun?" Kanya celingukan mengabsen setiap hal yang matanya rekam.

"Kita beli kebutuhan dapur panti seperti biasa."

"Kalau Kanya beli sesuatu buat anak panti, boleh nggak Bun? Kemarin Kanya udah izin Fath dan dia setuju sama ide Kanya."

Wanita paruh baya tersebut tersenyum hangat, "Tentu saja boleh. Boleh banget! Kamu mau ngasih apa?"

Kanya mengangguk sembari merasa bersalah karena selama ini ia tidak pernah ikut dengan bunda dan ayahnya untuk mengirimkan bantuan ke panti asuhan. Ternyata berbagi memang seindah itu. Lebih indah dari yang ia bayangkan. Ini saja baru belanja belum lagi nanti ketika melihat anak-anak panti tersenyum bahagia melihat kedatangan mereka dengan mata penuh harap.

BIMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang