CHAPTER 24

4.6K 400 108
                                    

^^Vote Comment jangan lupa ya^^

Fath merubah arah fokus retinanya, ketika indera pendengarannya menangkap suara kursi yang ditarik. Ia menengadah guna melihat siapa gerangan yang duduk di sebelahnya.

Tampak cukup jelas dari mata Fath, Brian —teman sebangkunya— meletakkan tas ranselnya sembarangan di atas meja kemudian dengan seenaknya melayangkan tubuhnya di kursi hingga timbul suara decitan cukup kentara.

"Lu jadi wakil kelas kita di acara Unlimited Night sekolah kita," ucap Brian santai tanpa rasa bersalah.

"Innalilahi! Seriusan lu?" sambar Fath terlonjak kaget.

Ia memutar kursinya menghadap Brian, dengan kedua tangan terlipat di depan dada.

"Seriusan lah, sejak kapan gue suka main-main."

Fath menepuk jidatnya sendiri dilanjutkan dengan kepalanya yang menggeleng gesit.

"Kok gue sih? Nggak bilang dulu lagi!" protes Fath tak terima, tentu saja. Bagaimana bisa teman sekelasnya memboyong namanya sebagai wakil kelas tanpa ada konfirmasi dengan dirinya.

"Anak baru, langsung ya dijadiin kambing hitam gini."

Brian menunjukkan sikap acuh tak acuh dengan mengendikan bahunya singkat, kemudian sebuah kalimat penjelasan terbang dari bibirnya yang terkatup.

"For your informatin, Unlimited Night itu acara tahunan sekolah. Di sana nanti bakal ada perwakilan setiap kelas dengan passion masing-masing. Kita pilih lu, karena kita yakin lu punya potensi yang berbeda dengan anak kelas lain. Sebab, di acara ini yang dicari bukan kesempurnaan namun sebuah tanlenta yang berbeda dan baru."

"Emang gue disuruh apa nanti?" timpal Fath cepat.

"Lu cukup unjuk kebolehan lu dalam membaca kitab suci kamu. Gampang kan?" tantang Brian dengan gaya tengilnya, menaik turunkan alis dibarengi sebuah seringaian menyebalkan.

"Tilawah Quran gitu maksud kamu?"

"Entah itu apa namanya. Pokoknya gitulah."

"Tapi seriusan ini gue yang harus tampil? Wajib banget nih? Fardhu 'ain?" tanya Fath kembali memastikan, dalam hatinya ia harap-harap cemas semoga telinganya tadi salah menangkap gelombang suara.

"Serius elah Fath, nanya mulu. For your information again, acaranya masih empat bulan dari sekarang, tapi biasanya H-2 bulan para perwakilan kelas mulai prepare."

"Nggak kasihan banget lu sama gue. Udah tau gue bolak balik Jakarta-Bogor, masih aja disuruh ikutan acar kaya begini," ujar Fath pedas, tapi hanya dianggap gurauan oleh Brian.

"Gapapa sih Fath. Nambah pamor lu juga jadi seorang Most Wanted baru SMA ini. Siapa tahu dapet yang lebih oke dari pacar lu sekarang. Ya nggak?" goda Brian.

"Halah! Gue nggak nyari yang sempurna Yan. Pasangan gue yang sekarang adalah yang terbaik dari Allah untuk gue. Bukan gue yang milih, tapi Allah yang memilihkan dia buat gue."

"Wadaw! Kalah telak nih gue, jiwa-jiwa orang setia mah beda! Hahahahaha." Tawa renyah itu mendominasi dimensi waktu mereka.

"Di atas langit masih ada langit. Gue nggak nyari yang sempurna, tapi nyari yang mau menjadi sempurna bersama gue."

"Duh iya Fath, percaya udah." Brian menepuk bahu Fath pelan kemudian ia berdiri dan berjalan keluar kelas.

Tak ada tiga puluh menit berselang, bayang sosok Brian yang tadi telah hilang dari pandangannya kembali nampak dalam bias cahaya. Sekali lagi ia menepuk bahu Fath seperti yang telah ia lakukan tadi.

BIMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang