^^Jangan lupa klik bintang di bawah pojok kiri ya^^
Usapan lembut di atas perutnya yang tertutup selimut mengganggu tidur lelapnya. Perlahan, Kanya membuka mata, dengan sedikit menyipit. Ternyata benar, di sampingnya Fath duduk bersila setengah menunduk, suaminya itu seolah membisikkan sesuatu di perutnya, sedangkan sebelah tangannya dibiarkan sibuk mengusap-usap.
Tak ingin merusak pemandangan indah ini, Kanya memilih opsi berpura-pura tidur. Dengan seperti ini, Kanya bisa dengan leluasa memandangi Fath yang terlihat begitu menyanyangi buah hati mereka, meski ia belum pernah menyapa dunia fana ini.
"Assalamualaikum sayangnya abi, dedek lagi apa?" sapanya dengan sesekali memberikan kecupan di perut Kanya.
Setelah semalam Fath mengetahui berita kehamilannya, calon abi muda itu aktif mengajak bicara calon anak mereka. Katanya, ia ingin membuat sang anak mengenali suaranya lebih cepat, karena ia tak mau kalah dengan Kanya yang kelak akan memonopoli anak mereka. Ada-ada saja, mana ada salah satu orang tua yang memonopoli anaknya, seorang anak adalah anugerah bagi kedua orang tuanya, dan mereka akan mendidik anaknya bersama bukan?
Elusan di perutnya semakin terasa hingga Kanya merasa geli. Namun, demi kedoknya agar tak terbongkar, ia menahan rasa gelinya dan tetap berpura-pura tidur.
"Dedek, ini abi ya, inget-inget suara abi ya sayang. Abi bukan siapa-siapa, hanya hamba Allah beruntung yang ditakdirkan Allah menjadi penjagamu di dunia ini," Fath berhenti sejenak.
"Selain abi, kamu juga punya umi. Dia perempuan yang hebat sayang, sangat hebat. Jika kamu perempuan, kamu bisa mencontoh umi, jadilah perempuan shalehah yang bisa menjaga dirinya di tengah gemerlap pergaulan masa sekarang. Kalau kamu laki-laki, kamu harus bantuin abi jagain umi ya sayang. Umimu, dia malaikat tak bersayap yang Allah kirim untuk menjagamu, jangan sakiti hatinya ya sayang."
Fath terdiam dengan senyuman lebar, matanya menjelajah setiap sudut kamar mereka. Detik berikutnya, Fath menjatuhkan pandangannya ke arah sang istri yang masih terlelap, setidaknya itulah yang ia ketahui. Tangannya tergerak untuk mengelus kepala istrinya, ia singkirkan anak rambut yang menutupi wajah ayu istrinya.
Ia kecup lama kening Kanya, "Terimakasih humairah, terimakasih kadonya, sangat indah."
Lantas, perhatian Fath kembali kepada sosok yang masih semu namun berhasil mencuri sepenuh hatinya.
"Dek, kamu harus tau bahwa abi dan umi sangat menyayangimu. Kamu harus ingat itu, mungkin nanti saat kamu lahir dan tumbuh dewasa, rasa kecewa dan marah kepada kami akan sering kamu dapatkan. Tapi dek, satu hal yang harus kamu ketahui, abi dan umi juga manusia yang sering khilaf, ingatkan kami ya sayang jikalau ucapa kami menyakiti hatimu."
"Jangan sungkan, ingatkan kami bahwa kamu juga punya perasaan, dan berhak berpendapat. Nanti jika kamu telah lahir, kita harus bisa jadi sahabat, biarkan abi dan umi mendengar keluh kesahmu."
Kanya dengan mata menyipitnya ingin meneteskan air mata yang telah berada di pelupuk matanya. Tak pernah terbayang, Fath akan sedewasa ini. Ya Allah, ia semakin terpukau dibuatnya.
"Abi nggak bisa janji apa-apa sayang, namun abi akan memberi kamu satu hadiah terbesar dalam hidupmu. Sebentar ya." Fath beranjak dari duduknya, beralih menuju nakas samping ranjang seolah mengambil sesuatu darinya.
"Ini sayang." Al-Quran, itulah benda yang tadi berusaha Fath raih. "Abi akan ngajarin kamu Al-Quran. Abi nggak bisa ngasih apa-apa, cuma ini yang bisa abi kasih. Semoga kamu memiliki jiwa yang begitu mencintai Al-Quran, Dek."
Al-Quran yang ia genggam, dibuka lembar demi lembar. "Mau dengerin abi ngaji Dek? Ini hadiah pertama buat kamu. Abi akan membacakan Al-Quran untuk kamu sayang."

KAMU SEDANG MEMBACA
BIMI
Spiritual#SEQUEL ALKA# (Private) Layaknya sebuah hijrah yang harus diuji agar dapat dikatakan beriman dan bertawa. Cinta juga begitu, ada ribuan barisan ujian di balik pintu rumah tangga setelah terucap kata cinta. Laki-laki, masih dengan harta, tahta, wanit...