CHAPTER 4

8.2K 586 111
                                    

Minta votenya ya :)

---------------------------------

Ucapan mama Fath terus terngiang dalam pikiran Kanya. Seketika pikiran Kanya untuk menunda memiliki anak berubah. Kanya melihat perubahan ekspresi mama ketika Fath mengatakan bahwa mereka belum ada niatan untuk memiliki seorang baby. Dan guratan rasa kecewa itu, begitu menganggu benaknya.

Perlahan sepeda motor yang Fath dan Kanya boncengi berhenti saat lampu merah menyala. Fath memanggil namanya sembari melirik Kanya dari kaca spion.

"Ka, kenapa sih?"

Kanya ikut menatap mata Fath melalui pantulan kaca. "Aku nggak papa," elaknya.

"Ada lihat kamu murung setelah kita ketemu mama."

Kanya menggelengkan kepalanya. Ia ingin memberitahu Fath, tapi bukan sekarang, bukan ketika mereka sedang berada di lampu merah seperti sekarang ini.

Suara klakson dari mobil yang berada di belakang motor mereka, seolah membantu Kanya untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan Fath.

"Nanti kamu harus jelasin ke aku," kekeh Fath, kemudian ia mulai menambah kecepatan spedometer.

Perjalanan pulang mereka kali ini terasa begitu singkat bagi Kanya. Ia segera melesat masuk ke dalam apartemen disusul dengan Fath di belakangnya.

Baru saja ia akan melangkahkan kakinya menuju kamar, tangan kirinya terlebih dahulu ditahan oleh Fath. Dengan terpaksa, Kanya menoleh.

"Kenapa Al?" Kanya menoleh dan memberikan tatapan datarnya.

Fath memicingkan matanya. Ia membawa tubuh Kanya agar duduk di sofa, sebelumnya ia terlebih dahulu menghidupkan Ac.

"Kamu kenapa?" Fath membuka obrolan, ia menatap Kanya yang tengah mengamati kaki kirinya yang ia ayunkan.

"Lihat aku Ka. Kamu kenapa?"

Fath memegang dagu Kanya lantas membuat wajah mereka berhadapan intens. "Hhhm. Aku nggak papa, Al."

Decihan kecil keluar dari mulut Fath. "Nggak papanya cewek, pasti ada apa-apa."

Fix, kali ini Kanya tak bisa mengelak. Memang betul apa yang dikatakan Fath. Cewek itu jago banget akting. Walau hatinya udah remuk, dadanya sesak, jiwanya menangis, tapi bibirnya masih bisa tersenyum. Itulah wanita, makhluk Allah yang paling kuat dengan segala kelemahannya.

"Tuh nggak bisa jawab kan? Pasti ada apa-apa," tebak Fath yang sayangnya sangat benar.

Kepala Kanya menunduk semakin dalam, ia ingin mengutarakan semua yang ia rasa, tapi entahlah, ia terlalu malu jika membahas tentang hal ini.

"Kenapa sih? Aku nggak tau kalau kamu nggak bilang."

Punggung tangan Kanya menghangat. Ia mengalihkan fokus matanya, dan ia mendapati tangan Fath menggenggam tangannya.

"Aku nggak papa Al," elak Kanya lagi.

"Enggak. Aku tau kamu kenapa-napa," tukas Fath.

Kanya berniat untuk memberi tahu Fath, tak tega juga melihat Fath yang begitu gigih ingin mengetahui hal yang menganggu pikirannya. Namun, suara bel menginterupsi kegiatan mereka. Menggagalkan rencana Kanya untuk memberitahu Fath.

"Ada tamu tuh, Al."

Kanya beranjak dari sofa, sementara tangannya masih setia di dalam genggaman Fath.

"Biarin dulu aja. Aku pengen dengerin kamu dulu," cegah Fath yang berusaha menarik dirinya untuk kembali duduk.

"Enggak ih Al. Kalau yang dateng orang tua kita gimana?"

BIMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang