CHAPTER 22

5.5K 493 113
                                    

^^Jangan lupa voment ya^^

"Lihat nih. Lihat surat-surat yang selama ini udah neror gue?"

Fath menghamburkan setiap surat yang selama ini ia dapat ke meja kaca di depannya.

"Gila nggak sih? Ada gitu ya orang terlalu terobsesi untuk memiliki?" tanya Fath.

Tiga pasang mata menatap ke arahnya dengan tajam, seakan menelisik masuk ke dalam retinanya.

"Apaan sih kalian?" protes Fath merasa tak nyaman ditatap seperti itu.

"Gini deh Fath." Juna berpindah duduk di samping Fath.

"Masalahnya bukan tentang siapa pengirim surat ini, tapi seberapa besar surat ini berpengaruh ke lu?" ujarnya seraya menepuk bahu Fath.

"Maksud lu?" sebelah alis Fath terangkat pertanda ia tak memahami maksud ucapan Juna.

"Kalau gue sih, mau sebanyak apapun orang di luar sana suka dan terobsesi memiliki gue, kalau hati gue udah punya orang lain. Where is the problem? It won't be a big problem, right?" ada sedikit nada mengejek dari ucapan Juna.

"Tapi Jun, ini bener-bener ganggu gue."

"Gue setuju ucapan Juna, Fath," timpal Faisal. Sekarang dua pria remaja menginjak dewasa itu saling memandang tajam.

"Gue rasa, ada sebuah rasa khawatir dan takut dari nada bicara lu," tebak Faisal membuat Fath bungkam.

Memang, selama ini rasa khawatir dan takut itu terus menyerangnya. Takut, jika suatu saat nanti hatinya bisa tergoda oleh perempuan lain, selain isterinya. Fath tak bisa menyangkal bahwa fitnah wanita masih menjadi bomerang bagi setiap kaum adam, termasuk dirinya.

Perlahan kepala Fath mengangguk. "Iya Sal, gue takut, gue takut kalau tiba-tiba hati gue berpaling."

"Lu gila! Lu gila Fath!" Juna menggebrak meja, ia berkacak pinggang dan menunjuk tepat di depan wajah Fath.

"Bisa ya lu bilang seenteng itu. Lu nggak inget perjuangan lu dapetin Kanya? Masa Cuma gara-gara cewek nggak jelas bisa buat hati lu berpaling?"

"Jun! Kita nggak bisa tahu gimana perasaan kita nanti," bela Fath masih berusaha menekan egonya.

"Ya gue tau. Tapi, lu kan yang punya hati, seharusnya lu bisa mengelola hati lu kan? Lu bisa nentuin siapa yang berarti untuk lu dan siapa yang hanya angin lalu."

Fath kembali terdiam. Bukan ini yang ia cari. Bukan sebuah perdebatan tak berusai seperti ini. Ia membicarakan ini kepada sahabatnya untuk mencari solusi bukan untuk dihakimi.

"Sal, Jun, gue ngerti. Tapi kalian nggak inget kalau setan punya banyak cara untuk menggoda manusia?"

"Ya memang gue bukan lelaki yang punya pengalaman banyak tentang cinta. Tapi gue paham tentang komitmen, tentang menghargai perasaan perempuan. Gue cuma takut, masalah rumah tangga gue yang dulu bakal terulang lagi. Apalagi sekarang Kanya sedang hamil, gue khawatir nanti dia stres," jelas Fath panjang lebar.

"Lu itu terlalu banyak takut dan khawatir Fath. Jangan terlalu khawatirin sesuatu yang belum terjadi. Nikmatin aja, jalanin dengan sebaik mungkin waktu yang lu punya sekarang. But, wait." Juna tiba-tiba menggentikan ucapannya.

Ia menyentuhkan jari telunjuk dan ibu jarinya ke dagu. "Lu bilang Kanya hamil?"

Seketika, pandangan ketiga sahabatnya, termasuk Arkan yang sedari tadi hanya diam dan mengamati para sahabatnya yang bertukar argumen, mengacu penuh ke arah Fath.

"Serius Fath? Kanya hamil?" ujar Arkan yang akhirnya membuka suara.

"Iya bro, bentar lagi gue bakal jadi abi," kata Fath dengan senyum bulan sabitnya.

BIMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang