CHAPTER 25

5.8K 449 120
                                    

^^Vote Comment jangan lupa ya^^

"Wanita mampu menyembunyikan cinta selama 40 tahun tapi tak mampu menyembunyikan cemburu meski sesaat" - Ali bin Abi Thalib"

"Kalau dulu kita lari pagi, sekarang berubah jadi jalan-jalan cantik ya, Ka."

Fath berjalan beriringan dengan langkah pendek ibu hamil di sampingnya, yang tak lain adalah istrinya sendiri. Setelah sekian lama mereka hiatus dari kegiatan olahraga pagi bersama, barulah hari ini kebiasaan itu bisa kembali terlaksana.

Disebabkan minimnya waktu yang dimiliki oleh Fath, ia jadi lebih sering membunuh waktu dalam jarak ratusan kilometer. Oleh karena itu, kesempatan yang memburunya pagi ini, ia gunakan dengan baik.

"Kamu lari aja gapapa kali Al, aku bisa jalan-jalan sendiri, nanti juga bakal ketemu di taman."

Lelaki itu hanya termenung tanpa menggubris ucapan Kanya. Ingin sekali rasanya ia jogging pagi ini, tapi mana ada suami yang tega membiarkan istrinya yang sedang hamil berjalan di trotoar jalan seorang diri.

"Ya kali aku tega biarin bumil cantikku ini jalan sendiri, nanti kalau diambil orang, aku yang kelimpungan nyariin kamu," balas Fath berusaha menanggapi dengan guyonan.

"Apaan sih, aku udah biasa kamu tinggal."

"Loh malah curcol, hahahaha."

Fath merangkul baru Kanya saking gemasnya. Tak lupa, telapak tangannya juga mulai bereaksi mengelus puncak kepala Kanya dengan sedikit kasar, membuat jilbab yang digunakan Kanya tak rapi lagi.

"Ini jilbab aku rusak gara-gara kamu lho ya," peringat Kanya sambil melepaskan diri dari kukungan Fath. Segera ia membenarkan posisi jilbabnya.

"Kamu mau gimanapun juga cantik, kan kamu bidadariku."

"Udah ih sana. Kamu lari aja, daripada gombal terus." Ia mendorong tubuh Fath agar menjauh dari posisi kakinya berpijak.

"Really? Nggak kangen? Kan katanya Dilan, rindu itu berat."

Kanya mendengus kasar, tangannya mengepal dan memukul pelan lengan Fath. "Kan itu kata Dilan. Kalau kataku, lebih beratan berat badanku! Naik sepuluh kilo dalam empat bulan, Ya Allah!"

Derai tawa Fath seketika pecah, melihat tingkah lucu sang istri. "Pulang aja yuk, jadi pengen peluk peluk kamu kalau gini. Gemesin banget sih!!" Serta merta ia mencubit kedua sisi pipi Kanya.

"Sakit tau. Udah kamu lari aja biar nggak ikutan menggendut kaya aku," suruh Kanya lagi.

Sebab dibujuk terus menerus, akhirnya ia tergoda juga. Rencana awal ia ingin menjadi sosok suami-suami sayang isteri, namun ia gagal.

"Chup."

Mencuri sebuah kecupan di pipi kanan Kanya, Fath segera memacu langkah kakinya untuk berlari dan menjauh dari Kanya.

"Kutunggu di taman ya!" teriak Fath.

Kanya hanya geleng-geleng menyaksikan kelakuan Fath, yang menurutnya masih sedikit kekanakan untuk level seorang calon ayah.

***

Tiga puluh menit, yang Kanya butuhkan untuk menyusul Fath. Sesampainya di taman, segera saja Kanya mencari sosok suaminya. Ketika ia hendak mengirim pesan suara, matanya menangkap keheradaan Fath.

Kanya kembali mengembalikan ponsel pribadinya ke dalam saku gamis biru dongker miliknya, lantas berjalan menghilangkan jarak yang memisahkan.

"Assalamualaikum," salam Kanya, ia mencium punggung tangan Fath, lantas ikut duduk di sebelah Fath.

BIMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang