CHAPTER 8

6.1K 500 52
                                    

Keluar dari gerbong kedua kereta api Bogor-Jakarta, Fath bergegas mengotak-atik ponselnya dan memesan sebuah ojek online.

Keadaan Stasiun Gambir, masih seperti tadi pagi saat Fath said good bye to Jakarta. Masih ramai, dipenuhi manusia yang berlalu-lalang.

Tak mengindahkan suasana stasiun, yang memang tak pernah lolos dari buruan masyarakat, ia duduk di kursi kayu panjang yang berada di luar stasiun. Sedikit memiringkan tubuhnya, Fath berusaha mengambil smartphone miliknya dari saku celana seragam sekolah.

To : Humairahku ♥

Lagi di mana? Masih di rumah Bunda?

Baru beberapa menit ia mematikan ponsel, kelipan kembali muncul. Segera ia membuka pattern pola pada layar yang menyala terang.

From : Humairahku ♥

Iya Al. Kamu ke sini ya

Fath mengulum senyum, hanya sebuah balasan pesan dari Kanya membuat hatinya menghangat. Ia tak berniat membalas pesan Kanya, biarkan, yang terpenting ia telah mengetahui keberadaan istrinya. That's enough.

Namun, jangan pernah sepelekan arti sebuah pesan balasan bagi seorang perempuan. Perempuan lebih menyukai pesannya dibalas, walau hanya sepatah kata. Itu lebih baik, daripada tak membalas.

"Tiiinnnn."

Suara klakson sepeda motor membuyarkan fantasi Fath yang berkelana. Ia memasukkan ponselnya ke saku dan bangkit dari duduknya.

"Mas Fath yang pesan Gojek?"

Fath mengangguk mantap tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Ia lebih memilih langsung duduk di belakang lantas menyuruh sang pengendara untuk menyalakan sepedanya.

Di tengah perjalanan, adzan Maghrib berkumandang. Hingga suara adzan sampai di indra pendengaran Fath. Ia langsung menepuk bahu pengendara gojek yang ia pesan.

"Mas, kalau ketemu masjid berhenti dulu ya."

Tanpa menoleh, pengendara gojek melihat Fath dari pantulan kaca spion. "Nggak langsung pulang Mas?" tawarnya.

"Nggak mas, sholat dulu."

Tak ada percakapan yang tercipta. Sampai ketika motor yang mereka tumpangi berhenti di pekarangan masjid di samping jalan raya. Fath turun dan menyerahkan helm hijau khas ojek online yang ia tumpangi kepada tukang gojek.

"Mas nggak sholat dulu nih?" tegur Fath saat ia tak melihat pergerakan sama sekali dari lelaki di hadapannya ini.

"Nggak Mas. Anda saja yang sholat," jawabnya tak berminat.

"Mas Islam?"

Lelaki yang notabenenya tukang gojek, secara serta merta menoleh dengan tatapan tak suka. "Bukan urusan Anda."

"Mas Islam kan?" ulang Fath tanpa mengindahkan ucapan yang terlontar.

"Iya."

"Ya ayo sholat dulu, ngapain malah duduk di sepeda motor gini," ucap Fath dengan nada menyindir.

"Saya mau ngerokok dulu Mas, Anda saja yang sholat."

"Mas namanya siapa?"

"Andri."

"Mas Andri." Fath mengambil bungkus rokok dari tangan Mas Andri. "Sebagai seorang muslim lebih baik kita melaksanakan kewajiban kita dulu. Nggak baik nunda-nunda sholat."

Air wajah Mas Andri seketika mengganas, rahangnya mengeras, ia pun langsung berdiri menjauh dari motornya.

"Apa-apaan ini! Ini hidup saya, suka-suka saya. Kalau nggak sholat, yang dosa saya. Kenapa anda yang repot?" bengis Mas Andri.

BIMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang