CHAPTER 9

5.4K 441 65
                                    

Fath merogoh saku di sisi kiri atas baju seragamnya, ia mengambil secarik kertas berwarna pink yang kemarin sore ia terima.

Mengamati lekat ke arah surat tersebut, dahinya pun berkerut. Ia berpikir keras, berusaha menerka siapa gerangan yang telah memberinya surat.

"Lu siapa sih?" Fath bermonolog lirih sembari menatap secarik kertas yang siap ia buka.

Kali kedua ia membuka dan membaca setiap rangkaian kata yang tercipta. Hanya sebuah kalimat pendek, namun entahlah, Fath merasa kalimat ini sangat berarti bagi dia yang mengirimkan surat.

Finally, I found you.

Ya, hanya itu. Sebuah kalimat yang terbangun dari tiga kalimat berbahasa inggris. Jika mengulang-ulang kalimat tersebut dalam akalnya, ia tahu terdapat sebuah makna tersirat di sana.

"Ngapain Fath?"

Fath menengok ke belakang, ternyata Kanya telah selesai memasak dan sekarang istrinya itu berjalan ke arahnya. Sesegera mungkin, Fath melipat asal surat misterius tersebut dan menyimpannya dalam tas ransel bagian depan.

"Nungguin kamu."

"Heleh. Nungguin apa, orang kamu aja sibuk melamun," sindir Kanya membuat Fath memunculkan cengiran khas miliknya.

"Masak apa?" tanya Fath berdiri di samping Kanya.

"Masak gurame asam manis, masakan spesial untuk bekal suamiku." Kanya menekankan kata suamiku, sehingga Fath tak bisa menyembunyikan senyumnya.

"Sebenernya nggak perlu masakan spesial, karena orang yang spesial udah ada di sini." Fath mencuri sebuah ciuman yang ia tujukan ke pipi Kanya.

"Eh eh eh, siapa suruh gombal sih?" protes Kanya, yang sebenarnya untuk menyembunyikan rasa malunya.

Kedua pipi Kanya telah mencetak semburat merah. Sekuat tenaga Kanya membuang muka agar Fath tak dapat melihat wajahnya yang telah merah, semerah tomat mungkin.

"Ciiee blushing," celetuk Fath.

"Apaan sih Al. Buruan makan," usir Kanya. Ia mendorong punggung Fath agar menjauh darinya dan segera memakan sarapan.

"Iyadeh, yang salting mah beda." Setelahnya, Fath ngacir ke meja makan.

Kanya yang dasarnya sudah tak kuat menghadapi gombalan Fath, memilih bungkam. Ia sibuk menata bekal untuk suaminya. Mengisi tempat makan di meja dengan beberapa centong nasi, tak lupa ia masukkan masakan spesial untuk Fath.

Sepertinya ada yang aneh dengan Kanya. Sudah sekitar satu tahun ia mendapat gombalan receh ala Fath, namun, bukannya semakin kebal, justru ia semakin tersipu. Dan juga, jantungnya selalu berdegub kencang saat diperlakukan manis oleh Fath. Sepertinya ia harus pergi ke dokter. Iya dokter, dokter cinta.

"Oh iya Al."

Suara decitan kursi yang digeser, mengiringi sebuah awal percakapan mereka. Kanya menatap Fath serius, dengan tangan sibuk mengambilkan nasi dan lauk ke piring kosong Fath.

"Hhmm."

"Nanti aku izin ke rumah Viranda ya."

"Emang dia nggak sekolah apa?"

Kanya membuang napas kasar. "Ya sekolah. Kan pulang sekolah bisa," bela Kanya.

"Mau ngapain emang?"

Tatapan jengkel bercampur kilatan marah menyelimuti manik hitam Kanya. Ia lagi-lagi membuang napas kasar. "Main. Aku kangen sama Viranda tau!"

"Lagian nanti juga Zul datang ke rumah Viranda," lanjut Kanya.

BIMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang