^^Minta vote comment nya dong^^
Terhitung beberapa waktu dari kali terakhir Brian mengetahui fakta mengejutkan tentang pernikahan Fath. Ia masih belum menemukan siapa gadis misterius pemilik nama berinisial PF.
“Gue harap cara terakhir ini bisa berhasil,” tuturnya. Di saat bunyi bel bordering dan teman-temannya berhambur keluar kelas, sebuah ide seketika tercetus dalam otaknya.
Ia telah berusaha semaksimal yang ia bisa guna membantu Fath. Ia telah tanya ke semua temannya, tapi tak ada yang mengenal. Ia bertanya di setiap group sekolahnya, tapi hasilnya tetap nihil.
Ia pernah berusaha iseng melihat name tag setiap siswi perempuan yang lewat di gerbang saat pulang sekolah sampai ia dipandang bergidik, tapi masih tak membuahkan hasil.
Sebenarnya itu cewek nyata atau maya sih? Gimana bisa semua temannya tak ada yang mengenalnya. Sungguh aneh.
Merelakan jam istirahat yang biasanya ia gunakan untuk menikmati bakso dan es teh manis di kantin, Brian berniat untuk datang ke bagian kesiswaan. Ia ingin meminjam data siswa yang tersedia. Pada akhirnya Brian yang awalnya ingin mencari tahu sendiri harus meminta pertolongan bagian kesiswaan.
“Permisi Pak.”
Pak Sanjaya –guru bagian kesiswaan– yang awalnya sibuk dengan laptop di mejanya, melepas kacamata kemudian berdiri menghampiri Brian.
“Iya, ada apa?”
Brian bingung bagaimana cara mengatakannya. Pasalnya di sekolah ini data siswa tidak dengan mudah ditunjukkan kepada sembarang orang, untuk menjaga privacy.
“Lebih baik duduk dulu saja, kamu kelihatannya bingung,” sela Pak Sanjaya di tengah-tengah pemikirannya.
“Eh, baik Pak.”
Dua lelaki muda dan tua tersebut duduk di sofa tunggal yang ada di dalam ruangan. Brian menggosok kedua telapak tangannya, berusaha menghilangkan rasa canggungnya.
“Jadi ada apa––“ Pak Sanjaya melihat name tag Brian kemudian lanjut bertutur, “Brian?”
“Saya mau pinjam data siswa anak kelas X, XI, dan XII Pak?” tanyanya to the point.
Tentu saja Pak Sanjaya memicingkan matanya sangsi. Amat jarang beliau menemukan siswa yang menginginkan data siswa di sekolah ini.
“Untuk apa? Kamu kan tahu kalau sekolah tidak bisa dengan sembarangan membagikan data siswa.”
“Mati gue! Alesan apa nih gue,” rutuk Brian dalam hati.
Mata Brian sontak terpejam seraya memutar otaknya mencari alasan yang tepat, yang bisa meluluhkan atau mengelabui gurunya ini. Ingatan tentang Fath yang telah menikah membuat Brian menemukan ide brilliant.
“Saya butuh alamat teman-teman supaya mudah nanti kalau mau nyebar undangan nikahan Pak.” Sebaris kalimat penuh tipu daya lolos begitu saja. Dengan rasa pede yang luar biasa, Brian memamerkan senyum bangganya.
Tepat sasaran, Pak Sanjaya sepertinya mulai masuk dalam tipuannya. Beliau terlihat bimbang antara memberi atau tidak.
“Kasih aja Pak,” batinnya memprovokasi.
“Memangnya kamu sudah mau nikah Brian?” kalimat tanya tersebut yang diucapkan Pak Sanjaya, menyebabkan Brian harus mempontang-panting otaknya mecari alasan pendukung.
“Kan saya sudah kelas tiga, ya siapa tahu setelah lulus saya ketemu jodoh Pak.”
Alasannya kali ini terdengar sedikit logis, ya karena tidak ada yang bisa menebak masa depan. Menebak apa yang akan terjadi satu detik kedepan saja tidak bisa. Seperti Brian yang sekarang sedang jedag jedug menanti jawaban bapak guru di hadapannya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIMI
روحانيات#SEQUEL ALKA# (Private) Layaknya sebuah hijrah yang harus diuji agar dapat dikatakan beriman dan bertawa. Cinta juga begitu, ada ribuan barisan ujian di balik pintu rumah tangga setelah terucap kata cinta. Laki-laki, masih dengan harta, tahta, wanit...