03. Heartbeat

3.3K 135 11
                                    

Udara segar keluar-masuk dari jendela kamar yang terbuka lebar. Pemandangan di bawahnya adalah hamparan tanaman kesukaan Mama Raina, yaitu Pohon Hortensia lengkap dengan bunganya.

Warnanya sangat cantik. Tiap hari Raina makin jatuh hati dengan bunga-bunga itu, mau memetiknya sebagai pajangan di kamar, tapi pasti dimarahi Mama kalau ketahuan. Huft, melihat dari atas sini juga bagus, kok.

Kalau dipikir-pikir kejadian tadi sore di sekolah tuh agak bingung. Dia tak salah lihat kan kalau tadi Arga? Kalau rasa sukanya makin kentara begini, Raina jadi sulit untuk mengubur rasa bersalahnya kepada mantan Arga waktu itu. Seakan ia menjilat air ludah sendiri.

Raina mengetuk-ngetuk meja dengan jemari tangannya. "Gue bingung, gimana caranya berhenti suka? Rasa takut ini kebayang terus masalahnya." Raina semakin frustasi dengan posisi dia ditengah-tengah. Jujur, ia memang menyukai Arga itupun bisa 50:50 kalau perasaan hanya 'menitip salam dari teman gue' masih membekas.

Ting!

Ponsel Raina berbunyi yang artinya ada pesan masuk. Raina mengambil ponselnya yang tergeletak tak berdaya di meja dan mengusap layarnya.

Zahra :
|Rai, besok lu ke kelas gue yaa.

Raina :
Ngapain?|
kalo mau ke kelasnya Dhania gue gak mau ah.|

Zahra :
|gak elah, takut amat sih lu.
|lagian sekali-kali ke kelas gebetan.
|kadang gue suka kasian sama lu. Tiap hari kalo gak ngumpet dibelakang gue ya lari ngibrit cuma biar gak ketahuan sama dia.

Raina :
bukan masalah takut atau gak, Zah. Tapi, masalah harga diri tau.|

Zahra :
|emangnya lu punya harga diri? |Setahu gue, sih, lu gak punya. Wkwkwk:v




Setelah itu Raina tidak membalas pesan dari Zahra. Menyebalkan memang saat kita berbicara serius, teman malah menganggapnya sebagai lelucon dan pada saat kita lagi menebarkan lelucon malah menganggapnya serius. Terbalik, kan?

"Rainaaa. Turun Nak, ada yang cariin kamu tuh," teriak Mama Raina dari lantai bawah.

"Iya Ma, sebentar." Raina langsung bergegas turun ke bawah untuk menemui seorang tamu yang tak diundang.

Dengan langkah gontai Raina menemui Mamanya terlebih dahulu. "Siapa Ma? Zahra atau Dhania?" tanyanya.

"Kamu temui aja langsung di ruang tamu," jawab Mama.

Mau tak mau Raina harus berjalan lagi menemui seseorang di ruang tamu. Dia gak tahu apa kalau Raina malas pakai banget disuruh mondar-mandir pas hari libur. Raina hanya ingin ditemani oleh ponsel, snack dan kasur yang empuk. Udah itu aja, kok.

"Siapa ya?" tanya Raina dengan malas saat sampai di ruang tamu.

"Oh, ini gue mau balikin novel lo yang jatuh waktu di sekolah kemaren," jawab suara khas yang dikagumi Raina selama ini.

Arga?

Raina mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia masih tak percaya bahwa yang berada di depannya sekarang adalah seseorang yang dikaguminya.

"Eh, gue boleh duduk gak? Pegel nih lama-lama kaki gue disuruh berdiri mulu," keluh Arga sambil mengusap kakinya.

"O---oh i---iya silakan duduk. Hmm ... mau minum apa, Ar?" tawar Raina agak sedikit tergagap dan tangannya sedikit berkeringat kemudian Arga langsung duduk di sofa panjang sementara Raina di single sofa---berseberangan dengan Arga.

Pengagum Rahasia ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang