22. The Boy(s)

1.2K 60 1
                                    

Cerita akan berakhir jika si pemeran utama sudah terbebas dari kejamnya tokoh antagonis di sebuah novel.

Namun, yang dibenci adalah jika cerita berakhir dengan sad ending. Dimana si pemeran utama jatuh sakit dan pada akhirnya meninggal dunia, atau seseorang yang ia cintai tidak memilihnya. Bukankah itu yang sangat paling dihindari oleh pembaca?

Begitupun gadis yang tengah membaca novel dengan duduk bersimpuh di belakang pojok kelas. Udara dingin menyelimuti ruang tersebut, tampak kaca yang dihinggapi embun pagi, dan masih terlihat kabut-kabut pagi menutupi pemandangan.

Kelas juga sangat terlihat sepi baru empat orang yang datang termasuk dirinya, maka ia memutuskan untuk membaca novel yang dibelikan orang tuanya kemarin. Katanya hadiah untuknya karena selalu rajin belajar.

Surprise?

Bisa jadi, karena setelah pulang dari Kedai Es Krim waktu itu Raina kaget karena ada mobil yang terparkir di depan rumahnya. Mungkin temannya Kak Adin biasanya selalu main kalo hari libur. Tapi, pas ia membuka pintu ternyata orang tuanya.

Setelah itu, keesokkan harinya mereka jalan-jalan untuk menebus selama weekend tidak pernah berlibur.

"Senyum mulu, keram nanti pipinya."

"Siapa?" gumamnya.

Spontan Raina berdiri dan menerawang ruang kelasnya, tetapi gak ada siapa-siapa.

"Gue di sini," ucap orang itu.

Suaranya berasal dari arah kanan. Jende---

"SHAM! AH, GILA LO MAH NGAGETIN ORANG MUL---"

"Berisik lo. Gak usah ngegas gitu ngomongnya."

"Ngapain di situ?"

Sementara yang ditanya malah tersenyum sambil membuka jendela dan menongolkan kepalanya. "Mau lihat lo."

Raina menatapnya jijik dan meninggalkan si kepala Sham di jendela. Niatnya untuk menenangkan diri dari cowok itu malah terusik, kenapa dia selalu muncul di saat mood-nya bagus. Pengacau memang.

Dan sekarang makhluk yang disebut pengacau itu duduk tanpa permisi di kursi milik Rinda yang belum datang pemiliknya. Raina memalingkan wajahnya, tak mau menatap cowok itu.

"Gue ganggu lo ya?"

"Banget," jawab Raina ketus.

"Ya udah, gue pergi." Sham berjalan keluar kelas, tapi sebelum melewati bilah pintu Raina segera mencegahnya.

"Gue mau ngomong soal Naya. I wanna talk to you, only four eyes," ucapnya dengan tatapan sama.

Sham pun juga tak berbalik masih dengan posisinya. Shock pasti. Sebentar lagi ia akan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.

Ia mengepalkan tangannya dan menghela napas panjang sebelum berkata, "Oke, gue tunggu di Kedai Es Krim pas pulang sekolah." Lalu, ia pergi.

Mata Raina mengekori tempat Sham berdiri tadi dan tak lama air matanya jatuh. "Untuk kedua kalinya lo bohong, Sham."

_____


Hari ini entah kenapa selera makan Raina berkurang seperti orang yang tak bertenaga, padahal keempat temannya sudah bolak-balik beli jajanan dengan beraneka macam.


DUG!

"Aaaaaww," rintih Raina.

Ia menemukan pesawat-pesawatan dari kertas dikakinya yang digunakan untuk menimpuk kepalanya tadi. Gak sakit sih tapi hampir mencolok mata. Setelah mengambil pesawatan itu, Aqila menjadi heboh.

"Wahhh jangan-jangan itu dari teroris, Rai."

Raina beralih menatap Aqila yang mulutnya terbuka lebar. Dengan malas ia merotasikan bola matanya. "Jangan lebay jadi orang deh. Siapa juga yang mau jadi teroris di sekolah."

"Ih bisa jadi dia nyusup kayak di film-film gitu yang sering gue lihat."

"Kebanyakan nonton film," sahut Zahra.

Dhania yang duduk di samping Raina melihat pesawatan di tangan Raina dengan coretan tulisan. "Kayaknya itu ada tulisannya, coba lo buka," pinta Dhania, meneruskan makannya.

Dengan gesit Raina membuka lipatan pesawatan itu yang sudah didesain rapi dan ternyata ada sebuah tulisan tangan yang tidak asing lagi baginya.



Hari ini jam 4 sore kita ketemu di tempat kemarin.

-Arga-




Raina menghela napas panjang dan membuang kertas itu ke tempat sampah.

Zahra yang melihat Raina membuang kertas pesawatan tadi hanya menatap horor, masalahnya ini pertama kali Zahra melihat Raina semarah itu. "K--kok di---dibuang?" tanyanya gugup.

"Bukan apa-apa." Lalu, ia tersenyum manis dan kembali memasang muka masam.

Gue tahu pasti ada hubungannya sama Arga dengan Sham. Kalau bukan karena itu Raina marah karena apa?, batin Zahra penasaran.


_____


Dengan yang sudah dijanjikan tadi pagi, Raina buru-buru ke tempat tujuan untuk meminta penjelasan dari tersangka yang selama ini sudah berbohong kepadanya. Raina pikir dia akan menjadi baik setelah dengan ikhlas ia memaafkan semua kesalahannya dulu, tapi kali ini ia salah besar. Untuk apa ia memaafkan orang yang menyembunyikan rahasia besar itu?

Seperti dugaannya kedua lelaki itu saling berhadapan. Yang satu terlihat emosi dan sangat terlihat dari kepalan tangannya bahwa ia sangat marah terhadap seseorang di depannya, sementara yang satunya lagi terlihat menenangkan orang yang emosi itu dan seperti menjelaskan sesuatu berulang kali.

Tetapi, mereka tidak hanya berdua. Mereka ditemani oleh seorang perempuan yang tengah melerai kedua lelaki itu. Ia pernah melihat perempuan itu.

Perkiraan Raina tak salah, kan? Dia adalah orang yang menelepon Sham waktu itu dan menghampiri ia dengan Arga di Kedai Es Krim.

Namanya,













"Halo, aku Naya."

Dia Naya.

Pengagum Rahasia ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang