"Kak, ayo pulang. Kak Shamuel ngapain, sih, nginep di rumah dia?" Gadis itu menarik tangan Shamuel, "kemarin Ayahnya Kak Shamuel cariin tahu."
"Cariin? Sejak kapan Ayah cari gue?"
Gadis itu terdiam.
"Buat apa gue pulang kalo mereka gak peduli sama sekali ke gue? Yang ada mereka muji Kakak daripada gue," lanjutnya.
"Kak, Naya tahu perasaan Kak Shamuel gimana, tapi apa dengan cara Kakak yang kabur-kaburan bisa selesain masalah? Nggak, kan? Jadi, ayolah Kak Shamuel pulang."
Sham menggeleng dan beranjak masuk ke rumah yang menjadi tempat persembunyiannya, dalam pikirannya apa yang dikatakan sepupunya itu benar namun hatinya sudah terlampau sakit mengingat perlakuan orang tuanya.
Sekeras apapun Naya mencoba untuk membujuk Sham, tetap saja hatinya sudah sekeras batu.
Satu-satunya cara untuk membujuknya adalah meminta bantuan nomer diponselnya.
%♡%
Gadis bersurai hitam legam itu berlari menuju alamat yang tadi dipinta oleh sang penelepon. Napasnya tersengal-sengal, setiap beberapa langkah ia berhenti untuk mengambil oksigen.
Hingga ia sampai di sebuah tempat.
"Nay?"
Naya menengok ke belakang dan seseorang yang ia tunggu akhirnya datang. "Iya."
Raina duduk di kursi yang diikuti oleh Naya. "Mau apa lo telpon gue suruh ke sini? Ada masalah?" tanya Raina sewot.
"Tenang, Rai. Gue telpon lo cuma mau minta bantuan."
Raina mengernyit. "Bantuan? Bantuan apa?"
"Gue minta lo bujuk Kak Shamuel untuk pulang ke rumah. Dia tuh keukeuh banget, gak mau pulang dari rumahnya Arga."
Hah? Arga? Jadi selama ini mereka tinggal serumah? What the---?, batin Raina.
"Tapi kenapa harus gue?"
"Soalnya yang gue tau sejauh ini orang yang deket banget dan ngerti keadaannya Kak Shamuel cuma lo."
"Hhmm ... tapi, kan, Nay itu dulu seb---"
"Iya iya, gue tau semuanya kok. Lo marah sama Kak Shamuel soal 'mantan' sahabat lo itu, kan?" ucap Naya dengan mengutip kata mantan dengan jarinya.
Mendengar kalimat itu, Raina hampir menceloskan matanya keluar. "Sham cerita semuanya ke lo?"
"Setengah iya setengah tidak. But, I can't believe kalo yang salah itu Kak Shamuel. Tapi, gue yakin seratus persen itu cuma salah paham."
"Bahas yang lain, gue gak mau bahas soal ini." Raina berdiri namun dicegah oleh Naya dan membuatnya kembali duduk.
Naya menatap lawan bicaranya seakan ia ingin meyakinkan kalau semua itu hanya salah paham. "Rai, mungkin lo udah muak dengar penjelasan dari Kak Shamuel, tapi gue mohon sama lo, sangat amat memohon. Please, you back with him karena lo doang Rai yang bisa."
Tapi ... gue gak yakin sama dia. Apa Naya mencoba biar gue gak deket lagi sama Arga? Dan Naya bisa deketin Arga? Ooohhh jangan sampai, tapi gimana sama Sham? Ya ampun, ini hati gampang bat bolak-baliknya, batin Raina berargumen.
Naya melambaikan tangannya di depan muka Raina, tak lama Raina terbangun dari lamunannya. "Gimana, Rai? Mau kan?" tanya Naya.
Bola mata Raina menerawang lurus ke arah air pancuran ikan yang pertama kali ia lihat di tempat ini, bersama Arga. Ini masalah hati, hati yang berbicara dan hati pula yang memutuskan untuk kemana ia berlabuh.
Dan Raina memutuskan untuk ....
"Gue gak bisa balik ke Sham dengan catatan seperti dulu, tapi gue bisa balik ke Sham dengan catatan sebagai teman," Raina tersenyum dan menatap Naya dengan tulus tanpa campuran amarah kesal, "Nay, hati gak bisa dipaksa. Sekeras apapun kita berjuang untuk memisahkan, kalau catatannya bersatu pasti akan bersatu."
Zita, I got her smile. You don't need to be sad anymore and I promised to pay her grief You've ever done.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengagum Rahasia ✔
Teen FictionCerita ini akan mengantarkanmu mengapa seseorang bisa menjadi 'Pengagum Rahasia' dan kenapa rasa suka terhalangi oleh luka lama? Demi mengungkapkan kebenaran 'mantan sahabatnya' ia harus rela berdamai dengan masa lalunya. Masa lalu itu dulu menjadi...