Setelah makan-makan di kantin dan bergosip sedikit tentang berita baru seputar sekolah, mereka kembali ke kelasnya masing-masing. Namun, sebelum itu Aqila meminta Aulia untuk menemaninya ke kamar mandi sekolah dan berpesan; kalau kalian mau ke kelas duluan gak apa-apa, nanti biar gue sama Aulia.
Selama perjalanan di koridor lantai satu, Raina tampak murung dan hanya menatap satu persatu lantai yang ia lewati. Zahra dan Dhania melihatnya hanya menyambungkan obrolannya lewat kontak batin, apa yang harus mereka lakukan agar mood temannya ini kembali.
"Raina, nanti gue main ke rumah lo, ya. Soalnya di rumah gak ada orang, nih," ucap Zahra berbohong.
Raina menoleh. "Emangnya Ibu sama Adik-Adik lo ke mana?" Raina mengernyit.
Zahra melirik-lirik ke arah Dhania, tetapi Dhania membalasnya dengan tatapan kalau yang dilakukannya itu adalah hal terbodoh. "Umm ... Ibu sama Adik gue ... o---oh iya, mereka lagi ada kondangan di rumah sodara."
"Sodara? Lah, kok lo gak ikut."
Banyak bacot juga, nih, si Raina. Bikin gue muter-muter lagi, kan, cari alasannya. Untung teman, batin Zahra.
"Kan, Zahra disuruh jaga rumah makanya dia gak ikut pergi kondangan. Iya, kan, Zah?" ucap Dhania sambil merangkul Zahra dengan tatapan mengerikan.
"I---iya."
Raina bergedik dan mengubah pandangannya ketika sosok yang ia cari muncul di depannya dengan wajah yang pertama kali ia lihat saat keduanya tidak saling kenal---pada waktu MOS berlangsung.
Zahra dan Dhania yang masih saling merangkul segera melepaskan rangkulannya dan beralih dengan dua makhluk di depannya. "Eh ada Arga, ya udah, deh, karena ada Arga, gue sama Zahra balik ke kelas duluan, ya. Daaahh Rainaaa," ucap Dhania yang langsung melesat pergi membawa Zahra juga.
Pupil Raina membesar saat tahu temannya pergi meninggalkannya sendiri---berdua dengan Arga. Raina masih menatap temannya yang sudah menaiki tangga dan berlari di lorong untuk sampai di kelas.
Di sini Raina menelan ludahnya dengan susah payah, memegang erat roknya karena takut Arga akan memarahinya lalu menunduk. Kok, gue jadi takut, ya? Padahal di depan gue ini sama-sama manusia, batinnya.
Disisi lain, Arga memang menatapnya dengan sangat amat menakutkan, tapi bukan berarti ia sedang marah. Namun, ia kesal pada dirinya sendiri karena sudah melanggar janji terhadap Naya.
Hening.
Suara deheman dari Fathan membuat mereka menoleh, "Ngapain lo berdua? Dilihatin, noh, sama kakel. Hahaha kasihan gue sama kakelnya iri dengan kemesraan kalian berdua," ledek Fathan dan melenggang pergi.
Untuk saat ini Raina harus memberanikan diri. Kenapa harus malu? Toh, Arga juga sudah tahu kan tentang perasaannya terhadap cowok itu, jadi apa yang mesti ditakutin lagi. "Ar, e---elo ma---marah sama gue?" tanyanya.
"Sejak kapan lo suka sama gue? Kapan? Kok, lo berani-beraninya suka sama sahabat lo sendiri, hah?"
Deg!
Hati Raina kembali bergejolak setelah ditutup rapat-rapat untuk kesekian kalinya. Sudah dibilang risikonya terlalu besar untuk menyukai cowok seperti Arga, belum juga tentang fangirl-nya. Itu semua rumit, tidak semudah orang-orang berbicara.
"Hahaha suka, ya? Gu---gue suka sama manusia di depan gue ini sejak pertama kali masuk dunia ini, SMP. Dan manusia inilah yang telah melupakan gue dengan masa lalu gue, dia telah menghidupkan rasa yang telah mati menjadi bersemi kembali, dia manusia bego yang gak punya otak, nyebelin, dan selalu bikin gue naik darah. Entah sejak kapan gue mengaguminya, kemudian gue dekat sama dia. Manusia yang gue pikir sangat kaku ternyata dia baik banget, gak sombong walau terkadang sifatnya itu yang bikin orang jengkel. Gue gak suka dia, tapi mengaguminya," ungkapnya.
Karena ucapannya itu, Raina dilirik oleh murid yang sedang berlalu-lalang di koridor. Seharusnya gadis itu merasa malu saat ini, tapi rasa malu itu tertutup dengan emosinya. Emosi karena ia hanya bisa mengagumi dari dalam hati.
"Mulai sekarang lo jauh-jauh dari gue, gih." Arga memasukan tangan kanannya ke kantong celana dan menatap Raina dengan datar.
"Hah? Maksud lo, lo---" ucap Raina dengan mulut ternganga. Gila, apa cewek-cewek yang lain tidak boleh menyukainya, atau sekedar mengaguminya seperti yang gadis itu lakukan saat ini? Kalau iya, mengapa ia masih bersikap menjengkelkan.
"Terserah apa mau lo, Ar. Intinya terimakasih membuat gue sakit untuk kedua kalinya, terimakasih udah menjadi teman yang sangat baik," Bola mata berwarna hitam pekat milik Raina sudah dipenuhi oleh cairan bening yang akan siap turun ketika gadis itu memejamkan matanya. Namun, Raina berusaha agar cairan bening itu tidak tumpah, "dan sorry juga kalo gue bikin lo gak suka karena gue suka sama lo." Tersenyum walau kenyataannya sangat pahit. Dengan cepat Raina pergi menuju kelasnya dan menghilang dari pandangan Arga.
Maaf, Rai, batinnya.
%♡%
Braaakk!!!
Arga menutup pintu kamarnya dengan sangat kencang. Untungnya saja penghuni rumah saat ini sedang pergi ke sebuah acara, Arga tidak ikut karena masih berada di area sekolah. Ia menaruh tasnya di atas meja belajar dan menjatuhkan tubuhnya ke kasur yang empuk itu.
Seketika wajah Arga menjadi pucat pasi memikirkan kejadian tadi. Ia tak tega menyuruh Raina menjauh darinya apalagi hatinya ini entah sejak kapan tumbuh perasaan yang sangat baru dengan orang yang berbeda, mungkin dirinya tak menyadari hal itu, tapi bagaimana pun juga perasaan tidak bisa dibohongi.
Dilain sisi, seseorang yang telah pergi jauh meninggalkannya akan berjanji kembali lagi hanya untuknya dan Arga juga sudah berjanji tak akan berpaling dari siapapun. Namun, perasaan bukannya bisa kadaluarsa juga, kan, layaknya produk yang kita beli di supermarket?
Tapi, inilah cinta. Inilah seorang manusia.
Arga mencoba membuka ponselnya yang berada di atas sofa, mengusap layarnya dan membuka ruang obrolan dengan seseorang yang mengirim pesan beberapa waktu lalu. Cowok itu menghela napas dan mencoba mengetik sesuatu.
Namun, dari seberang sana seseorang meneleponnya. Dengan hati yang bergemetar Arga menggeser tombol hijau dan menempelkan ponselnya ditelinga sebelah kanan.
"Halo?"
"Ar, apa kabar kamu disana? Pasti baik, kan, ya? Hehehe ... umm, sekolahnya gimana? Pasti temennya baik semua dan mungkin ada sifatnya kayak kamu yang ngeselin. Tapi, gak mungkin ada orang yang nyamain kamu."
Suara yang sangat ia rindukan saat ini muncul dan terngiang kembali. Betapa rindunya Arga dengan suara gadis itu, semenjak Naya pindah rumah karena pekerjaan orang tuanya, Arga tidak bisa lagi menemuinya.
"Nay?"
"Iya? Kok, kamu kayak orang sedih gitu, sih, suaranya? Ada apa disana? Kamu di-bully lagi ya."
"Nggak."
"Terus?"
"Kapan balik ke Indonesia?"
"..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengagum Rahasia ✔
Teen FictionCerita ini akan mengantarkanmu mengapa seseorang bisa menjadi 'Pengagum Rahasia' dan kenapa rasa suka terhalangi oleh luka lama? Demi mengungkapkan kebenaran 'mantan sahabatnya' ia harus rela berdamai dengan masa lalunya. Masa lalu itu dulu menjadi...