07. Bayangan Masa Lalu

2.2K 107 11
                                    

Rencana hari ini Raina mau mengembalikan kotak milik Zahra ke kelasnya habisnya kalau tidak dikembalikan kadang suka lupa.

"Zahra!" panggil Raina ketika sudah di ambang pintu.

Zahra yang duduk di belakang mengisyaratkan Raina untuk masuk ke dalam kelasnya, kemudian gadis itu memasuki kelas Zahra yang agak gaduh.

"Ada apa, Rai?" Zahra menatap Raina.

Raina mengulurkan tangannya dan menyodorkan kotak milik Zahra. "Ini gue balikin punya lo."

Dengan tatapan bingung Zahra mengambil kotak pink itu. Perasaan Zahra memberikan kotaknya itu kepada Fathan, mengapa sekarang ada di Raina. "Lah, kok kotaknya bisa ada di lo, Rai? Emangnya Fathan kenapa?" Zahra melirik kotak dengan Raina bergantian.

Raina duduk di kursi depan Zahra lalu Zahra menatapnya dengan serius dan menunggu jawaban dari pertanyaannya. "Katanya, dia mau balikin pas jam istirahat pertama tapi dia gak ketemu lo. Ya udah pas pulangnya dia kasih ke gue suruh balikin ke lo," ujar Raina.

Mulut Zahra hanya membentuk huruf o dan mengatupnya.

"Zah, gue pengen cerita. Tentang ... masa lalu gue," ucap Raina ragu-ragu.

Zahra mengangguk. "Cerita aja."

Raina menceritakan semua tentang masa lalunya, bagaimana ia berteman, berjuang dan akhirnya dikhianati. Mendengar setiap cerita yang diucapkan oleh Raina, Zahra hanya bisa mengeluarkan ekspresi kesal dan greget kepada orang yang diceritakan oleh Raina. "Ihhh kok kesel ya. Terus hubungan lo sama Zita sekarang gimana?"

Raina menopang dagu dan menggeleng. "Gue udah gak kontakan lagi sama dia semenjak kejadian itu. Lagipula gue takut kebayang lagi sama Sham."

Zahra mencoba menenangkan Raina, bagaimanapun juga ia pernah merasakan hal ini. Sebagai seseorang yang terlalu bodohnya dimanfaatkan oleh manusia yang sangat amat dekat dengan kita. Tertipu, dikhianati, and anything makes her broken heart.

"Oh iya, gimana lo sama Arga, udah deket, nih? Sekarang lo jarang cerita sama gue."

"B aja kok."


%♡%


Raina membawa setumpuk buku paket yang berjumlah 36 untuk dibawa ke ruang guru. Memang jarak dari kelasnya dengan ruang guru tidak jauh, hanya beberapa langkah saja sudah sampai."Ini gak ada yang mau bantuin gue apa. Capek, lho, gue bawa buku paket yang tebelnya naudzubillah," gumam Raina yang keberatan membawa buku paket itu.

Dari belakang seseorang membantu dan langsung mengambil setengah dari buku itu kemudian orang itu tersenyum. "Sini gue bantuin," tawarnya.

"Eh, Arga. Ma---makasih, ya." Raina menghela napas lega dan bebannya kini berkurang.

Huft, untung Arga dateng tolongin gue. Kalo nggak gue bisa kewalahan bawa semua buku paket ini.

"Emangnya temen-temen lo pada kemana gak ada yang bantuin?" Arga menoleh ke arah Raina dengan tatapan khawatirnya.

"Ada, tapi lagi pada piket, sibuk gak boleh diganggu." Raina mencari alasan, sebenarnya bukan karena piket, tapi teman-temannya menyuruh sepenuhnya kepada Raina. Raina adalah tipe orang yang gak bisa menolak permintaan temannya.

Arga hanya manggut-manggut padahal mengerti saja tidak.

Sampailah mereka di depan ruang guru. Seumur hidupnya Raina tidak pernah memasuki ruang guru; ruang itulah yang harus ia hindari, Raina juga tidak mau berurusan dengan guru.

Pengagum Rahasia ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang