Permainan mengaguminya akan berakhir. Akhirnya gue lega dengan perasaan yang telah gue pendam selama ini, dari gue yang tidak mengenalnya, diam-diam mengaguminya hingga menyukai, sampai teman-teman gue tahu akan hal ini.
Terimakasih, sudah memberikan gue waktu untuk mengenalnya lebih jauh dan menyukainya dalam bayangan.
Terimakasih juga untuk teman-teman yang telah mendukung gue sekuat tenaga kalian.
Dan pada akhirnya, gue kembali jatuh dan sakit.
_____
Raina menutup pintu kamarnya dengan perlahan dan kembali melanjutkan aksi loncat-loncatnya itu, setelah Adinda menegurnya seperti orang gila di ruang tengah.
Rasanya Raina ingin berteriak sekencang-kencangnya, namun kondisi rumahnya yang tak memungkinkan untuk melakukan hal itu.
Jantung Raina berdegup sangat kencang sampai terasa hingga ke wajahnya memerah alias mode on blushing. Besok, kenapa harus besok? Kenapa tidak sekarang saja Arga berbicara yang ingin ia bicarakan, tetapi kenapa Raina harus senang? Tidak juga Arga akan mengungkapkan perasaannya.
Yang pasti setiap orang akan senang jika orang yang mereka suka akan berbicara kepadanya.
Saking senangnya Raina mau berbagi cerita yang sangat amat menyenangkan ini---padahal tidak sama sekali---kepada Zahra. Raina mengambil ponselnya yang tergeletak tak berdaya di atas tempat tidur dan segera mencari kontak Zahra, lalu menekan tombol panggilan.
"Halo?"
"AAAAA .... ZAHRAAAA GUE SENENG BAT, TAU GAK!!!"
Suara melengking itu membuat telinga sebelah kanan Zahra agak sedikit bermasalah.
"Apaan sih lo, Rai? Telpon gue pake suara melengking begitu, untung aja gue langsung jauhin hape gue, kalo nggak, gue bisa budek."
"Ish, lo mah jahat bat sih jadi teman."
"Iya-iya, terus lo mau ngapain telpon gue? Ganggu gue lagi liat senja aja, nih."
"Senja atau Fathan, ya, Zah? Hehehe."
"Senja lah."
"Oh iya, kan lo sama Fathan udah gak ada apa-apa lagi. Ups, maaf Zah keceplosan."
"Oke, Rai, oke fine. Gue matiin ya telponnya."
"Eeeeehhhh ... jangan-jangan. Orang gue mau cerita juga."
"Udah cepetan cerita, daritadi lo cuma ngeledek gue."
"Maaf, maaf. Zah, gue tadi sama Arga habis dari kedai es krim, kan. Terus selesai dari sana Arga ngomong kalo besok di sekolah dia mau ngomong berdua sama gue."
"Yaelah cuma mau ngomong doang sampai segitu senengnya. Kan lo udah biasa tiap hari ngomong ama dia, santuy aja kali."
"Mau sama siapa lagi gue, Zah, cerita kayak beginian."
"Lah, kan, ada Kak Dinda. Emangnya dia kemana?"
"Males gue cerita ama Kak Adin, yang ada gue ntar digodain mulu sama dia. Orangnya rese banget."
"Kakak sendiri didzolimi gitu. Oh iya lo ud---ZAH, BANTUIN IBU SEBENTAR!!!"
Terdengar jelas ditelinga Raina di seberang sana ada suara Ibunya Zahra memanggil.
"Rai, sambung besok ya. Gue dipanggil Ibu, nih. Daaahh."
"Oke."
"Tuuut... tuuut... tuuut..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengagum Rahasia ✔
Teen FictionCerita ini akan mengantarkanmu mengapa seseorang bisa menjadi 'Pengagum Rahasia' dan kenapa rasa suka terhalangi oleh luka lama? Demi mengungkapkan kebenaran 'mantan sahabatnya' ia harus rela berdamai dengan masa lalunya. Masa lalu itu dulu menjadi...