21. Shy Away

1.2K 63 4
                                    

"Gue bingung sama kata-kata Zahra tadi. Dia bilang kalau Sham lebih baik dari Arga, tapi tatapannya itu gak meyakinkan," gumamnya pada diri sendiri.

Di area perumahan Raina kebetulan ramai dan jalan menuju taman yang dimana terletak Kedai Es Krim dihinggapi banyak manusia. Iyalah ramai orang hari libur.

Sehabis Zahra berpamitan untuk pulang. Raina membeli stok es krim untuk di rumahnya dikarenakan stoknya sedang menipis.

Lagi enaknya jalan tiba-tiba yang berada di dunia imajinasinya muncul dari sebelah kanan---setan emang.

"Astagfirullah! Ih, apaan dah lo bikin gue kaget aja." Raina mengelus dadanya karena sport jantung.

Yang barusan mengagetkan hanya tersenyum kuda. "Maaf, lagian gue juga gak kagetin lo," Lalu, ia berdehem, "atau jangan-jangan lo lagi lamunin gue, ya?"

Dengan cepat Raina menggeleng. "Gak. Geer banget jadi orang." Raina mengedikkan bahunya---jijik.

"Kan, gue ganteng. Siapa tahu lo suka lagi sama gue, iya kan?" goda Sham lagi.

Raina merotasikan bola matanya. "Bacot lo. Bisanya tebar pesona mulu jadi cowok, nanti aja ada cewek yang kecantol beneran sama lo terus klepek-klepek, tapi lo tinggalin begitu aja." Sebenarnya Raina sedang curhat atau nasihatin Sham?

"Maksudnya lo lagi ceritain diri lo sendiri? Kasihan amat, sih." Cowok itu mulai menertawakan gadis yang tengah emosi di sampingnya.

"Oke. Lo boleh ketawain gue, tapi awas aja kalo sampai omongan gue yang tadi bener," Raina mengepalkan kedua tangannya di depan muka Sham, "gue bakal habisin lo."

"Cium dulu sini."

Hening.

Tiba-tiba ada suara jangkrik krik!

Garing.

Kriuk.

Kress.

Ko---?

Ini orang lama-lama makin nyebelin. Tahu, ah, gue duluan aja. Raina berjalan mendahului Sham yang menatapnya senyum-senyum.

I don't want you to be sad, Rai. Jauhin Arga karena lambat laun kebenaran itu akan terungkap kalau---

Ponsel Sham bergetar di saku celananya. Ia merogohnya dan menatap display name bernamakan seseorang yang sangat dekat dengannya.

Segera ia menggeser tombol hijau itu dan teleponpun tersambung.



%♡%



08:39.

Setelah sepuluh menit di Kedai Es Krim dan waktunya tonton acara kartun ditelevisi. Gadis yang tadi sport jantung memutuskan untuk kembali ke rumah.

Namun, sebelum itu seseorang mencegahnya---lagi. Kemudian menarik tangannya menjauh dari tempat Raina berdiri tadi.

Hari ini kayaknya gue ketemu banyak orang, ya. Raina meniup poninya kesal dan menatap makhluk jangkung di depannya.

"Kenapa?" tanya cowok jangkung itu.

"Apanya kenapa?"

Raina bisa merasakan cowok itu menghela napas dengan kasar, mungkin ia marahkah? Tapi, Raina gak peduli---eh, bisa jadi. Bisa jadi ia menyetujui permintaan Zahra.

"Lo jauhin gue."

"Hah?"

"Akhir-akhir ini gue lihat lo selalu menghindar setiap ketemu gue."

"Hindar gimana?" tanyanya tak mengerti.

"Lo makin deket sama Sham."

Cemburu?

"Lah, dia kan teman lama gue. Apa hubungannya sama lo?"

"Gue gak suka," jawab Arga to the point.

"Gak suka? Apaan, sih, maksud lo? Tadi tiba-tiba langsung tarik tangan gue. Emangnya lo pikir gak sakit, hah?!" Raina mengamati tangan kanannya yang ditarik paksa oleh makhluk jangkung itu.

Arga mengikuti pandangan Raina; gadis itu terluka. "Maaf."

"Maaf? Emangnya hari ini hari apa, sih? Perasaan semua orang yang gue kenal bilang maaf ke gue." Raina menatap Arga.

"Sebelum gue menyampaikan sesuatu yang penting. Entah ini perasaan gue yang sebenarnya atau cuma halusinasi," Sekarang gadis itu menatapnya dengan intens, "oh iya, pertama gue mau jelasin kalau yang jagain lo pas di UKS bukan Sham, tapi gue."

"Jadi---"

"Iya, makanya waktu itu gue telepon lo cuma mau dengar kabar aja. Eeeehhh tapi lo ngegas gitu ngomongnya pakai acara bilang Sham yang jagain gue di UKS tadi." Arga mengikuti nada bicara Raina melalui telepon kemarin.

Raina tersenyum. Memangnya benar yang menjaganya di UKS adalah Arga bukan Sham? Kalau iya, Raina malu setengah mati. Apalagi dengan nada bicaranya yang terkesan nyolot. Bagaimana tidak nyolot, habisnya mau istirahat selalu diganggu oleh notifikasi yang masuk.

"Terus, lo nangis pas di UKS beberapa minggu yang lalu sambil peluk gue." Arga tertawa.

Blush. On. Mode. Pipi Raina berubah menjadi kepiting rebus. Darahnya mengalir ke pipinya.

Ah elah, masih inget aja ini orang.

"Itu pertama kali kita baikan, ya, setelah---"

"Setelah lo marah-marah ke gue di depan anak sekolah. Lo bentak-bentak gue, pokoknya parah banget."

"Dan lo nangis berhari-hari karena itu."

Mata Raina membelalak sempurna. Bagaimana cowok jangkung itu bisa tahu? Ada yang membocorkannya kah? Atau dia bisa baca pikiran seseorang? Bagaimana bisa? Aish, cowok itu sudah membuat Raina malu untuk kesekian kalinya. Raina pastikan setelah cowok itu selesai berbicara ia akan menjahit mulutnya.

"Benar, kan?"

"Siapa yang bilang? Gue gak pernah nangis, ya, kecuali pas gue kecil," elak Raina.

Arga melipat tangan di depan dadanya dan menyenderkan punggungnya ke pohon besar di belakangnya. Sebenarnya mereka berdua sedang berada di taman yang areanya lumayan sepi. Tidak sesepi hati Raina. "Bohong." Arga memicingkan matanya.

"Serius."

"Padahal temen lo sendiri yang cerita kayak begitu."

Seketika Raina mencebikkan bibirnya. "Siapa? Zahra? Dhania? Viola? Aulia? Atau Aqila?"

"Semuanya." Dengan santainya ia mengeluarkan kata itu.

Gila. Teman gue baik banget.

"Udahlah, gak usah dibahas," Air embun di kantong plastik berisikan banyak es krim itu mulai menetes satu persatu, pertandakan es krimnya sudah mencair, "apalagi yang mau diomongin. Cepetan, gue mau pulang."

Arga berdiri tegak. Menatap lama Raina yang tengah menjaga es krimnya agar tidak mencair seperti hatinya. Diujung bibirnya terlukis senyum dan akan mengucapkan kata-kata yang sangat dinantikan oleh Raina jika sang pengganggu tidak datang.

Kenapa harus datang sekarang?

Pengagum Rahasia ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang