Semua kembali dari awal saat-saat menjadi asing kembali. Katakanlah jika kau rindu, katakanlah jika kau suka, katakanlah jika kau benci. Karena jika kau berbicara yang lain maka cerita ini juga berubah-ubah seperti kulit bunglon.
Ujian Tengah Semester sudah usai beberapa hari yang lalu dan sekarang pengumuman ada di mading sekolah.
Biasanya Raina melihatnya ketika jam istirahat, tapi karena penasaran dengan nilainya ia memutuskan pagi-pagi setelah sampai di sekolah langsung melihat.
"Yeaaayyy ... gue naik lima peringkat."
"Alhamdulillah, gak sia-sia gue belajar."
"Yaaahhh ... scanner-nya rusak kali. Masa nilai gue jelek semua, padahal gue udah capek belajar malem mulu."
"Gue harus bilang Nyokap dan Bokap biar mereka percaya kalo gue gak bohong."
Seluruh koridor lantai satu membicarakan hasil mereka, saat Raina berjalan menuju mading ia berpapasan dengan Rinda. "Assalamu'alaikum, Rinda."
Rinda tersenyum dan melambaikan tangannya. "Wa'alaikumussalam, Raina. Kamu mau ke mana?"
"Mau ke mading lihat hasil ujian, mau ikut?"
"Sebentar, aku taro tas dulu," Gadis itu berlari ke kelas dan kembali lagi, "udah, ayo!"
Raina mengangguk dan berjalan menuju mading bersama Rinda.
Sesampainya di sana Raina langsung menimbrung dengan yang lainnya. Ia mencari deretan namanya yang tertera dengan telunjuknya.
Lembar Hasil PAS Kelas 8
Ranking 1
Dhania Lintang Cahyani
Rata-rata : 9,05Ranking 2
Arga Edwika Riyanto
Rata-rata : 8,86Ranking 3
Raina Azzahra
Rata-rata : 8,67Ranking 4
Qonitah Anjani
Rata-rata : 8,48"Rin, nama lo ada gak di lembar pertama?" Raina menoleh ke arah Rinda yang masih mencari namanya.
"Belum," Tiba-tiba ia menghembus napasnya kasar, "yaaahhh mungkin lagi gak beruntung kali aku."
"Lagi gak beruntung kenapa?"
"Aku peringkat 14, gak masuk 10 besar kayak kamu."
"Gak apa-apa, Rin. Bersyukur masih ada dilembar pertama daripada dilembar ketiga yang rata-ratanya dibawah," ucap Raina menyemangati Rinda.
"Oke."
Raina mengacungkan jempolnya dan beranjak ke kelas, namun satu lagi menghalanginya. "Gue mau ngomong."
"Ngomong aja. Gue mau ke kelas masih banyak tugas," ucap Raina ketus lalu menarik Rinda yang tak tahu apa-apa.
%♡%
"Sham, udeh lihat mading belom?" tegur Alex---teman sebangku Sham.
Sham menggeleng dan terlihat masa bodoh dengan nilainya. "Nanti ajalah lihatnya, gue males banget turun ke bawah."
"Ooohhh oke kalo begitu." Temannya itu pergi bergabung dengan yang lainnya.
Pletak!
"Anjir sakit goblok!" umpat Sham saat melihat orang di belakangnya memukul kepalanya dengan tempat pensil besi.
Viola setengah mencibir, "Gue Viola, ya, bukannya goblok. Enak aja ngatain gue."
Sham mendengus kesal. "Kalo gak goblok apa namanya? Setan? Atau buntelan lemak? Hahaha." Cowok itu tertawa terbahak-bahak.
Pletak! Pletak!
Kini tangannya yang menjadi sasaran pukulan gadis itu. "Bisa gak, sih, gak pake pukul-pukul? Sakit gila."
"Lagian ngomongnya gak bagus bat. Belum aja bibir lo ntar gue selepet."
"Bilang aja minta cium," goda Sham.
"Iiihhh jijik bat gue."
"Shuuutt ... berisik aja kalian pagi-pagi," lerai Zahra yang baru datang.
"Ini temen lo, Zah. Katanya minta cium sama gue." Sham tersenyum jahil lalu menatap Viola yang mendelik tajam.
"Nggak, emangnya siapa yang modus duluan? Dasar mayat pucat."
"Yeuuu ... lemak tempe."
"Mata minmin."
"Buntelan lemak."
"Gendut badut."
"Isshhh ... berisik banget. Gue bilang ke Bu Rere biar dihukum kalian," ancam Zahra lalu ia duduk.
"Ntar gue bilangin ke Fathan, lho," ucap mereka berdua barengan.
"Iiihhh lo ngapa barengan sama gue ngomongnya?"
"Lo aja kali, gue mah nggak," ucap Sham ketus dan kembali menghadap depan.
%♡%
Gadis beralis tebal itu menuruni tangga lalu berbelok menuju kantin. Di kantin ia hanya membeli dua roti pizza dan susu kotak.
Setelah itu ia menaiki tangga lagi menuju kelasnya. "Woaaahh ... roti gue jatoh."
Saat gadis itu ingin mengambil rotinya ternyata ada tangan lain yang mengambil duluan. "Ini."
"Terima kasih."
"Zah, gi---gimana hubung---bungan lo sama Mika?" tanyanya tergagap.
Zahra menaikkan satu alisnya. "Hubungan apa? Gue gak ada hubungan sama dia," jawab Zahra membantah.
"Emang iya?"
"Lo kan temen satu kelasnya masa gak tahu," Zahra menghela napas, "dia udah balikan sama mantannya. Yaaa mungkin gue cuma pelampiasannya aja kali ya."
"Begini, Zah. Kalo misalnya ada yang suka sama lo tapi gak berani ungkapin gimana?"
"Gimana, ya. Gak apa-apa, sih, ungkapin aja selagi orang itu bisa, urusan hati orang yang diungkapin itu belakangan asalkan kita udah jujur dengan perasaan sendiri."
"Kalo gue mulai suka sama lo gimana?" Fathan on point.
Apa? Gue gak salah denger, kan? Dia beneran ngomong kayak begitu.
Pikiran Zahra langsung campur aduk lalu buru-buru lari ke kelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengagum Rahasia ✔
Teen FictionCerita ini akan mengantarkanmu mengapa seseorang bisa menjadi 'Pengagum Rahasia' dan kenapa rasa suka terhalangi oleh luka lama? Demi mengungkapkan kebenaran 'mantan sahabatnya' ia harus rela berdamai dengan masa lalunya. Masa lalu itu dulu menjadi...