Pukul 9 lewat 16 menit, pagi di sekolah yang penuh dengan warna-warni kisah. Mulai dari awal berjumpa dengan teman baru, akrab satu sama lain, dan dikejutkan oleh perpisahan kelas walau masih bisa bertemu.
Lalu sekarang hari terakhir mereka dibangku kelas delapan, mungkin besok sudah berganti menjadi kakak kelas paling atas. Katanya kelas yang paling ditakutkan oleh murid SMP, namun siapa bilang kalau belum mencobanya?
Pengambilan rapor adalah momen paling menegangkan, berkesan, deg-degan, sedih, senang, pokoknya campur aduk.
Dua pasang mata memerhatikan pengunjung sekolah; wali murid yang berdatangan. Ada yang membawa mobil serba mewah, motor bututnya, serta berjalan kaki.
Tepukan pundak membuatnya menoleh. "Kenapa?" tanyanya.
"Kalo kita sekelas lagi, duduk bareng ya," pinta Rinda.
Raina menggeleng. "Gak mau, aku terlalu bosan duduk semeja sama kamu. Mendingan kita mencar kalo satu kelas, yaaa ... itung-itung cari temen selain aku atau kamu aja." Gadis itu tersenyum.
"Iya sih tapi kalo udah deket dari awal ketemu emangnya bisa dalam satu tempo pura-pura gak deket?" tanyanya.
"Semua butuh proses. Pasti cepat atau lambat kita bakalan kayak orang asing lagi, dan bakalan aneh kalo ngomong bareng lagi, gak tau harus apa yang diomongin karena jalan pemikirannya udah berbeda," nasihat Raina bak sang penceramah.
Rinda memeluk teman dari kelas tujuhnya itu dengan erat. "Terimakasih udah mau jadi temen berharga. Nangis bareng, curhat masalah apapun, ketawa bareng, kadang receh bareng, belajar bareng, pokoknya semua serba bareng." Ia membenamkan wajahnya dipundak Raina.
Begitupun Raina membalas pelukan teman semejanya selama kurang lebih dua tahun. "Terimakasih kembali, Rin. Kalo gak ada kamu siapa yang mau ucapin salam setiap aku dateng ke kelas? Siapa yang bakalan omelin habis-habisan kalo gak bales salam? Hehehe intinya tetap jadi Rinda yang aku kenal."
Mereka melepaskan pelukannya dan tersenyum satu sama lain.
"Inget, ini bukan perpisahan tapi awal mula cerita baru. Dimana kita bakalan lulus bareng," lanjutnya dengan mengepalkan tangannya lalu meninju ke udara seperti ucapan 'fighting'.
Tiba-tiba seorang Ibu memanggil Rinda untuk menemuinya dan pulang bersama. Rinda menoleh sebentar lalu kembali menatap Raina dengan lambaian tangan. "Pulang duluan ya, hati-hati jangan sendirian di balkon," ucapnya sembari berlari ke pelukan Ibunya.
Raina membalas lambaian tangannya itu. "HATI-HATI DI JALAN, RINDA!" teriak Raina memenuhi koridor.
Dan kini kembali sunyi lagi.
%♡%
Di tempat lain dengan waktu yang sama sedang membahas anak nakal sekolah.
"Gak, gue gak suka," bantah Zahra berkali-kali kepada temannya.
Seorang yang disebut temannya itu menaik-turunkan kakinya lalu menoleh. "Berbohong hanya untuk orang pecundang, cih."
Zahra berdecak kesal dan berkacak pinggang. "Pokoknya gue gak suka, kenapa pada ngomongin gue suka sama dia?!"
"Karena Fathan jahat, mau lo temenan sama tukang copet meskipun mukanya kelihatan baik hatinya busuk kayak tomat busuk," ucap Viola frontal.
"Siapa yang busuk?"
Bukan, bukan Zahra yang berbicara tetapi ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengagum Rahasia ✔
Teen FictionCerita ini akan mengantarkanmu mengapa seseorang bisa menjadi 'Pengagum Rahasia' dan kenapa rasa suka terhalangi oleh luka lama? Demi mengungkapkan kebenaran 'mantan sahabatnya' ia harus rela berdamai dengan masa lalunya. Masa lalu itu dulu menjadi...