Di auditorium sekolah.
Jinyoung sedang membersihkan lukanya. Ia terus saja berkaca. Hari ini ia memang datang ke sekolah tetapi ia belum menunjukan batang hidungnya didepan Mark, Jackson, dan Jessica.
Jika mereka melihat wajah Jinyoung yang penuh luka, mereka akan terus menginterogasi Jinyoung. Maka dari itu ia memilih mengasingkan diri di auditorium.
Kebetulan hari ini ruang auditorium sama sekali tidak dipakai.
Ponsel Jinyoung berbunyi, "Yoeb---" sebelum selesai menuntaskan kata halo, sipenelepon dengan cepat memborbardir Jinyoung dengan beberapa pertanyaan.
"Jinyoung~ah, apa kau baik-baik saja? Aku lihat kau tidak bersama teman-temanmu? Kau dimana? Apa kau sudah mengobati lukamu? Apa itu sakit? Apa terlalu sakit hingga kau tak masuk sekolah? Jinyoung~ah jawab aku" rengek Hyuna.
"Kya, bagaiman aku bisa menjawabmu. Kau terus saja berbicara tanpa memberikan ruang untuku"
Hyuna tertawa kecil, "Mian"
"Aku di auditorium, aku sedang membersihkan lukaku, dan itu tidak sakit, hanya saja aku sedang malas berkeliaran dengan wajah seperti ini"
Hyuna memutuskan telfon sepihak. Hal itu membuat Jinyoung mendengus jengkel.
Ia merutuki dirinya yang begitu terbuka pada Hyuna, sepertinya kewibawaan Jinyoung sedikit hilang dimata Hyuna.
Terdengar suara pintu auditorium yang terbuka mendadak. Jinyoung terkejut.
"Kya tidak bisakah kau mengetuk pintu?" sungutnya pada Hyuna.
"Inikan bukan kamar pribadimu?"
"Setidaknya bukalah pintu itu pelan, tidak sampai mengagetkanku"
Hyuna berjalan kearah Jinyoung lalu duduk disamping pria tampan itu. "Mianhe gara-gara aku kau mendapat masalah"
Jinyoung membenarkan posisi duduknya, "Masalah yang aku dapatkan karenamu tidak sebanding dengan masalah yang kau dapatkan karenaku. Jadi kau tidak perlu minta maaf. Aku yang seharusnya minta maaf"
Mereka terdiam.
"Jinyoung~ah, apakah masalahmu dengan ayahmu masih berlanjut?"
"Heemm"
"Apa kau tidak berniat untuk meminta maaf padanya?"
"Untuk apa?"
"Setidaknya dia ayahmu, dia pasti sangat kecewa karena kau mempermalukannya didepan ayah Mark dan seluruh tamu undangan"
"Dia pantas mendapatkan itu"
"Kya Park Jinyoung, apa yang barusan keluar dari mulutmu itu!" bentak Hyuna, "Bagaimana bisa ibumu tidur dengan nyenyak jika sikapmu seperti ini hah?!"
Jinyoung menyandarkan bahunya pada sandaran kursi. Ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya.
Ia menatap lurus kedepan tanpa ekspresi, "Ibuku tidur sangat nyenyak, bahkan dia sampai lupa bagaimana caranya bangun dari tidur"
Otak Hyuna rasanya panas. Ia tak mampu menalar ucapan Jinyoung yang terkesan paradoks.
"Apa maksudmu?"
"Ibuku tidur sangat lama, sejak aku kecil dia sudah tertidur dan sampai sekarang ibu belum juga bangun"
"Apa ibumu-----"
"Meninggal."
Hyuna tercengang. Ia tak bisa berkata-kata. Ia menyesal sudah menyinggung masalah ibu.
Paru-parunya seakan sesak tatkala melihat Jinyoung meneteskan sebutir air matanya. Jinyoung tidak menyadari hal itu, dia juga tidak tahu jika Hyuna memperhatikannya.
Pria jangkung itu hanya terus menatap lurus kedepan tanpa ekspresi, namun air mata itu sudah cukup mewakili rasa sakit yang dirasakan Jinyoung.
"Ibuku meninggal saat aku berusia 10 tahun. Kau benar, aku memang bersembunyi dibalik topeng. Kau tau apa yang membuat Mark~hyung, Jackson, dan Jessica betah menghadapi sikapku? Karena mereka sudah mengenalku sejak kecil. Sejak ibuku meninggal, sikapku berubah aku mengubur semua impianku, aku bahkan bersikap sebagai orang lain. Itu semua aku lakukan karena menjadi diriku yang dulu sangat menyakitkan saat aku harus menghadapi kenyataan jika ibu meninggal karena mimpiku"
Hyuna mengerutkan kedua alisnya, ia mencoba menerka maksud perkataan Jinyoung.
"Kau tahu, dulunya aku sangat berambisi untuk menjadi terkenal. Aku bersyukur karena Tuhan memberikanku bakat dalam bidang ini, aku juga bersyukur jika aku seorang putera tunggal dari pemilik agensi ternama. Semua orang pasti iri denganku, tapi mereka salah besar. Menjadi anak tunggal CEO Oz Entertaiment tak semudah itu untuk menggapai mimpinya."
"Aku masih belum mengerti" Hyuna memotong, "Bagaimana ibumu bisa meninggal, dan kenapa itu semua karena mimpimu? Lalu kenapa sangat sulit menjadi putera tunggal Park Kwan Soo~sshi?"
"Ibuku adalah seorang aktris dimasa lalu, awalnya kami bertiga hidup damai seperti keluarga pada umumnya sampai aku berusia 9 tahun. Setelah ulang tahunku yang ke sembilan, ayah dan ibuku sangat sering bertengkar. Ibu tau aku sangat ingin menjadi idola, maka dari itu ibu bersikeras agar aku bisa mengikuti trainee untuk menjadi idol, sedangkan ayah mau aku meneruskan usahanya. Ayah ingin aku mengambil sekolah formal diluar negri. Tentu saja ibu tidak setuju."
Jinyoung berhenti sejenak. Ia mencoba menjernihkan pikirannya sebelum air mata itu jatuh lagi.
"Sejak saat itu keluarga kami tidak harmonis lagi. Ayah dan ibu sangat sering bertengkar. Ayah bahkan sampai melarangku menyanyi atau semacamnya didalam rumah. Aku tahu itu karena aku anak tunggal, ayah pikir jika aku menjadi idol aku tidak akan bisa meneruskan usaha ayah. Meskipun usaha ayah bergerak dibidang yang sama, tentu keduanya jelas berbeda. Untuk menjadi idol aku harus bersekolah di sekolah seni, sedangkan untuk menjadi CEO perusahaan setidaknya aku harus lulus kuliah. Itulah yang membuat ayah tidak setuju aku menjadi idol. Ibuku memiliki riwayat penyakit jantung, sayangnya ayah sama sekali tidak mengetahui hal itu jadi setiap kali mereka bertengkar ibu pasti akan jatuh sakit, sampai suatu hari ibuku tidak mampu bertahan. Sampai akhir hidupnya ibuku tetap memperjuangkan mimpiku, jelas ayah sangat terpukul. Ibuku meninggal dua hari sebelum ulang tahunku yang kesepuluh. Untuk menghormati mendiang ibu, ia kemudian memberiku kebebasan untuk menentukan masa depanku sendiri"
Hyuna menatap lamat-lamat netra cokelat Jinyoung. Dari sana Hyuna menyadari bagaimana rasa sakit yang pria itu alami.
Satu tetes air mata jatuh dari mata indah Jinyoung. Pria itu sudah tidak bisa bertahan jika menyangkut masalah ibunya.
Perlahan tangan Hyuna bergerak memeluk Jinyoung, Hyuna membiarkan Jinyoung menangis dipelukannya. Ia mencoba memberikan kekuatan pada pria itu dengan menepuk-nepuk bahu kekarnya.
Hyuna sekarang sadar, Jinyoung juga manusia ia juga masih bisa menangis. Dan hal yang bisa membuat pria itu menangis adalah ibu yang sangat ia sayangi.
***
[TBC]
KAMU SEDANG MEMBACA
A GOOSE DREAM ✔ [COMPLETED]
Fanfiction[PJY-KJS] Mimpi adalah sesuatu yang tak akan pernah kita lepas meskipun dikondisi sesulit apapun. Ini adalah cerita dimana semua mimpi terwujud. Bukan bagaimana mimpi itu menjadi nyata, tapi bagaimana membuat mimpi itu menjadi nyata. Impian, Sahabat...