"Aku merasa seperti orang bodoh yang menantikan sesuatu yang mustahil terjadi"
🌿🌿🌿
Bintang tampak gemerlap malam ini, mereka bertaburan diseluruh jagad raya.
Bintang-bintang itu seakan mengingatkan pada semua orang jika bumi itu terlampau kecil, bahkan didalam bumi pun masih berkelakar banyak hal-hal kecil.
Udara dingin malam ini tidak berhasil membuat Jinyoung dan Hyuna mengeluh.
Hari ini adalah hari yang penting bagi Jinyoung. Hari ini adalah hari peringatan kematian ibu Jinyoung. Tapi dilain sisi hari ini juga menjadi hari yang spesial bagi pria itu karena tepat dihari yang sama beberapa tahun lalu, dia pertama kali bertemu dengan seseorang yang mampu memberinya kekuatan lagi.
"Jinyoung-ah, aku selalu bertanya-tanya. Kenapa kau selalu mengajak ku bertemu setiap tanggal 20 September, bukankah hari ulang tahun mu masih kurang 2 hari lagi?"
Hempasan angin menerpa keduanya, menerbangkan beberapa helai rambut panjang Hyuna.
Angin itu juga mengoyak rambut hitam legam Jinyoung, membuatnya sedikit berantakan namun tetap terlihat keren.
"Apa kau tahu hari ini adalah hari peringatan kematian eomma?" tanya Jinyoung dengan tatapan nanar.
Perasaan Hyuna ikut terkoyak, ia sama sekali tidak tahu akan hal itu. Ia juga tidak berani menanyakan tentang ibu Jinyoung karena takut pria yang ia sayang itu akan merasakan sakit lagi.
"Bahkan eomma meninggal sebelum ulang tahunku"
Lidah Hyuna kelu, ia tidak berniat mengucapkan sepatah katapun. Ia tidak tahu apa yang harus diucapkan sekarang.
Hanya berdiam diri sambil terus menatap Jinyoung. Jinyoung sendiri menatap sendu kesegala arah.
Hidupnya memang terlihat beruntung dari luar. Seorang putera tunggal CEO Oz Entertaiment, tentu saja ia sangat kaya, wajahnya begitu tampan, ia juga memiliki banyak bakat yang memukau, ia dikagumi banyak orang bahkan saat dirinya belum debut. Apa jadinya jika Jinyoung sudah debut sebagai seorang idol, pasti seluruh gadis dipenjuru negeri ini akan sangat mengidolakannya.
Semua orang tidak tahu betapa berat hari yang dilalui Jinyoung, mereka hanya melihat bagaimana beruntungnya dia.
Jinyoung harus kehilangan ibunya diusia muda. Ia harus menyerah dengan mimpinya karena keadaan, keadaan yang mengharuskannya menjadi penerus perusahaan ayahnya. Ia kehilangan ambisinya, hidupnya seakan hambar dan tak berwarna lagi sampai seseorang datang memberi warna pada dunia Jinyoung.
Ya. Gadis kue awan yang ia temui tepat saat peringatan kematian eommanya beberapa tahun lalu. Gadis itu berhasil menghancurkan tembok yang susah payah Jinyoung bangun. Tembok yang memisahkan antara dirinya yang lama dengan dirinya yang baru.
Setelah mereka berpisah dan tumbuh dewasa, bahkan mereka sampai tak mengenali satu sama lain tapi gadis itu tetap bisa meruntuhkan tembok yang sudah dibangun ulang oleh Jinyoung.
Dan gadis itu adalah Hyuna.
"Kya, yocha keikeu. Sekarang kau sudah dewasa rupanya" celetuk Jinyoung sambil mengelus puncak kepala Hyuna.
"Mwo?"
Melihat wajah Hyuna yang tampak bodoh karena tidak tahu maksud perkataannya, Jinyoung pun berinisiatif memberi petunjuk.
"Iya, kau adalah yocha-keikeu, dan aku adalah namja-pabo"
Hyuna mengernyit bingung, ia mencoba mengingat-ingat sesuatu. Mata nya terbelalak tatkala berhasil mengingatnya.
"Seolma, kau----" Hyuna menggantungkan kalimatnya.
Jinyoung mengeluarkan bandul kalung dari dalam baju yang ia kenakan. Mata Hyuna berbinar melihat kalung itu, ia pun mengikuti Jinyoung, ia mengeluarkan sebuah kalung yang sama dari dalam kerah bajunya.
"Bagaimana kau---?"
"Aku juga tidak tahu awalnya. Aku tidak sengaja melihat kalung itu didalam tas mu dulu. Aku juga sudah bertemu dengan orang yang memberimu kalung ini"
"Apa kau bertemu dengan Jaechan-oppa?"
"Ne, kami bertemu dirumah sakit saat kau masih kritis."
"Apa yang dia katakan?"
"Entahlah, aku sedikit lupa itu sudah tiga tahun yang lalu. Keunde Hyuna-ah, ada satu yang paling aku ingat orang itu mengatakan padaku jika kau meminta 1 kalung lagi untuk kau berikan pada orang yang kau suka, apa itu jaebum?"
Hyuna terdiam sejenak.
"Aniyo" bantah gadis berambut cokelat itu.
Jinyoung tersentak, jika bukan jaebum lalu siapa batinnya. Apa mungkin ada laki-laki lain.
Perlahan Hyuna menarik nafas, ia bersiap untuk menceritakan sesuatu pada pria yang sedang duduk disampingnya itu.
"Waktu aku kecil, aku tinggal disebuah desa. Aku bertemu dengan Jaechan-oppa, dia sudah seperti kakak ku sendiri----"
"Ara. Aku tahu" potong Jinyoung cepat."
Hyuna tersenyum lalu melanjutkan ceritanya, "Itu untuk mu Jinyoung-ah"
Sorot mata yang semula lesu dengan cepat menajam. Jika tidak salah barusan mulut gadis itu menyeruakan nama Jinyoung.
"Mworago? Apa kau serius?"
"Ne, Jinyoung-ah"
"Jangan berbohong Hyuna-ah, waktu itu adalah pertama kalinya kita bertemu."
Dua detik kemudian Hyuna menyandarkan kepalanya pada bahu Jinyoung. Gadis 20 tahun itu menampakkan ekspresi yang sulit diartikan oleh Jinyoung.
"Setahun sebelum pertemuan kita diladang, sebenarnya aku pernah secara tidak sengaja melihatmu menangis ditempat itu. Setelah kejadian itu aku terus saja memikirkanmu, apa yang sebenarnya terjadi padamu, apa yang sedang kau lakukan, apakah kau baik-baik saja, dan siapakah dirimu sebenarnya sampai aku terus memikirkanmu. Setiap hari aku selalu datang ketempat itu berharap kau akan kembali lagi, tapi berbulan-bulan kemudian aku sama sekali tidak melihatmu. Aku merasa seperti orang bodoh yang menantikan sesuatu yang mustahil terjadi."
Jinyoung terus saja memperhatikan gadis yang sedang bersandar dibahunya. Sorot mata Jinyoung terlihat sayu dan sendu. Ia lalu menggenggam tangan Hyuna erat.
"Tahun berikutnya aku datang kembali ketempat itu, tepat pada tanggal 20 September sama seperti tanggal pertama kali aku melihatmu datang kesana. Sebelum aku datang ke ladang itu Jaechan-oppa mengunjungiku, ia tahu hari itu aku dan keluargaku akan pindah ke Seoul. Sebelum Jaechan-oppa pulang aku meminta 1 kalung lagi darinya. Entah kenapa firasatku hari itu kau akan datang lagi kesana jadi aku berencana memberimu kalung ini jika kita bertemu. Dan benar saja, setelah hampir dua jam menunggu akhirnya kau datang. Aku terus saja memperhatikanmu dari kejauhan, melihatmu menangis membuat hatiku sakit padahal aku tidak mengenalmu." Hyuna mengusaikan cerita panjangnya.
Masih sangat teringat dengan jelas semuanya dikepala Hyuna dan Jinyoung.
Jinyoung membuka mulutnya setelah lama membisu, "Jadi setelah itu kau pindah ke Seoul? Pantas saja aku tidak pernah bertemu lagi denganmu setelah hari itu"
"Apa kau datang kesana setiap tahun?"
"Tentu saja, dulu tempat itu adalah tempat favorit eomma, dia sangat suka berada disana. Ilalang yang menguning membuatnya betah berada disana. Eomma sering sekali membawaku kesana saat ulang tahunku tiba. Setelah kematian eomma, aku selalu datang kesana dihari peringatan kematiannya."
"Mianhe Jinyoung-ah"
***
🌿TBC🌿
KAMU SEDANG MEMBACA
A GOOSE DREAM ✔ [COMPLETED]
Fanfiction[PJY-KJS] Mimpi adalah sesuatu yang tak akan pernah kita lepas meskipun dikondisi sesulit apapun. Ini adalah cerita dimana semua mimpi terwujud. Bukan bagaimana mimpi itu menjadi nyata, tapi bagaimana membuat mimpi itu menjadi nyata. Impian, Sahabat...