"Kamu mau bikin semua orang curiga?" Alec kembali meninggikan suaranya ketika mendengar penolakan dari Raine untuk tinggal di apartemen penthouse nya.
Raine hanya menghembuskan napas panjang. Ingatannya tentang kejadian di kamar beberapa jam lalu belum juga hilang dari benaknya. Ia masih dapat mendengar samar-samar suara desahan Veronica yang nyaring dan terdengar sangat menikmati permainan mereka.
Alec membuka kancing kemejanya, "Kamu bisa tidur di kamar yang paling jauh dari kamar aku,"
"Tentu saja." Potong Raine cepat.
Tanpa menunggu lagi, Raine langsung menghambur pergi. Meninggalkan Alec yang masih sibuk membuka kancing kemejanya seraya mengernyit bingung ke arah punggung terbuka seorang gadis yang kini berstatus sebagai istrinya.
Gadis itu tampaknya sedang sedih atau itu hanya perasaannya saja. Karena Raine tak pernah sediam ini sebelumnya. Gadis itu bahkan tidak membalas kalimat pedasnya sejak mereka meninggalkan vila milik keluarganya setengah jam yang lalu.
Tapi Alec tak seharusnya penasaran mengingat mereka hanya akan menikah hingga seluruh masalah perusahaan ayah mereka selesai dan mereka bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan. Ia bisa menikah dengan gadis yang dicintainya. Dan Raine bisa terbebas dari belenggu Chase. Chase Bramanta.
Persis seperti apa yang telah mereka rencanakan.
Setelah membersihkan diri, Alec kembali membuka laptopnya untuk menyelesaikan pekerjaannya yang masih kelewat banyak. Acara pernikahan mereka barusan, telah menyita banyak waktunya untuk bekerja. Ia dari awal sudah tidak setuju ketika keluarga mereka ingin mengadakan acara pernikahan besar-besaran.
Selain ia ingin menutupi Raine dari mata dunia, ia juga tidak terlalu tertarik pada pernikahannya sekarang. Ia hanya berniat untuk mengembalikan nama baik perusahaannya yang hampir jatuh ke jurang paling dasar di lingkup bisnis dengan menikahi akar dari masalahnya. Theoran.
Waktu hampir menunjukkan pukul satu dini hari ketika Alec pergi ke dapur untuk mengambil air. Ia tidak bisa tidur malam ini, dan ia sendiri juga tidak tahu apa penyebab pastinya. Yang jelas, malam ini, pikirannya masih dibayang-bayangi oleh wajah ketus Raine yang masih terlihat seperti anak SD ngambek karena tidak jadi beli es krim. Hanya saja anak SD yang satu ini mengenakan gaun pengantin.
Betapa terkejutnya ia ketika menyadari halusinasinya kini mulai menjadi-jadi tentang gadis yang baru dinikahinya itu. Dan kini, gadis itu seperti berada di atas kursi bar dapurnya dengan hanya mengenakan piyama satin pendek berwarna merah muda.
Alec mengucek matanya beberapa kali, memastikan bahwa semua ini tidak nyata.
"Belum tidur?" Sapa gadis itu tanpa menoleh ke belakang.
Alec berjalan pelan mengintari meja makannya, kemudian berdiri di samping gadis yang masih menatap kosong ke arah gelas susunya yang sudah tinggal setengah. Ia menempatkan posisinya agar gadis itu dapat melihatnya datang.
Tapi tidak, gadis itu bahkan tidak bergerak sedikitpun dan wajahnya masih sama datarnya sejak terakhir kali ia pergi dari kamar Alec dengan gaun pengantinnya yang menyapu seluruh lorong penthouse nya. Ingin sekali Alec bertanya apa yang sebenarnya terjadi, tapi ia tak bisa.
Gadis itu akhirnya tersenyum hampa, "Kalau kamu ke sini cuma mau marah-marah lagi, go on. Tapi cepat ya, Lec, besok pagi aku ada kuliah jam tujuh."
"Kamu ngapain?" Tanya Alec dengan suara yang lebih rendah dari biasanya.
Nada bicara Alec kali ini sukses membuat Raine menoleh ke arahnya. Ia hampir mengernyit ketika menyahut,
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Scars
General Fiction"Lihat wajah ketakutan kamu, Raine. Aku pastikan akan melihat itu setiap hari." Raine Theoran terpaksa harus menikah dengan putra dari lintah darat bagi perusahaan ayahnya sendiri, Alexander Raul Duncan, demi menyelamatkan kehidupan keluarganya yan...