39

8.6K 541 32
                                    

Alec meletakkan ponsel dan semua perangkat keras yang dibawanya ke dalam sebuah kotak hitam yang dibalut kulit tebal. Ia kemudian menyalurkan kotak itu pada Raine yang termenung di sampingnya sejak pesawat yang mereka tumpangi mengudara sejam lalu.

Gadis itu hanya menoleh sebentar dengan air muka frustasi yang tak pernah dilihatnya selama ini. Hingga sekarang. Ketika mereka dalam awal dari sebelum perjalanan panjang selama dua belas jam di udara. Dan ditambah satu jam untuk pengisian bahan bakar di Timur Tengah.

Raine akhirnya merogoh tas yang ada di pangkuannya dan meletakkan ponsel hitamnya di petak busa yang tersedia di samping milik Alec. Ia bahkan tidak ingin repot-repot melayangkan tatapannya pada Alec yang justru sibuk memperhatikan gerak-geriknya sejak tadi.

Alec menarik kotak itu dan memberikannya kembali pada Renata, mertuanya, yang duduk dengan suaminya di deretan kursi seberang. Di belakang pasangan senior itu, duduklah Rian dengan Carlos, dan Josh, rekan kuliahnya dari Australia.

Alec kembali menyandarkan kepalanya seraya melirik ke arah Raine yang masih saja enggan untuk berpaling dari jendela lingkaran yang menampakkan hamparan laut biru dengan awan berarak di sekitarnya. Ia juga dapat merasakan suasana yang begitu mencekam dan canggung di antara mereka berdua. Yang memang sudah ada sejak hari itu.

Ia sendiri juga sebenarnya bingung. Apa masalahnya jika memang ia ingin punya bayi dari Raine sekarang, kalau toh akhirnya mereka juga akan begitu suatu saat nanti?

Lagipula kontrak gadis itu dengan Chase juga akan selesai jika ia berhasil menanamkan benihnya ke dalam gadis itu. Sehingga mereka bisa melanjutkan pernikahan mereka dengan damai tanpa bayangan Chase yang sangat mengganggu. Atau bahkan Landon yang tak akan berani menyentuh miliknya lagi.

Tapi rasanya masih sangat salah, jika mengingat tujuan lain bayi itu lahir ke dunia adalah sebagai pemutus kontrak sialan antara Raine dengan Chase. Apalagi kelahiran bayi itu sudah tercetak jelas di atas kertas kontrak yang telah disetujui juga oleh Raine.

Ia jadi berpikir, setega itukah Raine memanfaatkannya untuk lepas dari Chase. Atau setega itukah Raine membuatnya begitu menginginkan kesempurnaan pernikahan mereka yang bahkan juga terjalin atas dasar kontrak. Gadis itu bahkan tega membuatnya mati gila karena rindu. Astaga, ia terdengar naif dan munafik di satu waktu.

"Lec, mau kopi?"

Alec terlonjak. Ia hampir saja mengira gadis di dalam pikirannya itu bicara padanya.

Mata gadis itu berbinar di bawah sorot sinar matahari senja kejinggaan yang begitu indah di balik punggungnya. Entah sudah berapa lama mereka terbang melewati lautan luas hingga tak sadar bahwa malam hampir tiba. Atau, entah sudah berapa lama pikiran mereka mengarungi lautan luas masing-masing hingga tak sadar waktu sudah semakin mendesak.

Alec menggeleng. Ia tentu tak ingin terjaga selama lebih dari dua belas jam dengan desingan mesin yang kentara menemaninya mengarungi malam hingga sampai ke Honolulu. Belum lagi guncangan lembut yang terasa setiap lima belas menit dan membuatnya meyakinkan diri sendiri, bahwa ia seratus persen aman. Bahwa Raine juga aman.

Sedetik kemudian, keadaan kembali hening. Hanya suara desing baling-baling yang mengisi udara di antara mereka. Ditambah dengan gelak tawa dari Rian dan teman-temannya yang entah sedang sibuk dengan apa yang jelas hanya mereka bertiga yang punya hak veto dari Renata untuk tidak menyerahkan dunia maya mereka hingga tiba di Hawaii.

"Re," panggil Alec setenang mungkin, menjaga agar susunan debu dan udara di antara mereka tidak rusak begitu saja.

Raine hanya melirik sedikit ke arahnya, atau ke arah lehernya. Gadis itu kemudian menghembuskan napas berat lalu mencicit sepelan mungkin agar suaranya teredam oleh obrolan yang Renata lakukan dengan suaminya, "Sorry, Lec, we can talk about it later."

Beautiful ScarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang