42

7K 476 33
                                    

Sinar matahari pagi merayap masuk melewati celah sempit gorden yang sedikit tersibak di kepala ranjang. Menyisakkan garis-garis terang yang melintang di sudut ruangan dengan pantulan bayangan dari gadis yang mulai mengerjap dengan kedua matanya yang bengkak.

Raine mengucek matanya yang berair dan gatal. Jantungnya berdegup kencang ketika menyadari mimpinya barusan itu terasa begitu menyakitkan hingga ia ingin langsung terjun ke laut lepas kemudian mengambang selama-lamanya. Hatinya bahkan masih terasa perih sekali.

Ia memutar tubuhnya perlahan. Tepat di saat itu juga, tangisnya pecah. Tangannya mencengkeram kuat seprai di bawahnya hingga terlepas dan membelit pembuluh darahnya sendiri. Rasanya tak pernah sesakit ini.

Pria itu sudah pergi.

Hatinya menjerit kesakitan menyadari malam tadi bukanlah sebuah mimpi buruk. Semua itu nyata. Namun, ia justru tak bisa melakukan apapun selain berharap pria itu masih bisa mendengar rintihannya dan kembali.

Tuhan telah mengabulkan semua doanya. Dan inilah jawaban atas segala doanya dulu. Untuk bisa berpisah dari pria itu, selamanya.

Raine melemparkan semua benda yang berada di dekatnya ke permukaan lantai dengan emosi menggebu-gebu hingga suara tangisnya teredam oleh pecahan benda-benda yang beradu.

Pria itu telah pergi. Pria itu telah memutuskan untuk meninggalkannya di saat ia tidak punya persiapan sama sekali. Pria itu bahkan tidak memberinya kesempatan untuk mengatakan bahwa ia terlanjur menyimpan perasaan yang sangat besar padanya.

"Kamu egois, Lec! Dan kamu memang selalu egois!" Pekiknya menangis seraya melemparkan cincin yang sejak kemarin melingkar di jari manisnya dengan asal.

Ia meraung-raung seperti macan kesetanan, tak kuasa menahan rasa perih di dadanya yang bergelung-gelung tanpa henti. Ia tak menyangka, pria itu akan benar-benar meninggalkannya.

Ia tak menyangka, malam tadi adalah kali terakhir mereka bersama. Di bawah taburan bintang dengan rengkuhan angin malam yang begitu menggigit. Membayangkan kenangan itu membuat hatinya kembali tersayat-sayat tanpa ampun. Menyisakan bekas luka yang tak akan mungkin hilang.

Ia memutuskan untuk terjun dan mencari tahu, seberapa dalam jurang yang menganga lebar di antara mereka selama ini. Ia bahkan dapat merasakan tubuhnya terhempas untuk selamanya di udara tanpa pernah merasakan dasar yang dingin dan mencekam.

Tangannya meraih secarik kertas yang tergeletak di atas nakas. Ia mengerjap beberapa kali untuk membersihkan pandangannya yang tersamar karena air mata yang menggenang.

Untuk : Raine Duncan

Re, gimana kabar kamu hari ini?

Baru satu kalimat, dan Raine sudah kembali menangis tersedu-sedu. Sebelah tangannya bahkan meremas kepalanya kasar hingga ia merasa pusing.

Raine.
Aku mau minta maaf buat semua yang udah aku lakuin ke kamu selama ini. Aku emang brengsek dan nggak tahu diri. Jacob bener, aku pantes disebut cowok paling bejat di dunia.

Aku juga mau bilang makasih karena kamu udah jadi istri paling sempurna bahkan tanpa aku minta. Suami kamu besok pasti beruntung banget bisa dapetin perempuan kayak kamu, Re.

Re, kita sama-sama tahu aku paling nggak bisa ngerangkai kalimat untuk buat kamu terkesan. Tapi aku berusaha yang terbaik untuk bikin kamu bahagia. Aku bakal nyingkirin semua hal yang bikin kamu sedih.

"Dengan pergi?" Lirih Raine menjauhkan surat di tangannya agar tidak basah oleh air matanya yang terus menetes.

Aku yakin dengan aku pergi, kamu pasti akan bahagia.

Beautiful ScarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang