Alec menjabat tangan pria berambut pirang yang sudah berdiri dari kursinya itu. Senyum masih mengembang di wajahnya.
"Thank you for coming today, Mr. Attridge." Ucap Alec melepaskan jabatan tangan mereka.
Pria pertengahan tiga puluh itu mengangguk, "Better to see you this thursday for a dinner, Mr. Duncan. Please, your beautiful wife get the invitation too."
"That was very kind of you, we are so honored," Alec tertawa santai.
Pria bernama Will itu ikut tertawa, "We called it as a promise, Mr. Duncan."
"Of course, we will come."
Will melangkah melewati sela kursi dan meja menuju pintu keluar yang ada di balik punggungnya. Dengan Alec mengekor di belakangnya. Postur tubuh mereka yang serupa, membuat bayangan mereka di lantai seperti menyatu.
"I will text you the address tonight. And just a remind check, we get a further meeting in Monday. Get your team ready." Ujar Will di ambang pintu dengan ponsel berdering di tangannya.
Alec mengangguk pasti, "I will, Mr. Attridge. Have a nice flight."
"Good evening, Mr. Duncan." Final pria itu kemudian berjalan pergi menuju lift di ujung lorong seraya menempelkan ponsel di telinganya.
"Good evening."
Ia merasa lega telah mendapatkan jawaban pasti untuk kelangsungan perusahaannya. Dan yang jelas, mega proyek itu dapat membuat daftar karyawan yang akan 'disaring' jadi tidak berguna. Ia akan mempertahankan semuanya.
Arlojinya sudah menunjukkan pukul setengah enam petang. Ia akhirnya memutuskan untuk segera pergi dari kantornya sebelum para manajernya mengadakan coordination meeting dadakan yang pasti akan membuatnya pulang larut.
Tetapi baru saja kakinya hendak melangkah masuk ke dalam lift, seseorang dari tangga menyerukan namanya beberapa kali. Ia menyesal tidak buru-buru masuk ketika ada kesempatan.
"Lec!"
Ia melipat kedua tangannya bosan, "Enggak ada meeting untuk hari ini."
"Bentar, tunggu," cegah Nate berpangku pada kedua lututnya, dengan napas tersengal-sengal, "Lo harus ngerasain naik dari lantai lima pakai tangga."
Alec mendecak, "Gue nggak ada waktu."
Alec kemudian mendorong tubuhnya memasuki lift remang yang sudah terbuka lebar di balik punggungnya, meninggalkan pria yang masih mengatur napasnya dengan susah payah. Ia ingin segera pulang dan mengistirahatkan kepalanya yang terus berdenyut sejak semalam.
Nate mengangkat tangannya tinggi-tinggi, "Bos, bentar!"
Alec menghela napas kesal seraya menekan tombol untuk menahan agar pintunya tetap terbuka. Ia mengangkat kedua alisnya sebagai tanda pria itu harus segera bicara karena ia tak punya waktu banyak.
"Lo mau pergi sama V?" Tanya Nate masih berusaha menormalkan napasnya.
Alec mengernyitkan dahinya, "Lo nggak berniat buat nemuin Raine lagi waktu gue nggak ada, kan?"
"Possesive amat, sih," goda Nate membuat jemari Alec bergerak untuk menekan tombol agar pintu lift lekas menutup.
"Eh, bentar, Lec!" Cegah Nate mengacungkan tangannya di sela-sela pintu yang bergerak menutup, "Hargain gue, kek, yang udah capek-capek naik."
Alec mendecak, "Buruan, gue mau pulang."
"Anak-anak mau ngajak makan malam di Bistro." Ujar Nate menurunkan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Scars
General Fiction"Lihat wajah ketakutan kamu, Raine. Aku pastikan akan melihat itu setiap hari." Raine Theoran terpaksa harus menikah dengan putra dari lintah darat bagi perusahaan ayahnya sendiri, Alexander Raul Duncan, demi menyelamatkan kehidupan keluarganya yan...