"Itu Alec Duncan bukan, sih?" Jemari Kanya menunjuk lurus ke arah seorang pria dengan kemeja putih yang berada di seberang jalan.
Raine menyipitkan matanya. Ya benar, itu adalah Alexander Duncan, suaminya yang tengah duduk berdua dengan Veronica Reed. Raine berusaha untuk tersenyum melihat suaminya merangkulkan tangannya di bahu Veronica, kemudian beberapa kali mencium pipi gadis itu hingga bersemu merah. Itu hak Alec. Lagipula, Veronica memang kekasih Alec.
"Um, Kay, pulang aja yuk," ajak Raine merasa jengah melihat Alec yang mulai mencium belakang telinga Veronica.
Kanya mengernyitkan dahinya bingung, "Kita baru duduk di sini sekitar satu menit empat detik, dan es krim aku belum habis."
"Ya udah, tapi setelah es krim kamu habis, kita pulang ya? Aku capek."
Mata Raine tak bisa lepas dari suaminya di kafe seberang jalan. Hari sudah hampir gelap, dan ia bersyukur tak buru-buru pulang seperti kemarin untuk meminta Bi Asti menyiapkan makan malam untuknya juga Alec.
Ia merasa bodoh ketika mengira Alec akan pulang cepat setelah menyuruhnya berhenti menghindar. Padahal ia seharusnya tahu, Alec bahkan tak menyadari keberadaannya, meski mereka berada satu atap sekalipun.
Kanya menyuapkan es krim vanilla di mangkuknya, "Kamu sama Chase gimana? Dia masih ngejar-ngejar kamu?"
"Maksud kamu, ngejar-ngejar perusahaan Papa aku?" Raine balik bertanya masih sesekali mencuri pandang pada Alec.
Kanya menghembuskan napas berat, "Maaf, Re. Aku cuma nggak tega ngelihat kamu jadi korban bisnis."
"Demi Papa, Kay." Sahut Raine tersenyum hambar melihat Alec yang menciumi jemari Veronica.
Kanya kemudian memutar kepalanya ke arah pandang Raine di seberang jalan. Ia menyadari bahwa ketika mereka mulai duduk di tempat ini, Raine nampak panik dengan dunianya sendiri.
"Mereka romantis banget ya. Dengar-dengar Alec itu udah nikah, loh, Re," ujar Kanya juga menatap ke arah Alec yang merangkulkan tangannya pada pinggang Veronica, "Tapi nggak sama cewek itu."
Raine tersenyum kecut, "Veronica. Nama cewek itu, Veronica."
"Iya, nggak kebayang gimana perasaan istrinya sekarang kalau lihat Alec jalan sama perempuan lain."
Raine ingin tertawa keras. Ia juga tidak tahu bagaimana perasaannya sekarang. Di sisi hukum, ia pantas merasa memiliki Alec atas status mereka sebagai suami istri. Tapi di sisi hukum lain yang sedang mereka jadikan prinsip, ia sama sekali tak punya hak atas apa yang Alec lakukan.
Sudah tertera jelas di kertas perjanjian mereka, bahwa Raine tak punya hak atas hubungan Alec dengan Veronica. Sama sekali tak punya hak. Alec bebas pergi berkencan dengan Veronica bahkan membawa Veronica pulang di akhir pekan.
Tiba-tiba, ketika mereka berdua sedang membicarakan tentang manisnya hubungan pasangan itu, Alec memutar kepalanya cepat. Matanya langsung menangkap kedua bola mata Raine yang melebar karena terkejut.
"Kay, ayo pergi," ajak Raine buru-buru berdiri.
Kanya yang masih sibuk dengan es krimnya, langsung melontarkan protes, "Tapi, Re--"
"Sekarang, Kay," titahnya panik melihat Alec sudah berdiri dan hampir berjalan menghampirinya.
Kanya akhirnya menurut dan berjalan mengekor di belakang Raine yang tampak buru-buru menuju ke tempat mobil Kanya terparkir. Ia memasang wajah cemberut sebagai bentuk protes pada Raine yang tak membiarkannya menghabiskan es krimnya.
Sedangkan Raine mengelus dadanya lega. Hampir saja jantungnya lepas ketika Alec sudah berdiri dengan tatapan tajam yang langsung menusuk ke kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Scars
General Fiction"Lihat wajah ketakutan kamu, Raine. Aku pastikan akan melihat itu setiap hari." Raine Theoran terpaksa harus menikah dengan putra dari lintah darat bagi perusahaan ayahnya sendiri, Alexander Raul Duncan, demi menyelamatkan kehidupan keluarganya yan...