Raine diam-diam memelototkan matanya ke arah Jacob yang kini duduk di seberangnya dengan tubuh mengkerut. Pria itu hanya tersenyum bodoh seraya terus mengedik tidak tahu lagi harus bagaimana.
"Maaf, Re. Alec bakal bilang ke Mami kalau aku nggak kasih tahu dia kamu dimana." Bisik Jacob kini berani memajukan tubuhnya.
Raine memasang wajah kesalnya, "Tapi seenggaknya bangunin aku dulu."
Alec memutar tubuhnya setelah meletakkan ponselnya kembali ke dalam saku celananya. Pria itu menghembuskan napas pelan kemudian mengambil duduk tepat di samping Raine.
Raine yang menyadari hal itu langsung bergeser ke kursi yang ada di sampingnya. Ia memainkan jemarinya gelisah seraya membuang wajah ke arah yang berlawanan dengan tempat Alec berada.
Melihat Raine yang beringsut menjauh, Alec pun justru memindahkan tubuhnya mendekati gadis itu. Membuat gadis itu semakin bergerak gelisah tak menentu di kursinya dengan mata jelalatan ke sisi lantai pernik. Salah satu ujung bibirnya terangkat.
"Gue duluan, ya?" Ujar Jacob dengan wajah senang menurunkan ponsel dari depan matanya.
Ia menggeleng-gelengkan kepalanya ketika melihat kakak kandungnya itu tengah memperhatikan Raine yang sedang kalut secara terang-terangan. Mereka jadi tampak sangat canggung dan aneh.
Alec akhirnya mengalihkan pandangannya dari Raine. Begitu pula Raine yang langsung mendongak dengan wajah yang kelewat panik. Gadis itu bahkan hampir melompat dari kursinya seolah Jacob baru saja mendatangkan petir di siang bolong.
Raine kemudian berdiri dari duduknya, hendak mengekor di belakang punggung Jacob yang sudah bergerak menyusuri lorong panjang. Tetapi dengan cepat Alec menarik pergelangan tangannya hingga ia kembali terduduk di kursi tadi.
Mereka berdua sama-sama terdiam, mengamati kepergian Jacob yang sudah hampir hilang di balik dinding. Raine kembali merasa tak nyaman. Ia memang tak pernah merasa nyaman jika hanya berdua dengan Alec. Tapi kali ini berbeda, ia merasa sangat luar biasa tak nyaman ketika pria itu ada di dekatnya.
"Re," dengkur Alec setelah mendengar suara deru mobil Jacob yang semakin pelan.
Raine tidak menoleh, hanya diam menatap ke arah bunga plastik mungil berdebu yang ada di atas meja makan. Jemarinya masih bergerak gelisah di atas pahanya yang juga naik turun dengan tempo cepat mengikuti gerak tumitnya.
Alec mendesah pelan kemudian menggapai ponsel Raine yang berada tak jauh darinya. Rahangnya mengeras ketika ibu jarinya bergerak untuk mengetikkan sesuatu di ponsel itu. Dahinya juga menyernyit tidak suka.
Raine yang menyadari hal itu, langsung merebutnya dari tangan Alec. Ia memberi Alec tatapan tajam, "Sekarang, kamu jelas mengusik privasi aku."
"Aku cuma menyingkirkan sesuatu yang mengusik milikku."
Pria itu kemudian berdiri dari duduknya dan mengambil langkah jangkung ke arah halaman belakang. Meninggalkan Raine yang masih terdiam menahan umpatan kasar yang hampir menerobos bibirnya yang tengah mengatup rapat.
Raine membuka pesan yang baru masuk ke ponselnya ketika pria itu sudah menghilang dari pandangannya. Dari Landon. Ia langsung menepuk dahinya agak keras. Ia baru ingat seharusnya siang ini pergi dengan Landon.
Landon : Maaf, Re. Aku nggak bermaksud.
Ia mengenyit bingung. Seharusnya Landon lah yang pantas mendapatkan maafnya.
Tangannya menekan notifikasi yang muncul di deretan paling atas ponselnya. Dan betapa terkejutnya melihat bahwa seseorang, bukan, seekor Alec telah benar-benar melanggar privasi yang seharusnya sama sekali bukan urusan pria itu. Sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Scars
General Fiction"Lihat wajah ketakutan kamu, Raine. Aku pastikan akan melihat itu setiap hari." Raine Theoran terpaksa harus menikah dengan putra dari lintah darat bagi perusahaan ayahnya sendiri, Alexander Raul Duncan, demi menyelamatkan kehidupan keluarganya yan...