A/n hai hai, makasih banyak buat support kalian untuk cerita ini yaa, seneng bangettt🥺🖤 oiyaa berhubung aku lagi uas, maka aku akan kasi bonus dua part sekaligus nih! Karna mungkin bakal hiatus sebentar):
Enjoyyy!
-authorRaine mengacak rambutnya kesal. Sudah dua kali ia harus kembali ke mejanya hanya untuk merevisi kesalahan dari tugas laporan yang dibuatnya secara individu. Seluruh teman-teman kampusnya bahkan sudah berada di kafetaria untuk makan siang sejak tadi.
Bukan hanya tugas laporan yang membebani pikirannya hingga rasanya ia ingin bunuh diri. Tetapi juga tentang Alec dan kedua sahabatnya yang kini merajuk karena Raine sudah merahasiakan statusnya sejak lama. Status kontrak yang masih tidak bisa diterima oleh Gaby dan Kanya sendiri.
Raine jadi semakin yakin, bahwa dunia memang sangat-sangat membencinya.
"Re," panggil seseorang menepuk bahunya pelan.
Raine menoleh kemudian tersenyum, hambar. Ia bahkan jadi lupa bagaimana caranya benar-benar tersenyum ramah. Sejak kejadian kemarin, Raine jadi semakin murung dan kehilangan jiwanya. Fara bahkan memberinya julukan baru, Zombie.
Landon mengambil duduk di kursi kosong di sampingnya seraya menghela napas berat, "Gimana laporan kamu? Ada yang susah?"
Jika Landon adalah Gaby atau Kanya, Raine mungkin sudah merengek dengan air mata mengucur deras sekarang. Tapi Landon tetaplah Landon. Ia sebenarnya lelah terus-terusan mengulang hal yang sama tanpa tahu dimana kesalahan yang Pak Andre maksud. Padahal pria paruh baya itu tahu bahwa Raine adalah istri dari pemilik perusahaan ini.
Raine hanya mengangkat kedua bahunya lemah, "Nggak tahu juga, Lan."
"Coba kamu fokus, Re. Mungkin karena kamu lagi banyak pikiran aja makanya kacau semua." Saran Landon meremas sebelah bahunya seolah memberi semangat lewat sentuhan lembut.
Tentu saja. Tentu saja Raine sedang banyak pikiran. Dan tanpa Landon yang menyuruhnya untuk fokus pun ia juga sudah tahu. Tapi semua bayangan akan wajah kecewa orang-orang di sekitarnya membuatnya jadi luar biasa kacau. Ia jadi merasa telah hidup sebagai penipu besar di dunia ini.
Melihat Raine tak bereaksi apa-apa selain air mukanya yang bertambah muram, Landon pun memindai seluruh lembar digital Raine dengan teliti. Berusaha untuk membantu gadis itu semampunya.
Sejurus setelah tangannya teracung ke arah layar monitor, seseorang sudah menginterupsi mereka berdua, "Ini jam makan siang, sebaiknya kalian pergi dari sini,"
Entah bagaimana, Raine seketika mendapatkan keseluruhan fokusnya ketika menyadari bayangan tubuh siapa yang menjulang hingga ke layar monitornya. Tubuhnya menegang di tempat, dan pikirannya berputar cepat seperti kincir angin di tengah tornado.
Landon sudah lebih dulu menoleh dan memberikan tatapan sengit pada pria itu, seolah tak lagi peduli pada nilai kelulusan mereka yang berada di tangan pria itu. Landon bahkan hampir meludah di wajah pria itu saking muaknya.
"Dan karyawan di sini dilarang berduaan."
Raine memutar tubuhnya kaku untuk menghadap Landon yang masih menatap pria di balik kursinya dengan tangan terkepal, "Udah, Lan, tenang aja. Aku bisa kok kerjain ini sendiri."
Nada bicara Raine terdengar lebih rendah dari biasanya, membuat Landon entah bagaimana langsung menurut dan beranjak dari kursinya tanpa mengalihkan tatapan muak yang ditujukan langsung pada pria tadi. Raine hanya tidak ingin mereka berdua kembali bertengkar di kantor, dan kemudian membuat seluruh teman kampusnya datang untuk menonton peristiwa tidak senonoh itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Scars
General Fiction"Lihat wajah ketakutan kamu, Raine. Aku pastikan akan melihat itu setiap hari." Raine Theoran terpaksa harus menikah dengan putra dari lintah darat bagi perusahaan ayahnya sendiri, Alexander Raul Duncan, demi menyelamatkan kehidupan keluarganya yan...