32

7K 490 10
                                    

"Maaf sekali lagi, loh, Alec, Rere. Tante lupa kalau Rere udah nikah."

Raine menyunggingkan senyum lebar sebagai tanda ia sama sekali tak keberatan. Apalagi setelah tahu Sophie, sepupunya yang baru berumur satu setengah tahun itu, sangat-sangat menyukai Alec. Sangat-sangat, hingga membuat kepergian Martha bahkan hanyalah angin lalu untuk bayi kecil itu.

Raine tak perlu melirik banyak-banyak untuk memastikan Alec benar-benar mengangguk pada Martha dan Geri, suami Martha, yang kini bergandengan tangan seraya menatap Sophie dengan muram. Ini adalah kali pertamanya mereka meninggalkan Sophie, dan sebagai orang tua satu anak, mereka tentu merasa khawatir.

Geri kembali melayangkan satu kecupan agak lama di dahi Sophie yang berada dalam gendongan Alec, "Cantik, jangan bikin kakak-kakak kamu repot, ya."

Alih-alih menangis, Sophie justru terkekeh geli. Kedua lengan gempalnya memeluk kepala Geri, agak menghentakkannya hingga membuat Alec berjengit, takut menyakiti Geri sendiri.

"Papa, Mama," gumam Sophie justru girang.

Martha menyenggol pelan lengan Raine yang terdiam memperhatikan Alec, maksudnya Sophie dan Geri yang ada di depan Alec, "Masih kecil tapi selera anak aku soal cowok udah bagus, kan?"

Raine ingin melepaskan tawanya. Ia terpaksa setuju, walaupun tak bisa mengatakannya ketika ia tahu Alec mulai memperhatikannya. Dengan air muka arogan dan bibir yang agak menyeringai. Seperti biasa. Kepala pria itu juga mungkin sudah membesar ketika Martha memujinya secara tak langsung.

"Tenang aja, suami kamu itu tetep bakal milih kamu daripada Sophie ku." Bisik Martha sontak membuat Raine melirik sedikit ke arah Alec yang juga menatapnya, secara terang-terangan.

Jangan, Re, jangan sampai perhatian kamu teralih buat cowok ini. Batinnya mulai berseru-seru dengan panik.

Martha yang dapat membaca mimik gugup Raine kembali berbisik untuk menggodanya, "Tuh, lihat aja tatapannya. Duh, Geri kapan, ya, lihatin aku sampe kayak gitu."

"Tante, ah!" Sergah Raine menundukkan wajahnya yang sudah merah padam.

"Ya, udah, aku berangkat dulu, ya?" Tukas Martha disertai senyum jahil yang jelas ditujukan untuk Raine.

Melihat Martha sudah mundur hingga ke ambang pintu, Geri pun akhirnya menegakkan tubuhnya, menjauh dari Sophie, putri semata wayangnya. Tatapannya jelas sekali menggambarkan bahwa ia mungkin akan membeli sebuah pesawat untuk pulang secepatnya jika sampai terjadi sesuatu pada Sophie nya.

"Dadah dulu sama Papa, sama Mama," ujar Alec menaikkan posisi Sophie hingga sejajar dengan dadanya seraya melambai-lambaikan telapak tangan bocah mungil itu di udara.

Raine berjalan mendahului Alec yang membawa Sophie hingga pintu keluar. Ia melambaikan tangannya pada paman dan bibi nya yang sudah melenggang pergi ke arah mobil mereka terparkir di ujung petak aspal.

"Dadaah, Mama, Papa!" Seru Sophie mencondongkan tubuhnya ke depan hingga membuat Alec harus mendekapnya lebih erat.

Martha dan Geri balas melambai dengan senyum lebar, yang terkesan kaku dan dibuat-buat, dari dalam mobil dengan jendela melengkung yang terbuka lebar. Mereka berdua bahkan terlihat seperti menahan tangis.

"Dadaah cantik!" Walaupun mereka berdua berteriak, tapi Raine dapat mendengar jelas bahwa suara mereka bergetar.

Setelah Martha dan Geri berlalu di balik pintu pagar tinggi yang sudah kembali menutup, atmosfir menjadi sedikit lebih tegang. Raine bahkan tak bisa bernapas dengan lega padahal mereka bertiga masih berada di ambang pintu.

Beautiful ScarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang