Kunci

106 2 0
                                        

Biarkan aku menutup pintunya dengan rapat kemudian mengunci hingga tiada terbuka.

Lalu kan kusimpan rapat kuncinya ditempat paling dalam pada nurani biar tak terbuka ia dengan mudah.
Biar cuma aku yang diam disana. Tak tersentuh apalagi menggapai luka.

Belum lama aku berjalan menjauh.
Mendekati tempias yang hanya sisa.
Tapi tak ada yang peduli.
Tempiasnya diabaikan tanpa suara.
Aku kembali berjalan.
Menatap tempias sisa hujan sore tadi, ia beriak diatas daun sebelum jatuh ia diterpa angin kala tiba.

Hujannya sudah reda sejak tadi, tapi tempiasnya masih tersisa hingga kini.
Menampakkan bumi dari cakrawala juga sisa tangis sang langit.

Dibungkan temaram aku diam.
Merasai angan yang hilang tanpa arah.
Lalu tak sengaja kusentuh kenangan masa itu.
Masa sebelum kutemui kunci yang menggenggamku erat.

Sesuatu menelisik pilu,
Mendobrak nurani yang terkunci rapat.
Pintu terbuka dari dalam,
Kuncinya terjatuh didasar sanubari.

Aku diam tanpa bisa bicara.
Mematung kedasar bumi saat tau pintunya terbuka dari dalam.
Kuncinya jatuh kedasar sanubari.
Meninggalkan aku yang diam diambang nurani.

Dia berjalan dari dalam pintu yang terbuka,
Sebelah tangannya menghujamkan sembilu kedasar dada.
Mata redupnya menatapku lelah sebelum diambilnya kunci dengan begitu mudah.

Ia berjalan lagi.
Tinggal tiga langkah jarak yang memisahkanku darinya.
Kedua tangannya terulur padaku.
Menawariku sembilu juga kunci dikedua tangannya.

Aku diam mematung.
Menatap sembilu yang berdarah-darah juga kunci yang digenggam erat.

'Aku menunggumu membuka pintunya biar melepaskanku dari dalam sana, tapi kau tetap saja menguncinya semakin rapat. Lalu kuputuskan saja menikamkan sembilu yang kau tinggalkan. Kuncinya datang menghampiriku, membuatku keluar dari pintu yang kau kunci rapat.
Hey, sudahkan sembilu ini membuatmu berhenti mengunci pintunya dan membebaskan aku?'

Tak ada kata.
aku diam mematung. Sebelah tangannya terulur lagi.
Disimpannya kunci ketangan kananku, dan diambilnya sembilu yang berdarah-darah itu menjauh dariku.

Tanganku bergerak tanpa kusadari, merampas sembilu yang masih berdarah-darah ditangannya, lalu kulemparkan jauh ia hingga hilang kedasar sanubari.

'Sejak kapan kau didalam sana?'

Suaraku lebih terdengar bagai cicitan saat aku bertanya.

Dia tersenyum dibalik jantung yang berdarah-darah.

'Sejak sebelum kau putuskan mengunci rapat pintunya. Kau sudah menyimpanku disana bahkan tanpa kau sadari'

Katanya dengan suara semanis madu sebelum hilang ia kembali memasuki pintu.
Meninggalkan lagi aku yang terpekur sunyi.

Sembilu seolah menghujamku tepat di dasar hati. Memberitahuku sakit yang didera ia sebelum ia menghujam sosok itu.

Salam Hangat
Ken Auliya
10122017

Nb: Tinggal satu chap terakhir!
Huhuhu...
Mampir juga di Coretan Rindu!

Balada Syair SunyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang