Si penjaga mimpi yang ku cari selama ini, bahkan hingga lupa aku srjauh mana aku pergi mencarinya,
Tidak bisakah ia ku temui meski hanya sedetik saja?
Aku terlalu banyak menumpuk hutang padanya,
Setidaknya sekali saja tidak bisakah semesta membiarkanku menemuinya?
Menemuinya hingga bisa kulunasi hutang yang mengikatku erat.Sejauh apapun aku berjalan,
Sejauh apapun aku pergi mencari jejak yang ia tinggalkan,
Kenapa tidak sampai juga aku ditempatnya berada?
Aku hanya tidak mau terus menumpuki diri dengan hutang yang tiada terlunasi,
Oh sungguh.
Kenapa rasanya semesta selalu menyulitkanku?!
Hey, tidakkah ia sedikit berbaik hati padaku dan mempertemukanku dengan si penjaga mimpi?
Aku berjanji akan pergi setrlah semua hutangku terlunasi hingga tidak perlu lagi setiap lelapku hutang itu menghantui ku.Angin berhembus lembut.
Sayangnya aku tidak bisa menikmatinya saat ini.
Kau berdiam diri di sampingku.
Menatap langit yang selalu tiada bercela.
Aku masih diam dibawah naungan pohon.
Disisi kursi yang ku duduki, kau tiada bergeming. Sama seperti aku yang juga tidak bergeming.
Kau dan aku hanya diam menatap jauh langit yang selalu nampak angkuh.
Rasanya seperti ini saja membuatku kian menyadari jika hutangku pada si penjaga mimpi semakin menumpuk.
Saat itu, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, kau menolehkan wajahmu, menatapku sekilas."Kenapa kau sangat ingin menemui penjaga mimpi?"
Tanyamu kala itu.Aku diam sejenak sebelum kujawab pertanyaanmu. Melemparkan tatapan mata pada luasnya langit sore.
"Aku terlalu banyak berhutang padanya"
Kataku kala itu.Kau mengangguk sekilas. Ada sehela nafas yang terdengar. Sesaat dapat kulihat sebaris senyim di wajahmu.
"Setelah kau menemuinya dan membayar lunas hutangmu, apa yang akan kau lakukan?"Aku kembali diam. Jika semuanya sudah selesai, bukankah usai sudah?
Ku hela nafas panjang. Angin bertiup semilir seolah ingin mengusapku lembut. Dia bicara. Tapi tidak satu suara. Hanya semilirnya saja yang kudengar."Tidak ada. Setelah semua hutang ku lunasi, aku tidak mau berhutang lagi"
Kataku tenang.Dan ya. Memang itu yang ku mau. Aku tidak mau kembali menumpuk hutang. Terlebih pada si penjaga mimpi. Sudah cukup ia kesulitan mengendalikan mimpi yang terus menghatui hidupku. Aku terlalu malas membuatnya kembali bekerja lebih keras.
"Jadi, kau tidak mau bertemu dengannya lagi setelah semua selesai?"
Tanyamu dengan suara lirih.Tanpa sadar aku mengangguk lemah. Sudah ku bilang. Aku tidak mau kembali membebani si penjaga mimpi. Karena aku tau, berurusan denganku tidak akan pernah berakhir baik.
"Jika seperti itu, apa yang akan kau tawarkan buat melunasi hutangmu?"
Aku kembali diam.
"Sekeping permata yang ditinggalkan senja sebelum aku pergi. Setidaknya aku memberinya sesuatu yang paling berharga buatku"Kau diam tanpa suara. Lalu bangkit berdiri. Tersenyum sepucat lembayung senja.
"Jika begitu sebaiknya aku pergi sekarang"
Katamu sebelum akhirnya pergi tanpa berbalik lagi.Angin kembali berhembus pelan setelah kau pergi. Kali ini entah apa yang terjadi, tapi rasanya sinar pucat lembayung senja mulai menatapku tajam. Ada yang terjadi dan tidak aku sadari.
Kali ini angin berhembus lebih kencang. Seolah ingin menamparku dengan hembusannya. Dan sebelum ku sadari apa yang sebenarnya terjadi, berkata segerombolan awan padaku,
"Tidakkah kau sadari wahai anak manusia jika kau membuat sang penjaga mimpi semakin enggan menemuimu? Kau merusaknya hingga menyisakan kepingan saja. Aku heran kenapa sang penjaga mimpi masih saja setia menemanimu setelah semua kegilaanmu"
Aku hanya diam. Ya. Kenapa sang penjaga mimpi masih menemaniku hingga detik ini. Tidakkah ia lelah menghadapiku?
"Apakah kau terlalu bodoh buat menyadari jika dia yang baru saja pergi adalah sang penjaga mimpi, wahai anak manusia?"
Hanya itu. Satu kalimat yang membuatku luruh detik itu juga. Segerombol awan itu tidak pernah baik padaku, tapi hanya dia yang mau memberitahuku.
"Sang penjaga mimpi, ternyata itu kau... kau yang selalu ikut diam disampingku menatapi senja... kenapa... hey, kenapa kau terlalu tega hingga tak kau katakan siapa dirimu padaku dan pergi tanpa mengucap apapun lagi? Sudah sejauh apa aku melukaimu? Kenapa... kenapa kau harus jatuh karenaku? Tidak bisakah kau kembali?"
Petir menyergapku. Hujan mulai luruh. Membasahi.
Aku masih diam mematung.
Tidak ada kau di sini. Hanya aku dan sebatang pohon yang kesepian menunggu ajalnya tiba.Salam Hangat
Ken Auliya
20042018
KAMU SEDANG MEMBACA
Balada Syair Sunyi
PoesíaKumpulan puisi amatiran yang absurd.. " Aku mencintaimu tanpa syarat, Seperti rumput yang terus tumbuh, tanpa sekalipun meminta syarat buat berhenti diinjak." _Tanpa Syarat_ " Jika lupa menjadikanku mempelainya, Semoga tak ia kembalikan ingat yang...