Sebuah Kotak Kehidupan

83 2 0
                                    

Suatu hari berjalan seorang pengembara ditengah padang pasir,
Mentari sudah tenggelam sejak beberapa saat lalu dan malam sudah menemani sejak tadi.
Melangkah ia bermandikan cahaya rembulan saat ia jatuh menerpa, membimbing jalan agar tidak tersesat ia. Langkahnya terseok. Dia lelah juga kelaparan. Kuda disampingnya berjalan pelan, seolah tau jika sang tuan sudah tidak punya lagi tenaga tersisa.
Dia berhenti kala angin bergemuruh keras. Berhenti dihadapan mulut gua. Dia bermalam disana. Beralaskan tanah dan beratapkan langit-langit gua.

Ditunggunya hingga angin berhenti,  namun jatuh ia terlelap.
Terbuai kala manisnya mimpi datang  menggoda.
Dia tak kuasa menolak pesona menawan yang ditawarkan mimpi padanya, hingga tenggelamlah ia pada dalamnya lautan mimpi.

Sang mimpi membawanya tenggelam semakin dalam.
Membuainya dalam alam imaji yang jauh dari nyata.
Berdiri sang pengembara dihadapan taman buah yang lebatnya tiada terkata. Berlari ia memetik sebuah apel. Mencicipinya tanpa sabar. Satu gigitan apel memasuki tenggorokannya. Mencair dan membasahi kerongkongan yang seharian tidak bisa ia puaskan oleh bekal minum sisa.
Dua gigitan. Sang pengembara tersenyum puas. Setiap gigitan apel benar-benar membuat dahaganya terpenuhi.

Lalu berdiri sang mimpi dengan menjelma menjadi seorang gadis rupawan. Parasnya tiada tertandingi keelokannya. Dia tersenyum semanis madu. Memerangkap sang pengembara dalam bola mata yang tak ubahnya sebuah telaga.
Gadis rupawan itu berjalan mendekati tanpa menghapus senyum semanis madu dari wajahnya hingga berhenti ia tiga langkah dihadapan sang pengembara.
Sang pengembara diam mematung. Dia terlalu terpesona oleh keindahan makhluk dihadapannya hingga tidak ada satupun kata yang mampu ia ucapkan.

"Apakah rasa dari buah disini sesuai selera anda wahai tuan pengembara?"
Bertanya jelmaan sang mimpi dengan suara mendayu. Lembut menentramkan. Suaranya mengalir bak lantunan lagu dipadang sunyi.

Sang pengembara terpaku diam. Takjub saat si gadis rupawan berbicara padanya. Dengan tergagap dia mengangguk kaku. Tenggorokannya masih terasa kering buat sekedar membuka suara.
Si gadis jelmaan mimpi tertawa merdu. Tawanya seperti nyanyian burung di pagi hari. Semakin terpesonalah sang pengembara di buatnya.

"Tuan, jika anda tidak keberatan anda bisa mengakhiri perjalanan tuan disini. Dan saya pastikan tuan tidak akan pernah kekurangan jika berhenti disini" Sang jelmaan mimpi kembali membuka suara. Sebuah suara yang menyampaikan sebuah rayu.

Si pengembara terdiam tanpa kata. Suara si gadis jelmaan mimpi terlalu merdua buatnya. Bagai rayuan juga tipu daya yang sulit buat ditolak.
Berjalan si gadis rupawan mendekat. Sebelah tangannya mengusap lembut luka di kening sang pengembara.

"Tuan, tidakkah perjalanan yang engkau jalani teramat melelahkan? Lelah juga membuatmu tersiksa. Tidak inginkah engkau berhenti saja disini dan menemani saya di yaman luas ini?" Sang gadis kembali bicara.

Sang pengembara diam mematung. Jiwanya menjerit memebenarkan ucapan si jelita, namun nuraninya mendesakkan betapa masih banyak kebaikan saat ia melakukan perjalanan. Tanpa suara, batin sang pengembara berontak.

Si gadis jelmaan mimpi itu berjalan anggun, mendekati pohon anggur yang berbuah lebat, lalu dipetiknya setangkai anggur yang menggoda itu dan berjalan ia kembali mendekati sang penembara.

"Tuan, anggur selezat ini dan buah buahan yang ada disini ku tawarkan mereka padamu. Mari kita akhiri perjalananmu dan temani saya disini. Tahukan engkau wahai tuan pengembara yang gagah berani? Kesepian membuat saya tercekik hingga rasanya sulit sekali bernafas"

Pengembara kembali diam. Sekilas matanya menatap luka diwajah sang gadis jelita. Kesepian yang mencekik... dia tau apa artinya. Hari-hari panjang tanpa satupun kawan, perjalanan sunyi hanya bertemankan kuda. Dia lelah....
Bolehkah ia berhenti saja kali ini?

"Lalu apakah jika aku memilih tinggal kau pun akan terus ada disini?" Untuk pertama kalinya sang pengembara membuka suara.

Gadis jelmaan mimpi itu tersenyum mempesona hingga rasanya hangatnya mentari pagi mampu tenggelam oleh pesonanya. Mengangguk ia dengan begitu anggunnya.
"Tentu saja tuanku, tempat ini adalah rumahku"

Sang pengembara menghela nafas panjang. Dengan mata terpejam kepalanya mengangguk kecil. Dia akan berhenti sekarang. Sudah saatnya ia beristirahat. Kali ini saja, biarkan dia mengabaikan nuraninya yang menjerit. Dia sudah terlalu lelah.

Angin berhembus kencang. Berhelai helai daun jatuh berterbangan. Sang gadis jelita jelmaan mimpi merentangkan tangan terbuka. Menunjukkan sebuah kotak ditengah mereka.

"Tuan bukalah kotak itu dan kita akan hidup disini selamanya"

Si pengembara mengangguk. Berjalan menuju kotak kecil tersebut dan membukanya perlahan.

"Tuan terimakasih membebaskanku dari rasa kesepian yang selalu menghantui" Ucap sang mimpi dengan begitu mendayu.

Di mulut gua, tubuh lelah sang pengembara tidak lagi bergerak. Ringkikan kuda yang menemani perjalanan selama hidupnya pun hanya teredam angin yang semakin kencang.
Detik itu, telah pergi sang pengembara dibawa jelmaan mimpi. Menapaki mimpi tiada habisnya.




Salam Hangat
Ken Auliya

20032018

Balada Syair SunyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang