Gedung pencakar langit yang tinggi nan megah berdiri tegak membuat siapa saja terkagum-kagum hanya untuk memandangnya. Di sepinggir jalan di tengah-tengah kota elit New York terbangun kedai-kedai yang takkalah mewah dari bangunan pencakar langit. Dijalan tol para taksi dan supir pemilik kendaraan pribadi saling bersaing, mereka tampak seperti di arena balap. Jika lampu merah menyala para pengemudi saring bersiap-siap menjadi yang pertama untuk maju. Pemandangan itu sudah sering terjadi di kota-kota besar.
Aku berjalan pelan di tengah kerumbunan orang-orang memakai stelan jas kantor, mereka terlihat sangat sibuk dan seperti tak tersentuh. Aku hanya bisa mengendus kesal melihat tampang mereka datar tanpa ada satu pun ekpresi. Namaku adalah Neadya Colly, teman-temanku biasa memanggilku Neya. Mereka bilang namaku terlalu sulit, jadi secara sengaja mereka melakukan berbagai macam ekperimen untuk menyebutku.
Tinggiku hanya 151 cm. Emang cebol, beratku 45 kg, tubuhku berisi, aku selalu memakai kaca mata bulat min, wajahku tidak terlalu cantik dan tidak terlalu jelek. Aku sering berharap jika tubuhku bisa selangsing dan memiliki wajah seperti para model Victoria screat angle, tetapi itu hanya impian para remaja. Rambutku panjang bergelombang coklat tua, aku memiliki sepasang mata berwarna hitam. Mata itu aku dapat dari ayahku yang keturunan Asia
Usiaku 19 tahun, aku sudah lulus dari SMA di salah satu di kota elegan ini. Aku memiliki beberapa sahabat yang memang selalu ada untukku. Disaat aku susah atau saat senang, mereka adalah anak-anak yang memiliki nasib sama sepertiku. Hidup serba kekurangan tetapi bahagia, kurangnya kasih sayang dari salah satu orangtua. Itu wajah mengingat aku dan beberapa sahabatku termasuk anak yatim.
Sekitar 10 menit aku berjalan, akhirnya aku tiba di salah satu kedai kecil nyaman di ujung tikungan sebelah kanan. Saat itu yang aku lihat pengunjung kedai tidak terlalu ramai, dengan langkah cepat aku memasuki kedai itu. Di salah satu meja duduk dua orang gadis yang tengah asik berbincang ria lalu melambaikan tangan mereka kearahku.
Gadis bertubuh tinggi 160 cm dan ramping itu bernama Rea. Dia memakai kawat gigi dan suka sekali menundukan kepalanya jika berhadapan dengan orang asing. Sikapnya ini yang selalu mendapatkan bully di semasa sekolah dulu. Rea sulit sekali bergaul dengan orang lain, hanya ada orang-orang tertentu dia baru menunjukkan sifat aslinya. Rea termasuk salah satu gadis yang suka bersifat konyol dan menghibur.
Gadis yang sedang asik menikmati kentang goreng dan dua gelas susu coklat itu bernama Deany. Ayahnya adalah pemilik kedai yang selalu menjadi tempat melepaskan segala resah dan kegundaan kita bertiga. Gadis ini memiliki tinggi badan 156 cm, dia suka sekali memainkan games karena itu mereka memanggilnya dengan sebutan maniak games.
Dan sekarang lengkap sudah tiga gadis pecundang berkumpul di tempat perkumpulan mereka. Oke... aku sama sekali tidak peduli mereka mau bilang apa tentang aku dan sahabatku.
"Kau lama sekali Neya! Jatah kentangmu sebentar lagi habis di mulut Deany" seru Rea.
"Ayolah kawan-kawan. Aku baru memakan porsiku sendiri" sautnya sambil meminum susu coklat gelas ketiganya.
"Yah... aku tau, satu porsimu dan setengah porsiku" kali ini Rea mulai terlihat kesal dan Deany hanya tersenyum malu-malu.
"Sudahlah... apa kalian sudah mendaftar di perusahaan di kota ini" jawabku sambil mendaratkan bokongku di bangku empuk berhadapan di depan kedua sahabatku.
"Sudah tapi aku sama sekali tidak keterima. Yang ada ayahku menyuruhku bekerja di kedainya ini" Deany memasang wajah gusarnya.
"Aku juga. Aku diterima di salah satu toko bunga, sebagai pelayan disana. Sudah ada banyak sekali kertas lamaran yang aku ajukan di perusahaan megah di kota ini. Namun, mereka sama sekali tidak melirikku" seru Rea sambil mengaduk-aduk teh esnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sewing Heart Arrogan
RomanceTidakkk.... hidup di kota New York City terlalu sulit untukku. Di usia 7 tahun aku sudah tidak memiliki seorang ayah. Semua itu karena kecelakaan di salah satu perusahaan tempat ia dulu bekerja, tinggal aku dan ibuku yang sampai sekarang ini terus b...