Ahh.... menaiki beberapa lift membuat kaki beserta jiwaku menggigil ketakutan, kulirik jam tanganku yang menunjukkan pukul 13.00. Aku tersenyum puas berarti waktu istirahatku dimulai, kulangkahkan kakiku menuju ruangan tempat para office di perusahaan ini berkumpul.
Kubuka pintu berwarna abu-abu, para office girl menatapku dengan tatapan tajam yang dapat menusuk kulit. Aku tidak terlalu memasalahkan itu semua, aku berjalan menuju lokerku mengeluarkan roti dan air mineral. Mencari tempat duduk kosong lalu mulai memakan bekal makan siangku.
"Aku tidak habis pikir, ada seorang office girl baru yang tidak tau diri" sindiran pedas itu dilontarkan oleh salah satu wanita yang duduk berkumpul bersama teman-temannya.
"Oh..ya, aku melihat office girl itu menaiki lift para tamu penting di perusahaan ini" celetus teman wanita tadi.
"Jika aku jadi gadis itu. Maka aku akan malu, atau saja dia sudah bukan seorang gadis"
"Yah. Bisa jadi dia menjual keperawanannya kepada salah satu karyawan pria di kantor ini"
"Aku juga melihat dia keruangan admin"
"Jika mau jadi pelacur jangan disini. Kerja sana di club malam, atau dia terlalu tidak mampu untuk masuk kedalam club"
"Hahhaha aku kasihan dengan office girl baru itu"
Haahhhh.... sindiran seperti itu sudah biasa aku dapatkan jadi biasa saja. Dengan santai aku masih melahap makananku dengan nikmat, sepertinya kumpulan office girl itu mulai geram dengan sikap masa bodohku, terlihat dari wajah-wajah mereka.
"Heh... wanita murahan. Kenapa diam aja, tidak bisa menjawab karena betul atau kau bisu" kali ini mereka mendekati mejaku.
"Ayo jawab pertanyaan tadi, jangan diam aja. Kamu sekarang jadi budek"
"Ayo jawab" kali ini salah satu dari mereka mendorong tubuhku.
"Tokk...tokk" suara ketukan pintu membuat aku bernafas legah, setidaknya ada beberapa menit untukku terbebas dari kumpulan wanita-wanita sakit jiwa itu.
Muncul seorang pria bertubuh tinggi besar juga, ia memiliki sepasang mata berwarna hijau yang mempesona. Tubuhnya tegap ditambah otot-otot lengannya yang tercetak jelas dibalik stelan jas yang dipakainya.
"Mrs.colly... anda dipanggil keruangan ceo. Mari ikut saya" suara berat dan tegas itu membuat tubuh para wanita tadi seketika terdiam.
"Apa ada masalah" akhirnya aku membuka suaraku yang tadi sempat hilang bersembunyi di tenggorokanku.
"Aku tidak ada hak untuk menjelaskan itu. Mari saya antar keruangan ceo sekarang juga" akhirnya aku berdiri lalu berjalan mengikuti pria di depanku. Jika berjalan seperti ini tubuhku tenggelam.
Aku menarik nafas gusar saat melihat lift yang baru saja kunaiki selesai mengantar pesanan kopi di lantai 24, aku tercengang melihat pria itu menekan tombol 78. Lantai paling atas di perusahaan ini, jantungku berdebar keras saat lift yang membawaku bergerak. Entah mungkin karena aku masih takut ketinggian.
Pintu lift terbuka menandakan kita telah sampai ditujuan, pria itu keluar duluan dan disusul olehku yang berada tepat di depannya. Lorong ini terlalu sepi, tidak ada aktivitas yang terjadi disini. Aku hanya bisa terdiam melihat suasana sepi senyap bahkan aku bisa mendengar suara sepasang sepatuku dan pria itu berjalan. Di depan kita ada sebuah pintu berukuran besar berwarna coklat muda.
Pria itu mengetuk pintu di depan kita, ia membuka pintu itu lalu menyuruhku masuk kedalam. Ruangan bergaya eropa klasik langsung menyambut kedatanganku, lagi-lagi aku dibuat terkagum-kagum oleh dekorasi di perusahaan besar ini. Aku bahkan tidak bisa berjalan sangkin asiknya melihat ruangan disekitarku, bahkan aku tidak tau ada seseorang pria yang berdiri dibelakangku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sewing Heart Arrogan
RomanceTidakkk.... hidup di kota New York City terlalu sulit untukku. Di usia 7 tahun aku sudah tidak memiliki seorang ayah. Semua itu karena kecelakaan di salah satu perusahaan tempat ia dulu bekerja, tinggal aku dan ibuku yang sampai sekarang ini terus b...