Aku dan ibuku kini sudah sampai di bandara dari jauh terdapat banyak sekali kerumbunan orang yang memajang spanduk untuk keluarga mereka. Kulihat seorang wanita yang hampir sama dengan ibuku berdiri tidak jauh dari para kerumbunan orang-orang.
Wanita cantik yang memiliki potongan rambut pendek seperti pria itu melambaikan tangannya ke arah kita berdua, kita pun bergegas menuju ke arah wanita cantik tadi. Saat sampai di depannya ia memiliki wajah dan perawakan lebih tua dari ibuku, tetapi itu tidak menutupi kecantikannya.
"Hai, Emma lama tidak melihatmu?" serunya dan langsung memeluk tubuh ibuku dengan erat.
"Haha.... kau terlihat sama sekali tidak berubah Ellen," jawab ibuku bersahabat dan membalas pelukan hangat wanita yang bernama Ellen itu.
"Ya seperti itulah, apa ini si Neya kecil kita!" serunya sambil memegang tangan kananku.
Aku tersenyum "Hai, bibi. Aku tidak kecil lagi," protesku.
"Ya.. tapi dulu kau sangat kecil." serunya tidak mau kalah.
"Sudahlah... jangan bertengkar di sini. Sebaiknya kita pergi, sepertinya aku tadi melihat ada tanda-tanda akan muncul salju?" saut ibuku sambil berjalan meninggalkan kita berdua di belakangnya.
"Aduhh, kau kenapa selalu ingin cepat-cepat pergi. Baru saja sampai di sini, kau tidak ingin melihat-lihat pemandangan dulu?" usul Ellen dan membuat ibuku memasang wajah kesalnya.
"Ellen... ada banyak hal yang harus aku dan Neya lakukan. Aku harus mencari pekerjaan," saut ibuku sambil menatap Ellen yang mulai terlihat gugup.
"Haha.. kau sangat sangar seperti biasanya. Padahal aku ini kakakmu, tapi tidak apa-apa jika kau tidak ingin berjalan-jalan. Mungkin, Neya mau melihat-lihat kota ini." dengan santai Ellen berjalan melewati ibuku menuju ke arah mobilnya.
"Neya... mungkin ibu tidak bisa langsung menemanimu jalan-jalan. Ibu harus pergi ke berbagai pusat pembelanjaan untuk mencari pekerjaan, kau tidak apa-apakan ibu tinggal sendiri di rumah nenekmu." seru ibuku sambil membelai rambutku.
"Tapi, bu kita baru saja sampai di Negara ini." jawabku sedikit keberatan.
"Ibu, mengerti! Tetapi ibu tidak ingin merepotkan nenekmu." serunya.
"Hei... kalian berdua, cepat masuk. Aku tidak ingin membuat ibuku menunggu lebih lama di dalam rumah seorang diri," saut Ellen sambil membuka pintu mobilnya.
"Ellen, ibumu adalah ibuku juga." ibuku terlihat sangat kesal lalu berjalan terlebih dahulu.
Tiba-tiba aku memikirkan Bran, wajah pria itu selalu saja mengusik setiap waktu yang aku punya "Sadarlah... Neya. Bran, adalah milik orang lain. Kau harus tau diri," gumamku seorang diri.
"Neya... ayo cepat masuk," seru bersamaan antara ibu dan bibiku.
Aku langsung berlari dan masuk ke dalam mobil, perjalanan di mulai. Aku melihat pemandangan kota yang terlihat padat dari luar jendela, suasana ini sangat kentara dengan kota tempat aku tinggal dulu "Aku merindukanmu..." tanpa sadar air mataku jatuh.
Di dalam kantor...
Bran sedang duduk tidak tenang di atas kursi kebesarannya, ia berulang-ulang mengetuk meja kaca di depannya. Ada banyak sekali dokumen yang menumpuk di atas mejanya, ia tidak memperdulikan tumpukan kertas itu. Yang ada di dalam pikirannya adalah seorang gadis yang sedari tadi membuatnya tidak nyaman.
"Aku merindukanmu..." serunya terlihat frustasi.
Tiba-tiba suara dering hp miliknya berbunyi dan dengan malas pria itu mengangkatnya "Ada apa?" tanya Bran tanpa ada basa basi
KAMU SEDANG MEMBACA
Sewing Heart Arrogan
RomanceTidakkk.... hidup di kota New York City terlalu sulit untukku. Di usia 7 tahun aku sudah tidak memiliki seorang ayah. Semua itu karena kecelakaan di salah satu perusahaan tempat ia dulu bekerja, tinggal aku dan ibuku yang sampai sekarang ini terus b...