🙈🙈🙈🙈
Aku dan Bran berada di dalam mobilnya menuju ke rumahku, dengan sangat senang aku menatap cincin yang melingkar di jari manisku. Kulirik Bran tersenyum kearahku, ia memutar radio di dalam mobil mewahnya itu dan terdengar lagu yang menurutku enak. Namun, aku tidak tau siapa penyanyi atau judul dari lagu tersebut, suara getar dari hp Bran membuatnya mengecilkan volume suara radio yang tengah bernyanyi ria melantunkan berbagai macam alunan musik yang enak di dengar.
"Ada apa?" seru Bran dengan dingin.
Aku melirik kearahnya sekilas, aku juga merasa heran dengan sifatnya yang selalu berubah-ubah, kadang ia akan galak minta ampun, dingin tak tersentuh seperti benda paling langkah di dunia, bersifat manja yang membuatku ingin memuntahkan isi perutku, dan kadang ia bersifat tak terduga seperti memberikanku kejutan-kejutan romantis.
"Aku sibuk... kau saja yang gantikan aku!" saut lagi Bran dengan nada memerintahnya.
Dan satu lagi sifat yang tidak pernah berubah dari seorang Bran, pemaksa dan suka memerintah. Pria itu suka sekali memaksakan kehendaknya, ia tidak pernah mau menerima apa pun yang tidak sesuai dengan hatinya, atau ia juga akan memberikan perintah yang membuat orang lain menjadi kesal kepadanya.
"Ck... aku ingin mengantar kakak iparmu," kali ini nada Bran mulai jengkel.
Aku sudah tau siapa yang menelpon Bran dan siapa lagi yang dapat memancing emosi pria di sampingku ini jika bukan Omar. Ya, pria satu itu tidak pernah takut dengan Bran. Padahal di saat semua takut dengan nada kesal atau emosi dari Bran, malah Omar semakin menyudutkannya dan mau tidak mau Bran harus mengikuti jadwal yang telah di jadwalkan olehnya.
"Baiklah, cerewet! Aku akan segera sampai di sana secepatnya," akhirnya Bran memutuskan untuk datang.
Setelah Bran mematikan nada sambung di hp itu dengan sepihak, ia mulai melajukan mobilnya tetapi masih bisa di kontrol. Aku meliriknya dan mulai menyusun kalimat di dalam otakku, agar Bran tidak perlu mengantarku pulang ke rumah.
"Ekhmm... Bran?" panggilku sambil membersihkan tenggorokanku yang mendadak kering.
"Ya, sayang," saut Bran sambil sekilas melirikku dengan senyuman.
"Apa... kau ada rapat di kantor?" tanyaku.
"Hanya rapat biasa, Omar terlalu berlebihan." seru Bran.
"Hm... aku turun di depan halte bus saja, ada yang ingin aku beli juga," sautku mencari alasan.
"Aku tidak akan telat," jawabnya dan tidak lama hp Bran kembali bergetar, kulihat Omar kembali menelpon.
"Shit!" maki Bran kesal.
"Aku akan datang... suruh tunggu para tamu itu atau batalkan semua kontrak di perusahaan mereka." aku melirik kearah Bran dan dapat kulihat rahangnya mulai mengeras menahan emosi.
"Kau bisa membuatnya menunggu dengan berbagai macam alasan, bukan. Omar jangan sampai aku membuangmu dari kantorku jika hal seperti itu saja kau tidak bisa!" ancam Bran penuh emosi.
Ia mematikan lagi sambungannya secara sepihak "Ganggu saja," gumamnya pelan.
"Sayang... aku turun di halte bus saja, ya. Lagian ada yang mau aku beli," kembali aku merayunya dengan cara memegang ujung jas mahal yang di kenakannya.
"Ah... baiklah. Tetapi ingat jika sudah sampai di rumah langsung telpon aku ya..." seru Bran.
Akhirnya ia menurunkanku di depan halte bus yang tidak terlalu ramai pengunjung. Kulambaikan tanganku, pria itu menurunkan kaca jendela mobilnya lalu membalas lambaian tanganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sewing Heart Arrogan
RomanceTidakkk.... hidup di kota New York City terlalu sulit untukku. Di usia 7 tahun aku sudah tidak memiliki seorang ayah. Semua itu karena kecelakaan di salah satu perusahaan tempat ia dulu bekerja, tinggal aku dan ibuku yang sampai sekarang ini terus b...