Aku berjalan dengan perlahan, jantungku berdebar sangat kencang karena aku takut jika gaun yang aku pakai ini sama sekali di luar pemikiran Bran, kulihat ibu masih asik dengan rajutannya dan sesekali ia memberikan pertanyaan basa-basinya. Kulihat Bran juga tersenyum dan terlihat normal. Hanya aku saja yang di sini masih bersifat kekanan karena terlalu egois tanpa memikirkan perasaan Bran.
"Ekhmm... aku sudah siap!" seruku dan membuat dua orang yang sedang tanya jawab itu melihat kearahku.
"Waw... kau ternyata hebat juga memilih gaun untuk seorang gadis" canda ibuku sambil menaik turunkan alisnya.
"Bu..." tegurku karena wajahku sekarang memerah.
"Kalau begitu.. kita pergi dulu, nyonya Colly" permisi Bran dengan sopan.
"Jangan nyonya... panggil saja aku dengan sebutan ibu, sama seperti Neya memanggilku" ibuku kembali membuat wajahku memerah karena malu.
"Bu... stop" peringatku untuk kedua kalinya dan ibuku sama sekali tidak terganggu.
"Ada apa, sayang?" tanya ibuku dengan nada polosnya.
"Baiklah, kalau begitu. Kami pergi dulu, bu" ulang Bran dan langsung pergi terlebih dahulu.
"Bu, apa-apaan itu" tanyaku sambil menatap ibuku dalam-dalam.
"Ada apa, cepat sana pergi keburu di tinggal" perinta ibuku sambil sedikit mendorongku.
Kulihat Bran berdiri di dekat mobil mewahnya, aku hanya diam karena tidak tau harus pergi atau tidak. Jika aku pergi pasti suasana akan sangat canggung dan jika aku tidak pergi maka aku akan membuat Bran kecewa. Tidak, enakkan jika dia sudah datang ke rumahku dan membawa gaun tetapi aku tidak pergi. Namun, aku sama sekali tidak nyaman dengan suasana hening tanpa suara.
Ibuku kembali mendorong tubuhku agar berjalan "Cepat... Bran sudah menunggu!" ucapnya dengan nada memerintah.
Aku berjalan mendekatinya dan yang aku lihat ia hanya memasang wajah datarnya, bahkan saat aku sudah berada di depannya ia hanya diam sambil membukakan pintu mobil, kesal sih. Tetapi aku harus apa, aku duduk tenang di dalam mobil menunggunya masuk dan duduk di sampingku.
"Selamat bersenang-senang, sayang" seru ibu sambil melambaikan tangannya.
"Kami pergi, bu" saut Bran tersenyum lalu masuk kedalam mobil.
"Jaga anak perempuanku" ibuku kembali membuat anaknya ini bisa-bisa mati menahan rasa malu. Aku hanya menatapnya dan ia terlihat tertawa mengejekku.
Bran hanya tersenyum lalu mulai menjalankan mobilnya, selama di dalam mobil tidak ada satu pun percakapan. Aku sangat benci situasi seperti ini, tetapi jika aku mengajaknya bicara terlebih dahulu maka akan terdengar sangat bodoh. Suara musik di dalam mobil membuat waktu seakan menjadi lama, mobil berhenti saat lampu merah. Aku kembali ingin mengatakan sesuatu tetapi saat aku menatap kearahnya, kalimat yang sudah aku susun rapi itu hilang. Aku kembali terdiam dan berfikir keras.
Kita sampai di dalam sebuah restoran yang menurutku mewah. Aku tersenyum saat salah satu pelayan wanita itu tersenyum kearahku. Kulihat Bran berjalan duluan dan aku di tinggalnya di belakang, aku berusaha mengikuti langkahnya tetapi ia begitu cepat. Dan tanpa tidak sengaja aku menabra seseorang di depanku, tubuhku oleng dan sebuah tangan menangkap tubuhku agar tidak jatuh di tangga.
"Hati-hati, sayang" kulihat Bran menangkapku dan mengatakan kalimat yang aku suka.
"Ah... iya" jawabku dan berusaha kembali terlihat normal.
Bran tersenyum kecil dan mulai melingkarkan tangannya di pinggangku. Awalnya aku kaget, tetapi saat aku melihatnya dirinya sedang tersenyum dan entah mengapa senyumannya dapat mematahkan semua hal-hal negatif di dalam otakku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sewing Heart Arrogan
RomanceTidakkk.... hidup di kota New York City terlalu sulit untukku. Di usia 7 tahun aku sudah tidak memiliki seorang ayah. Semua itu karena kecelakaan di salah satu perusahaan tempat ia dulu bekerja, tinggal aku dan ibuku yang sampai sekarang ini terus b...