Jungkook memainkan game consolenya. Matanya menyipit tajam pada layar yang menunjukkan musuh-musuh yang perlu ia berantas habis. Jari-jemarinya bermain dengan stick. Terlihat lihai dan memukau. Namun begitu, benaknya dipenuhi amarah.
Ia menghabiskan 5 level dalam waktu setengah jam. Rekor tercepatnya. Kalau Taehyung tau ini, dia pasti akan bersorak kecewa dan Jungkook bakal menyeringai sombong.
Jungkook menghabiskan harinya dengan makan, tidur dan bermain game. Hingga dimalam hari, ia tak punya apapun untuk dilakukan. Jungkook berselonjor di sofa. Tubuh panjangnya ia baringkan nyaman dengan wajah menghadap televisi. Tangannya memencet tombol remote tanpa henti.
Tak ada yang menarik untuk dilihat.
Jungkook memilih pergi kekamar. Menelan obat tidur. Tak berapa lama, ia tertelan kegelapan.
¤☆¤
Pukul 5 pagi.
Bunyi bel terdengar nyaring. Sangat mengganggu dipagi hari. Meski Jungkook tak menyahut juga, orang gila disana tak kunjung menghentikan aktivitas menyebalkannya. Jungkook marah untuk alasan yang jelas.
Jungkook menyerah. Dengan mata memerah ia pergi menuju pintu depan. Ingin menyemburkan semua amarahnya ketika matanya menangkap Park Jimin berdiri dihadapan.
"Mau apa kau?"
Jimin mengulum bibirnya, "Mengambil baju seragamku yang tertinggal. Kuharap kau tak membakarnya."
Tiba-tiba saja, Jungkook menatap matanya tajam. Jimin mengernyit dan menelan ludah. Apalagi ini.
Jungkook menyeringai, tanpa aba-aba menarik lengannya hingga menabrak dada lelaki itu, menutup pintu dan mengurung Jimin diantara pintu yang tertutup rapat dan tubuhnya. Jimin tampak tenggelam dalam kungkungan.
"Kau- berhenti melakukan ini Jungkook." Jimin merasa jengah. Ia berusaha melepaskan diri dari posisinya.
"Kau pria yang keras kepala. Aku harus apa untuk menyadarkanmu."
"Aku tidak menyuruhmu melakukan apapun."
"Ya. Dan kau tetap disiksa." Pandangan Jungkook mengarah pada pipinya. "Ini." Jungkook mengelus lukanya yang baru. "Kau mendapatkan ini begitu sampai rumah."
Jimin menyeringai. Mendorong Jungkook keras hingga cowok itu mundur selangkah. Lantas memperlihatkan pergelangan tangannya yang membiru. "Kau bahkan melakukan ini padaku. Tapi kau peduli dengan luka-luka perbuatan Ayahku. Kau tak tahu apa yang kau lakukan Jugkook. Berpikirlah sebelum menyakiti seseorang. Sekarang apa? Kau bahkan berpura-pura peduli dengan alasan yang tak kumengerti. Kenapa kau lakukan itu bahkan saat kau tak mau menjadi temanku. Kau membingungkan. Itu cukup bagiku menjadi alasan untuk tak dekat-dekat lagi denganmu."
"Tapi kau masih punya urusan yang belum tuntas." ujar Jungkook.
"Demi Tuhan. Aku belum selesai bicara!" Jimin mengacak rambutnya frustasi. Jungkook melipat lengannya didepan dada. Cukup memperhatikan Jimin yang tampak imut saat sedang marah begitu. "Aku akan bayar hutangmu. Cukup berikan aku waktu oke?"
Jimin berjalan melewatinya. Mengambil seragam yang tergeletak di meja depan televisi. Tanpa meninggalkan sepatah kata, ia menghilang dibalik pintu apartemen Jungkook.
KAMU SEDANG MEMBACA
FOLLOW THE BRAIN || jikook
FanfictionJimin lapar dengan rasa bahagia yang jarang dicecapnya. @disjikookluvgongrazy start : march 16. end : -