Aku terbangun dengan elusan ditelapak tanganku.
Aku mengernyit. Tak ada yang pernah melakukan ini kecuali ibuku. Terakhir kuingat, aku akan jatuh dari ketinggian dan tiba-tiba ibuku disini, mengelus telapak tanganku. Aku sudah disurga?
Aku mengerjap sekali. Bayangan seseorang melayang diatasku. Menatapku tajam dengan mata bulat besarnya. Aku menyesuaikan pandangan sekali lagi.
Aku melihat Jungkook. Berganti menatap dengan lembut dan lengkungan menyisir bibirnya. Gila. Sudah mati saja aku masih ingat dia?
Aku merasakan genggaman ditanganku mengencang. "Jimin-ssi," panggilnya.
Aku sungguhan sudah disurga. Jungkook tak pernah memanggil namaku selembut itu. Kecuali aku sudah mati. Duh, aku kan memang sudah mati. Aku menggeram. Berusaha tidur lagi. Mati lagi. Jangan ikut-ikut aku Jungkook! Jangan ikutan mati!
Suara tawa menyusup masuk gendang telingaku. Apa-apaan.
Aku membuka mata. Menatap tajam dan mengernyit ketika pusing melanda sepersekon kemudian.
Dia sungguhan Jungkook. Cowok yang sempat kukagumi--yang hampir kukira selamanya-- sedang menatap jauh kedalam mataku. Sapuan jemarinya di telapakku tak pernah berhenti.
Kenapa melihatku seperti itu?
"Kau bangun." Jungkook tampil menjulang. Rupanya dia berdiri. Mencondongkan tubuhnya dan sebuah benda kenyal menyentuh keningku.
Jungkook menarik diri. Menyeringai ketika rasa panas menjalar diseluruh wajahku sampai telinga.
"Kau harus pulang." bibirnya terbuka. Bibir yang tadi mengecup keningku.
Seperti tersihir, aku mengangguk. Jungkook membantuku duduk dan berdiri.
Aku sehat. Tak ada keluhan berarti. Aku masih dapat memijak tanah dengan kuat. Aku yakin bisa berdiri dengan kedua kakiku. Namun Jungkook tak membiarkannya. Ia menggendongku lagi, kali ini ia berjongkok didepanku agar aku menaiki punggungnya.
"Tidak perlu Jungkook, aku bis- Yaa!" Jantungku berdegup kencang. Nafasku tersengal. Aku menolak untuk naik kepunggungnya. Tapi dengan Jungkook berbalik. Memeluk leherku, menyelipkan sebelah tangannya di bawah lututku dan mengangkatku seringan bulu. Aku meneguk ludah, melingkarkan lenganku kelehernya.
Sial. Aku hampir mati lagi.
¤☆¤
Jungkook menurunkanku perlahan dijok motornya.
"Terimakasih."
Ini canggung. Sangat canggung. Apa yang sebenarnya ia rencanakan?
"Beritahu alamatmu. Aku antar." Jungkook naik keatas motor tepat didepanku. Aku menghadap punggungnya yang tegap. Ia memakai helm.
Aku memberitahu alamatku. Jungkook memanaskan motor. "Pegangan." Secepat itu informasi yang ia berikan secepat itu pula Jungkook menaikkan kopling hingga aku terdorong kedepan dan motor melaju bercampur dengan kesibukan jalan Seoul. Aku mundur. Memberi jarak diantara tubuhku dan punggungnya.
"Kubilang pegangan Park Jimin." suara diktaktornya mengundang genggamanku ke seragamnya. Mencengkram kuat. "Kepadaku, Park Jimin. Bukan seragamku."
KAMU SEDANG MEMBACA
FOLLOW THE BRAIN || jikook
FanfictionJimin lapar dengan rasa bahagia yang jarang dicecapnya. @disjikookluvgongrazy start : march 16. end : -