Sore hari ketika bel pulang sudah berbunyi dan hanya meninggalkan orang-orang nerd dengan buku mereka diperpustakaan, ponselku berbunyi.
Pesan dari Jungkook.
Temui aku dibelakang sekolah.
Belakang sekolah berarti sebuah lapangan. Lebih luas dibanding lapangan depan. Itu adalah tempat orang-orang berlatih dengan club mereka.
Aku selalu merasa minder pergi ketempat itu. Walau bukan tempat khusus, tapi anak-anak populer sekolah sering berada disana.
Aku menghela nafas. Tak ada yang bisa kulakukan selain menuruti perintahnya. Aku banyak berhutang padanya. Jungkook membantuku dengan banyak hal. Aku tak bisa berkata tidak.
Aku mengantongi ponselku dan menaruh bukuku ke dalam tas. Melangkah menjauhi perpustakaan untuk pergi kebelakang sekolah.
Mengherankan saat aku tak menemukan siapapun di lapangan. Hanya ada Jungkook dan bola basketnya. Kepalaku berputar untuk menemukan seseorang. Tapi nihil. Apa sudah sesore itu? Aku melirik jam tanganku. Pukul 6 sore. Langit memang berubah kelabu. Tapi biasanya kelompok club akan berada disini sampai malam hari. Ah, tak tahulah. Bukan urusanku.
"Ada apa?" tanyaku begitu sampai.
Jungkook berhenti men-drible bola. "Belikan aku minum."
Aku tiba 5 menit kemudian dengan 2 pocari ditanganku. Aku melemparkan salah satunya pada Jungkook. Dia menangkapnya dengan sempurna.
Aku hanya duduk di tribun. Tak melakukan apapun selain melihatnya berlatih.
Aku tak pernah menyangka berada sedekat ini dengan lelaki itu seperti yang terjadi akhir-akhir ini. Semuanya tampak seperti mimpi jika aku menempatkan diriku sebagai aku satu bulan yang lalu. Tapi aku berada ditempat ini, dan aku dihari ini.
Dimana perasaanku telah berubah. Jantungku mungkin masih berdegup kencang saat Jungkook mendekat. Mulutku mungkin berubah kelu saat Jungkook menatapku dalam. Dan darahku masih berdesir ketika ia tampak menawan.
Namun aku masih merasakan kebencian itu.
Jungkook membuatku melewatkan beasiswa yang kuimpikan sejak dulu. Tak ada yang lebih menjengkelkan dari itu. Lagipula aku benci pembohong dan orang yang melepaskan tanggung jawab. Aku pernah berjanji untuk tak penah hidup bersama dengan orang-orang semacam itu.
Aku mengindar, tentu saja. Tapi Jungkook terus menarikku mendekat dengan alasan yang tak kumengerti. Akupun dibuat heran. Jungkook selalu memaksakan kehendak. Mengambil keuntungan dari beberapa kejadian. Mungkin itu yang dinamakan strategi bisnis. Tapi tak ada bisnis yang berjalan diantara pertemanan. Lantas apa yang membuat lelaki itu melakukan semuanya. Menarikku untuk selalu berada disampingnya.
Aku sempat berpikir mungkin dia hanyalah bocah kesepian yang membutuhkan mainan. Biasanya orang kaya mengalami itu. Aku hanya menyimpulkan. Tak pernah terbesit dipikiranku untuk membuktikannya.
Jungkook menuju kearahku. Mengambil handuk ditasnya yang tergeletak disampingku.
"Kau boleh pulang duluan. 1313. Itu password apartemenku."
"Baiklah." Aku beranjak berdiri. "Sampai kapan kau disini?"
"Bukan urusanmu."

KAMU SEDANG MEMBACA
FOLLOW THE BRAIN || jikook
FanficJimin lapar dengan rasa bahagia yang jarang dicecapnya. @disjikookluvgongrazy start : march 16. end : -