Jungkook menatapku tajam. Menungguku menjelaskan sesuatu untuk memuaskan rasa penasarannya.
Aku tidak mengindahkan. Memilih menunduk dan memainkan jari-jemari ku.
Setelah beberapa lama, Jungkook menyerah.
Mungkin baru sadar kalau ia tak punya hak sama sekali untuk membuatku buka mulut dan menceritakan hal pribadi.
Yang benar saja, dia cuma penasaran, bukannya peduli.
Jungkook mengambil jaket yang tergantung dekat pintu masuk apartemen. Tanpa pamit, ia menghilang dibalik pintu.
Aku tak dapat berbuat apapun yang berguna.
Jungkook hanya memiliki 5 bungkus mie ramyeon tanpa telur atau sayuran bahkan roti di kulkas.
Aku mendesah pasrah setelah membersihkan tumpahan susu dan mencuci gelas diatas meja makan.
Aku pergi menuju balkon. Menikmati suasana yang tersaji dengan perasaan gelisah. Jemuranku masih basah kuyup. Aku tidak bisa membiarkan ini terjadi sedangkan waktuku sudah tidak banyak disini. Dengan menahan canggung walau Jungkook tidak disini, aku membawa pakaianku ke mesin pengering. Menggunakan benda itu seperti dosa besar bagiku.
Aku tidak bisa berlama-lama disini.
Aku merasa tidak nyaman dan sedikit aneh. Seharusnya aku membenci Jungkook dengan alasan yang jelas. Pria itu yang menyebabkanku harus mengubur cita-cita yang kuimpikan sejak dulu.
Dia orang yang pernah kucintai. Tapi hatiku tidak lagi berdebar kencang didekat Jungkook seperti tadi. Aku justru merasakan hasrat yang tak wajar. Seperti ingin menendang wajahnya, mungkin? Ah, entahlah. Aku tak tahu pasti.
Jelas sekali aku ingin melakukannya. Jungkook hanya salah satu pria dari sejuta pria dengan keegoisannya.
Ia lebih memilih melenyapkan mimpi dan kebahagian seseorang ketimbang mempertanggung jawabkan kesalahannya sendiri.
Lebih dari cukup bagiku untuk membencinya. Merasa jijik dengan kepribadiannya yang super duper pengecut itu.
Aku tengah menjemur kembali bajuku setelah melewati mesin pengering saat Jungkook masuk dengan kotak pizza ukuran large.
Aku menghampirinya antusias. Tak tahu malu, pikirku. Yah... anggap saja itu bayaran atas semua tuduhan Jungkook padaku.
"Kau beli makan?" tanyaku seperti orang bego. Jelas-jelas Jungkook bawa pizza.
Aku melongok untuk menemukan pizza dengan potongan daging sapi, bawang bombay, juga paprika merah dan hijau dengan lelehan mozarella yang sempurna. Kuharap Jungkook memilih potongan sosis untuk pinggirannya.
'Kroak'
Aku memegangi perutku saat bunyi yang memalukan itu keluar. Aku memerah menahan malu.
Jungkook tak bereaksi. Ia mengambil piring, sendok dan garpu untuk kami kemudian meletakkannya di meja makan.
Tanpa sadar aku mengayunkan kakiku dibawah meja dengan antusias. Bibirku tersenyum lebar. Bagaikan balita yang disuguhi berbagai macam permen hingga Jungkook mengeluarkan kata-kata pedasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FOLLOW THE BRAIN || jikook
FanfictionJimin lapar dengan rasa bahagia yang jarang dicecapnya. @disjikookluvgongrazy start : march 16. end : -