Aku berjalan pelan-pelan menuju rumah. Aku tak siap pulang dengan kabar buruk ini.
Ibu takkan senang. Apalagi ayah. Aku tak bisa melukiskan seberapa banyak rasa benciku pada Jungkook.
Manusia biadab yang menunduk di kaki pacarnya. Demi Tuhan, bahkan pacarnya telah selingkuh dari pria itu. Tapi Jungkook masih membelanya?
Aku tak habis pikir.
Aku tak tahu, masalah ini pasti menyeretku hingga kemasa depan.
Aku harus mengubur mimpiku untuk bersekolah di universitas dengan beasiswa. Lagipula, mana ada orang yang mau memberikan beasiswa untuk mantan kriminal sepertiku.
Aku bukan kriminal sungguhan. Aku dituduh sebagai kriminal. Tapi siapa yang akan percaya dengan omonganku.
Aku telah tiba di pagar kayu kecil depan rumahku.
Ibu ada didalam. Dia pasti sedang memasak sesuatu. Dan ayah... kuharap dia belum pulang.
Aku melangkah masuk. Berkeringat di telapak tangan. Aku membuka pintu.
"Aku pulang."
Ibu menyusul sesaat kemudian. Aku mencium tangannya. Ibu tersenyum manis.
"Ayo, ibu sudah siapkan makan malam."
Aku mengekori dengan lesu. Saat melewati ruang tamu, aku menemukan ayah tertidur di sofa. Ini pasti hari sialku.
"Ibu..." aku berbisik. Ibu menoleh, melemparkan tatapan tanya.
"A-aku punya kabar buruk."
Ibu seorang yang bijak. Dia akan menunggu sampai aku buka suara lagi. Bukannya menuntutku untuk menceritakan sesuatu.
"A-aku di skors."
Ibu tidak bereaksi. Sebab itu aku merogoh tas untuk memberikan surat skors ku.
Ibu membukanya, begitu membaca beberapa baris, ia langsung memelukku.
Aku menangis dipelukannya. "Maafkan aku bu."
"Stt, tidak apa-apa. Sekarang jelaskan padaku masalahnya."
"Bu, aku-" aku menceritakan semuanya pada Ibu. Ibu tampak menyimak dengan serius. Aku tahu Ibu percaya padaku.
Seseorang masuk kedapur. Ayah jalan sempoyongan menuju kulkas dan langsung menenggak air dingin darisana.
Aku menunduk dalam.
"Ada apa?" suara beratnya mengundang bulu kudukku berdiri. Aku meringis. Ayah mengambil kertas yang tergeletak di meja. Aku langsung menatapnya. "Kau kena skors."
"Sudah ayah, aku bisa jelaskan padamu nanti." Ibu menyelamatkanku.
"Anak tolol! Bocah tak tahu diuntung." Ayah berteriak padaku. Mendorong kepalaku dengan telunjuknya kebelakang.
Aku menatapnya sinis. "Aku bisa jelaskan."
"Ayah sudah, kembali ke sofa. Kita bicara baik-baik." Ibu memuntunnya kesofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
FOLLOW THE BRAIN || jikook
FanfictionJimin lapar dengan rasa bahagia yang jarang dicecapnya. @disjikookluvgongrazy start : march 16. end : -