Kubilang lupakan. Tapi bukan berarti dia bisa berlaku seenaknya. Menjauh adalah satu-satunya cara termudah dan termurah, jadi aku melakukan itu. Jungkook jelas tak bagus untuk jantungku. Sebab itu aku menghindari godaannya. Melepaskan kungkungan dengan pergi dan berlalu begitu saja. Tanpa membawa buku yang kubutuhkan. Masa bodoh. Semua tampak tak penting lagi kalau sudah menyangkut Jungkook. Menyangkut menjauhinya.
"Park Jimin." Dia lagi. "Ini yang kau bilang takkan mengungkit. Dengan kau menjauhiku?"
"Diamlah, aku sedang membaca."
"Kau takkan menemukan ketenanganmu."
Aku menghela nafas dan menutup buku. "Aku tidak menjauhimu."
"Dengan tak bicara apapun padaku." Sarkasnya. Anak ini terlalu blak-blakan.
"Kenapa aku harus bicara padamu? Tak ada yang ingin kuucapkan."
"Kau tahu bukan itu maksudku."
"Dan apa yang bakal kau lakukan kalau aku bicara padamu? Berlaku semakin seenaknya dan menganggapku jalang seperti orang-orang yang pernah terlibat hal semacam itu denganmu?" Aku berkata dalam satu tarikan nafas.
"Kenapa jadi jengkel begini?"
"Aku hanya benci ketika melihatmu dan bayangan itu kembali masuk kepikiranku."
Jungkook menaikkan sebelah alis.
"Hanya jauhi aku saja dan jangan tatap aku seperti itu. Kau kan terbiasa mengabaikan orang-orang dan kenapa kau tak mengabaikanku juga, hah?"
Aku benar, tak perlu memperdulikan eksistensiku. Dia bisa kembali dengan kehidupannya sebelum aku terlibat.
¤☆¤
Jungkook membeku untuk hal yang pasti.
Jimin benar. Jungkook dapat dengan mudah mengabaikan seperti yang selalu ia lakukan. Tapi kenapa Jimin tak bisa ia abaikan begitu saja. Jungkook pikir karna omongannya waktu itu. Mengenai hutang piutang. Bukan dua puluh ribu won, tapi omongannya mengenai sebuah pelajaran mengenai pergaulan. Hah, Jungkook saja belum bisa bicara lebih sopan pada kawan sebaya. Walau sudah menyimpulkan, Jungkook masih belum yakin betul.
"Kembali sana ke kelasmu." kata Jimin.
"Siapa kau untuk mendikteku." Jungkook jengkel. Berdiri dan menyingkirkan kotoran debu dari bokongnya. "Kau perlu ingat, ada urusan yang belum selesai diantara kita."
Oh, Jungkook sangat suka otak encer Jimin karna ia menjawab, "Sialan, aku tak butuh pelajaran darimu." kata Jimin hampir frustasi.
"Perlu kau tahu kalau aku tak semudah itu menyerah."
Jungkook menyesal untuk melakukan hal semalam. Mencium dan membawa Jimin pulang begitu saja. Namun tak bisa ia pungkiri, bahwa Jimin pantas mendapatkannya. Jimin perlu berpikir kalau ciuman itu bukan apa-apa. Itu pelajaran pertama. Alih-alih dia malah jengkel padanya dan menyimpulkan sepihak bahwa ia hanya seorang jalang dimata Jungkook.
How stupid. Terkutuklah sikap rendah diri sialannya itu. Pantas saja dia cupu.
Anehnya, itu malah membuat Jungkook semakin bersemangat. Pikirannya yang jahat mengambil gagasan. Bahwa Jimin pantas jadi pengisi waktu luang.
KAMU SEDANG MEMBACA
FOLLOW THE BRAIN || jikook
FanfictionJimin lapar dengan rasa bahagia yang jarang dicecapnya. @disjikookluvgongrazy start : march 16. end : -