seven.

5.1K 739 76
                                    

Aku menjalani rutinitas seperti biasa. Rutinitas biasa yang kumaksudkan, minus dengan jadwal menguntit Jungkook.

Aku tak mau melihatnya lagi. Aku sudah bilang kemarin. Melihatnya kembali dalam hidupku hanya menumbuhkan harapan tinggi yang sewaktu-waktu dapat terhempas jatuh.

Aku pernah mengalaminya, dengan kasus yang hampir sama.

Berharap memiliki seseorang. Namun tak ada harapan. Kami berbeda dari banyak segi.

Aku tak mau lagi membahasnya.

Aku hanya perlu mengontrol perasaan yang kurasakan sekarang dan memastikanmya agar tak bertambah besar.

Aku berjalan menuju perpustakaan bagian barat. Melihat orang-orang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing.

Namun begitu aku melewati mereka, tak ada waktu untuk menikmati hariku lagi, karna mereka akan langsung memusatkan perhatian padaku.

Memindai tubuhku dari atas sampai ujung kaki. Tak ada yang bisa kulakukan selain menunduk dan meneruskan perjalanan.

Begitu mencapai perpustakaan, aku mengambil buku filsafat. Dengan tebal halaman yang tak wajar, aku berusaha memfokuskan diri.

Tetap tak bisa. Perasaan gelisah kembali muncul mengusikku.

Aku memandang keluar jendela. Orang-orang terlihat bahagia. Mungkin sejak mereka dilahirkan.

Tapi aku percaya mereka pasti merasakan sedih kadang-kadang. Namun aku tahu itu pasti tak bertahan lama. Mereka akan menemukan kebahagian mereka yang lain. Memilih menyelesaikan masalahnya atau meninggalkan semua itu dan melanjutkan hidup.

Aku meraba-raba leherku, namun tak menemukan apapun melingkar disana. "Sial!"

Kalungku. Kemana perginya kalungku?!

Aku dibuat panik.

Oh tidak, jangan. Jangan sampai hilang. Kumohon Tuhan.

Aku mencari kebawah meja, kursi dan dibawah kolong-kolong rak. Kembali kejalan yang sama dimana aku mengambil buku filsafat.

Tapi tak menemukan benda itu dimanapun diperpustakaan.

Aku berjalan panik menuju pintu keluar. Mengintai jalan yang kulewati. Banyak orang melihatku aneh. Aku hanya menunduk dan terus mencari tanpa menghiraukan mereka.

Tanganku gemetaran. Mataku memanas. Kupikir aku akan menangis. Tapi tidak, air mataku tak kunjung keluar.

Aku telah sampai dikelasku. Mengobrak-abrik isi tas. Mengeluarkan semua benda didalamnya tanpa ampun. Orang-orang dikelas menatapku bingung.

Oh ayolah... aku bukan orang gila.

Apa aku menjatuhkannya dirumah? Tidak, tidak mungkin. Aku tak pernah mencopot kaitan kalungku kecuali ada yang menarik paksa kaitannya.

Apa tersangkut pada sesuatu? Sesuatu apa? Kapan?

Aku mengusak rambutku frustasi dan berpinggang tangan.

FOLLOW THE BRAIN || jikookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang