Ini caraku agar keberadaanku
tidak lagi dianggap semu.-Aku
Perlahan mereka turun satu persatu dan semakin banyak seperti sebuah pasukan, tetes air yang dibawa awan hitam mulai membasahi jalanan hingga menimbulkan genangan di sudut kota dan tempat tertentu.
Membuat beberapa orang terpaksa harus berhenti melakukan aktivitas diluar rumah. Meneduh, itulah satu-satunya pilihan disaat sedang tidak membawa apapun untuk menghalau serangan ribuan butir yang turun semakin deras.
Kicauan burung yang tadinya menyanyikan lagu seolah menyambut hujan tak lagi terdengar. Pun teriakan tukang koran dan pedagang kios pinggir jalan ikut bungkam sejak pertama kali ribuan air itu datang, sibuk menata dan menyelamatkan barang dagangan yang jelas saja akan membawa kerugian bila dibiarkan begitu saja.
Dari jendela kaca besar yang mulai berembun, terlihat puluhan orang masih berlalu lalang menuju tempat tujuan masing-masing. Beberapa orang berhenti di halte, membentangkan payung dan mulai menerobos hujan meninggalkan laki-laki berkacamata yang menggosokkan tangannya melawan dingin, serta seorang wanita pekerja kantor---terlihat dari pakaian kemeja dan rok hitam serta kartu pengenal yang tergantung di lehernya, sepertinya pegawai administrasi? entah, yang jelas wanita itu sedang mengusap percikan air sebelum menggulung lengan kemejanya dengan wajah kusut. Apakah dia lelah?
Perlahan jarinya membuka earphone yang sejak tadi menutupi indra pendengaran gadis itu, beralih mengambil cangkir dan menyesap coklat panas yang selalu menemaninya menghabiskan jam di tempat ini.
Gerakannya meletakkan cangkir berhenti sejenak seiring dengan pergerakan alis mengkerut saat melihat gadis berkacamata yang mengenakan seragam sekolah sama sepertinya sedang berlarian menyambut hujan tanpa pelindung apapun, tidak ada mantel atau payung yang menyelimuti tubuhnya, alhasil tubuh mungil itu basah. Menyisakan percikan air dan tatapan heran dari orang-orang di sekitar sana, apakah gadis ini tidak takut sakit?
Memang seperti itulah hujan, membuat kita senang sebelum akhirnya jatuh dan memberikan rasa sakit yang entah berjenis apa. Memaksa ingatan yang selama ini menolak diingat barang sedetik, karena itu pahit.
Hujan selalu datang disaat kesedihan itu tiba, selalu datang disaat kebahagiaan juga hadir. Intinya dia mengerti bahwa kedatangannya akan selalu bertepatan dengan sebuah cerita mengesankan, entah sebuah cerita yang telah usai atau justru cerita yang bahkan belum dimulai dari arah manapun, hanya harapan.
Sudah taukah kau mengenai sifat hujan? sifatnya banyak, tak terhitung jari namun selalu mengesankan, sulit dilupakan dan sulit juga dihilangkan meski telah berusaha berkali-kali. Persis seperti masa lalu, tidak tidak, hanya mirip bukan persis.
Jangan salah paham, gadis itu bukan menyukai hujan karena cerita buruk dibaliknya. Ia mencintai butiran air itu karena tau bagaimana sifatnya, terinspirasi. Ini yang dicontohnya dari hujan, meski tau rasanya jatuh berkali-kali dia tidak pernah menyerah dan berhenti untuk mecoba meski ia tau akan kembali jatuh.
Bukan bodoh, gadis itu tau bahwa hujan hanya berharap butiran airnya jatuh di sebuah tempat yang tidak menyakitkan, entah tubuh seseorang, payung, kain, atau apalah. Tapi memang terkadang semua harapan tidak sesuai realita.
Seperti sore ini, orang-orang banyak yang meneduh dan membuat hujan harus jatuh ke tanah, meletup dan hilang tanpa pamit, hanya bisa meninggalkan bekas dan suasana yang berbeda dari sebelumnya.
Gadis itu menghela nafas, matanya menatap lurus ke arah seorang gadis lain yang berdiri di seberang cafe dengan kedua tangan sedang melindungi ibunya dari percikan hujan.

KAMU SEDANG MEMBACA
SELEZIONE
Roman pour AdolescentsAku mencintainya, itu sederhana. Tapi satu yang membuatnya rumit, aku terlalu takut untuk menerima hal yang berakhir dengan sakit hati. Pun aku terlalu ragu dan justru berjalan mundur memberi peluang. Memberi kesempatan orang lain untuk ikut memili...