Hatiku bahkan ragu
untuk mendengarkan
kata-katanya sendiri.-M
Pagi ini kelas Lauren yang biasanya ramai berubah menjadi sunyi senyap. Bukan karena Bu Susi sedang mengajar, tapi karena Bu Martin, guru Matematika tertua yang pensiun tiga bulan lagi itu sedang menjelaskan cara penyelesaian soal dengan rumus yang entah kenapa terlihat semakin membosankan.
Diantara 30 siswa di kelas ini, hanya barisan terdepan yang berperan sebagai tameng. Sisanya? sudah pergi entah kemana, raga mereka ada tapi jiwanya telah berpencar mencari sesuatu yang lebih menarik. Bahkan, guru wanita berkacamata di depan sana tidak peduli meski sebagain besar murid cowok saat ini sudah tidur berjajar di belakang kelas seperti ikan pindang.
Murid lainnya ada yang tertidur diatas meja, dua murid bermain ponsel, tiga murid membaca novel, dua murid lain mengerjakan tugas remidi, dan begitu pula empat gadis yang sepertinya juga mulai bosan. Meika sudah tertidur sejak guru wanita itu masuk ke dalam kelas, sedangkan Lauren memilih bermain poker dengan Seva dan Nadia. Sungguh, tidak ada yang peduli dengan aktivitas di depan sana, begitu juga sebaliknya, guru bersuara minimalis itu juga tidak peduli dengan aktivitas muridnya. Yang terpenting tugas mengajarnya telah selesai dan ada nilai tugas yang dikumpulkan, cukup.
"Gue menang lagi."
"Ck, lo curang kan Ren?"
"Curang gimana? emang udah takdirnya gue menang kali."
"Bosen tau." Nadia menggerutu dan menoleh ke arah Bu Martin yang masih menjelaskan dengan lemah gemulai di depan papan tulis.
"Bu, ibu nggak capek?"
Guru wanita itu menoleh dan membenarkan letak kacamatanya sebelum menjawab pertanyaan Nadia.
"Bagaimana Di?"
"Ibu nggak capek? istirahat aja bu, nanti daripada lutut ibu sakit lagi kayak waktu itu."
"Ibu capek tapi belum waktunya selesai kan?"
"Dianggep selesai aja bu, saya aja pernah kok ditinggalin waktu dia belum bilang putus." saut Seva membuat beberapa anak menoleh dan tertawa ke arahnya.
"Kalian capek?"
"Nggak kok bu, silahkan dilanjut." ucap beberapa siswi berkacamata di barisan depan.
"Heh, nggak usah munafik, kalau capek ya bilang aja capek."
Nadia menggebrak pelan meja dan memicing tajam ke arah beberapa gadis yang sudah menundukkan kepala. Ia menghembuskan nafas berat lalu kembali menatap Bu Martin yang masih terdiam.
"Capek buk, nanti kalau saya kecapekan, pelajaran lain nggak bakal bisa masuk."
"Meika tidur?"
"Nggak, dia lagi bertapa biar punya kekuatan buat nyepetin waktu." jawab Nadia yang membuat Seva hanya tertawa melihat gadis itu mulai sebal dengan Bu Martin.
"Oh."
"Kok ibuk oh aja? kapan selesainya kalau ibuk ah oh ah oh aja?"
"Heh yang sopan sama orang tua." saut Lauren menahan tawanya membuat Nadia memutar bola mata malas dan menelusupkan kepala di atas meja.
"Bodo amat, kesel gue."
"Ibuk udah sarapan?" tanya Lauren membuat Bu Martin menggeleng pelan.
"Nggak baik tau buk kalau seumuran ibuk jam segini belum sarapan, ibu bawa bekal nggak?"

KAMU SEDANG MEMBACA
SELEZIONE
Teen FictionAku mencintainya, itu sederhana. Tapi satu yang membuatnya rumit, aku terlalu takut untuk menerima hal yang berakhir dengan sakit hati. Pun aku terlalu ragu dan justru berjalan mundur memberi peluang. Memberi kesempatan orang lain untuk ikut memili...