Moodbreaker bisa jadi mood booster di waktu yang tepat.
-M
Gadis itu semakin mempercepat langkahnya yang sedang berjalan tergesa di pinggir jalan menuju sekolah. Pagi ini jalanan benar-benar macet parah karena ada salah satu truk barang yang mogok, alhasil ia terpaksa harus turun dan memutuskan berlari sebelum gerbang ditutup.
Bukannya sudah tobat, gadis ini hanya tidak ingin disuruh lari keliling lapangan 20 kali oleh Bu Susi, guru sejarah yang apesnya menjadi guru tergalak di sekolah ini. Beliau tidak pernah tanggung-tanggung memberi hukuman pada siapapun yang telat masuk ke kelasnya. Dan lebih apes lagi, hari ini guru yang Lauren yakin ditakuti suaminya sendiri itu harus mengajar di kelasnya pada jam pertama.
“Laknat emang yang bikin jadwal!”
“Nggak tau apa gue capek suruh maraton pagi-pagi kayak gini.”
“Mana masih jauh lagi.” keluhnya memegangi lutut dan kembali bersiap untuk melanjutkan lari.
Namun naasnya, dari arah belakang lewat seseorang yang mengendarai motor hitam dengan kecepatan lumayan tinggi. Ia sepertinya tidak sengaja melewati genangan air hingga membuat kemeja gadis itu terkena cipratan lumpur kotor yang memang sedang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri.
“NGUMPAT KASAR!!! baju gue woe, ihhh hari ini nyebelin banget sih, mana gue nggak bawa baju ganti sama jaket juga.” umpatnya memicing dan melebarkan matanya saat menyadari siapa pemilik motor hitam yang tadi melewatinya.
“Mata ijoooooo!!! tuh orang bisa lihat nggak sih!” makinya lalu menunduk membersihkan cipratan lumpur dengan tisu basah. “Gila kali ya, mata sih boleh ijo tapi dipake dong, nggak ngehargain ciptaan tuhan sama sekali tuh orang!”
“Maafin Marcell.” ucap seseorang dengan nada dingin sambil menyampirkan jaket merahnya ke arah Lauren.
Untuk beberapa saat gadis itu masih terdiam karena terkejut, ia menatap lurus manik mata biru di hadapannya dengan pandangan tak terbaca. Dia tau siapa cowok ini, bukannya dia yang dulu mendorong Meika di koridor?
“Heh, temen lo gila ya?! terus nasib baju gue gimana? lo tuh nggak tau hari ini gue ada jamnya Bu Susi, lo kira dia bakal izinin gue masuk kelas dalam keadaan kotor kayak gini? secara nggak langsung temen lo bikin gue harus terpaksa pura-pura sakit lagi tau nggak!”
“Mana nggak peka banget main nyelonong aja, udah tau ada orang disini, dia pikir jalan punya emak bapaknya apa?!”
“Nggak baik marah pagi-pagi.” ucap Gazza menggosok pelan kerutan di dahi Lauren yang entah bagaimana bisa terbentuk semenjak ia marah-marah tadi.
Setelah itu, tanpa banyak bicara lagi Gazza sudah menarik pergelangan tangan gadis berambut pirang sepunggung yang saat ini masih terdiam kaku.
“Eh nggak usah, gue bisa jalan sendiri kok.”
“Naik.” tanpa mendengarkan protes dari gadis itu, Gazza memakai helmnya dan melirik sekilas ke arah Lauren lalu beralih ke jok di belakangnya untuk menyuruh gadis itu naik.
Meski ragu, Lauren akhirnya naik ke motor merah milik Gazza dengan muka yang masih ditekuk. Demi apapun, ia tidak akan melepaskan Marcell begitu saja.
“Mata ijo nyebelin banget sih, songong kok dipelihara.”
Sampai di sekolah, banyak pasang mata yang memandang penasaran ke arah kedua insan itu. Pasalnya, selama mereka sekolah di sini, cowok itu tidak pernah sekalipun membiarkan seseorang duduk di boncengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SELEZIONE
Teen FictionAku mencintainya, itu sederhana. Tapi satu yang membuatnya rumit, aku terlalu takut untuk menerima hal yang berakhir dengan sakit hati. Pun aku terlalu ragu dan justru berjalan mundur memberi peluang. Memberi kesempatan orang lain untuk ikut memili...