Bilang. Biar gue
nggak salah jalan.-M
Gadis itu mengintip ke dalam kelas seseorang. Sepi, yang ada hanya beberapa siswa kutu buku yang selalu menghabiskan waktu istirahat untuk makan, makan materi. Mereka menoleh sekilas pada Lauren sebelum akhirnya kembali fokus kepada deretan kalimat yang membosankan. Gadis itu melangkah masuk mendekati gadis berkucir kuda dengan kacamata hitam berlensa tebal. Dia mengetuk bangku di depan buku novel yang dia baca dan membuat seseorang yang dimaksud mendongak.
"Marcell kemana?"
Gadis itu menggeleng sambil membenarkan gagang kacamata di hidungnya. "Dia nggak masuk."
"Lah, kok bisa?"
"Ada acara di perusahaan baru papanya." ucap gadis itu membuat Lauren memutar bola mata malas.
Kenapa dia tidak diberi tahu?"Makasih ya."
Lauren melangkah keluar dari kelas Marcell dengan wajah lesu. Sejak kemarin malam, cowok itu belum sekalipun menghubunginya. Jangankan telfon, line aja nggak. Saku seragamnua bergetar, ia berhenti lalu merogoh benda pipih yang ada di dalam sana.
Baru juga diomongin, panjang banget umurnya.
"Halo? lo kok nggak ngasih..."
"Aku ada acara."
"Gue khawatir nyet!"
"Iya, maaf."
"Udah makan? capek ya?"
"Udah, nggak capek tapi bosen."
"Lain kali jangan ninggal tanpa kabar dong! gue kira lo udah dibawa Arsen ke planet lain."
"Ren?"
"Apa?"
Marcell menghembuskan nafas lelah dan terdiam sebentar. "Gue sayang sama lo. Boleh kalau kali ini gue egois?"
"Ha? gimana maksudnya?"
"Bloon!"
"Lo lebih!!"
"Jangan ada rasa sama orang lain selain gue, tolong. Gue nggak mau lagi kehilangan."
Lauren diam, ia mengernyit bingung dengan satu tangan memegang ponselnya yang sudah tidak lagi tersambung dengan Marcell di ujung sana. Dia memang murid dengan urutan sepuluh besar dari atas, tapi bukan berarti dia pintar dalam hal memahami perkataan. Apalagi dari orang semacam Marcell. Tak tertebak.
Dia memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku seragam. Langkahnya berbalik dan berjalan melewati jalan setapak diantara rerumputan taman. Lebih cepat. Tapi namanya saja Lauren, entah dia terlalu ceroboh atau pikirannya sedang bercabang ke arah ucapan Marcell, gadis itu tersandung. Ia tersungkur sambil mengaduh kesakitan karena lutunya berdarah. Baru aja ditinggal penjaganya, udah luka lagi kan.
"Aduhhhh!! siapa sih yang naruh selang air disini?"
"Aduh pantat gue, eh salah, lutut gue maksudnya." Lauren menengok ke arah orang-orang yang lewat. Bukannya membantu mereka hanya mendekat dan melihat karena penasaran, emangnya dia sirkus?
"Bantuin kek, lo pada kalau lihat doang luka gue juga tetep kayak gini!"
"Susah emang kalau...eehhh ehhhh, Gazza? ngapain lo? turunin!!!"
"Diem bisa nggak sih?!" sentak Gazza membuat Lauren hanya diam pasrah saat digendong cowok itu menuju UKS.
Aroma mint menguar lancang di indra penciuman Lauren. Dia suka mint, tapi aroma maskulin Marcell lebih menenangkan dari segalanya. Gadis itu tidak berani mendongak dan bertabrakan dengan iris biru yang terkadang sangat beracun. Ia ingat pesan Marcell, kini hatinya milik seseorang dan itu tanggung jawabnya untuk menjaga.

KAMU SEDANG MEMBACA
SELEZIONE
Novela JuvenilAku mencintainya, itu sederhana. Tapi satu yang membuatnya rumit, aku terlalu takut untuk menerima hal yang berakhir dengan sakit hati. Pun aku terlalu ragu dan justru berjalan mundur memberi peluang. Memberi kesempatan orang lain untuk ikut memili...